Ibadah haji, rukun Islam kelima, merupakan kewajiban bagi setiap muslim yang mampu secara finansial dan fisik. Haji, sebagai puncak pengabdian kepada Allah SWT, menuntut kesiapan lahir dan batin yang matang. Namun, berapa kali Rasulullah SAW, teladan utama umat Islam, menunaikan ibadah haji sepanjang hidupnya? Jawabannya mungkin mengejutkan bagi sebagian orang: hanya satu kali.
Peristiwa haji tunggal yang dilakukan Nabi Muhammad SAW terjadi pada tahun 10 Hijriah, dikenal dalam sejarah Islam sebagai Haji Wada atau Haji Perpisahan. Haji Wada bukan sekadar ibadah haji biasa; ia merupakan peristiwa monumental yang sarat makna, menandai puncak dakwah Nabi dan sekaligus perpisahan beliau dengan umatnya sebelum wafat. Keunikan dan signifikansi Haji Wada ini perlu dikaji lebih dalam untuk memahami esensi ibadah haji itu sendiri dan teladan yang ditinggalkan Rasulullah SAW.
Haji Wada: Puncak Dakwah dan Perpisahan yang Bersejarah
Haji Wada berlangsung sekitar tiga bulan sebelum wafatnya Rasulullah SAW, sebuah peristiwa yang diabadikan dalam berbagai literatur sejarah Islam, seperti buku Sejarah Kebudayaan Islam Madrasah Ibtidaiyah Kelas V karya Yusak Burhanudin. Kata "Wada" sendiri berasal dari bahasa Arab yang berarti "perpisahan" atau "selamat tinggal," menunjukkan betapa haji ini menjadi momen perpisahan terakhir Nabi SAW dengan umatnya.
Perjalanan Haji Wada dimulai pada tanggal 25 Zulkaidah. Rasulullah SAW berangkat bersama para istri beliau menuju Arafah, suasana penuh khidmat dan haru mengiringi perjalanan tersebut. Setelah menempuh perjalanan selama delapan hari, beliau tiba di Arafah dan memulai rangkaian ibadah haji pada tanggal 8 Zulhijah. Jumlah jamaah yang ikut serta dalam Haji Wada tercatat sangat besar, melebihi 100.000 orang, menurut data yang tercantum dalam buku Jejak Langkah Abu Bakar Ash-Shidiq karya Ari Ghorir Atiq. Angka ini menunjukkan betapa besarnya pengaruh dan pengikut Rasulullah SAW pada masa itu.
Selama pelaksanaan haji, Rasulullah SAW secara langsung mempraktikkan dan mengajarkan tata cara serta rangkaian ibadah haji kepada seluruh jamaah. Beliau menunjukkan setiap langkah, setiap doa, dan setiap gerakan dengan ketelitian dan kesungguhan yang luar biasa. Hal ini memastikan pemahaman yang benar dan seragam tentang pelaksanaan ibadah haji di kalangan umat Islam. Tindakan ini menjadi warisan berharga yang hingga kini masih dipegang teguh oleh umat Islam di seluruh dunia.
Puncak Haji Wada ditandai dengan khutbah Nabi SAW pada tanggal 11 Zulhijah di Padang Arafah. Khutbah tersebut bukan sekadar rangkaian ibadah, tetapi juga pesan terakhir Nabi SAW kepada umatnya. Beliau menyampaikan berbagai nasihat, petunjuk, dan pesan penting yang menjadi pedoman hidup bagi umat Islam hingga akhir zaman. Khutbah ini menjadi bukti nyata komitmen Rasulullah SAW dalam membimbing dan mendidik umatnya hingga akhir hayatnya. Isi khutbah tersebut mencakup berbagai aspek kehidupan, mulai dari ajaran tauhid, akhlak mulia, hingga tata cara bermasyarakat yang adil dan beradab.
Kewajiban Haji: Sekali Seumur Hidup dan Hikmah di Baliknya
Haji Wada bukan hanya peristiwa bersejarah, tetapi juga menegaskan hukum pelaksanaan ibadah haji dalam Islam. Terjemahan Kitab Fiqhul Islam wa Adillathuhu Juz 3 karya Wahbah Az-Zuhaili, yang diterbitkan oleh Gema Insani, menjelaskan secara tegas bahwa kewajiban menunaikan ibadah haji hanya berlaku satu kali seumur hidup. Hal ini diperkuat oleh hadits Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA:
"Suatu ketika Rasulullah SAW berkhutbah kepada kami, sabda beliau, ‘Wahai saudara-saudara sekalian, Allah telah mewajibkan haji atas kalian, maka berhajilah.’ Seorang laki-laki berkata, ‘Apakah setiap tahun, wahai Rasulullah?’ Beliau tidak menyahut. Setelah diajukan pertanyaan itu tiga kali, beliau menjawab, ‘Seandainya kujawab ya, niscaya ia wajib setiap tahun, dan pasti kalian tidak mampu’." (HR Ahmad, Muslim dan An-Nasa’i)
Hadits ini menjelaskan secara gamblang bahwa kewajiban haji hanya sekali seumur hidup. Penjelasan ini juga mempertimbangkan kemampuan fisik dan finansial umat Islam. Jika haji diwajibkan setiap tahun, akan menjadi beban berat bagi sebagian besar umat Islam.
Namun, riwayat lain dari Ibnu Abbas RA menjelaskan bahwa pelaksanaan haji lebih dari satu kali hukumnya berubah menjadi sunnah. Artinya, haji kedua, ketiga, dan seterusnya merupakan ibadah sunnah yang dianjurkan, tetapi bukan lagi kewajiban. Rasulullah SAW bersabda:
"Barang siapa mengerjakan lebih dari satu kali, maka itu terhitung sebagai ibadah sunnah." (HR Ahmad dan An-Nasa’i)
Perbedaan antara wajib dan sunnah ini penting untuk dipahami. Kewajiban haji sekali seumur hidup menekankan pentingnya kesempatan bagi setiap muslim yang mampu untuk menunaikan rukun Islam yang satu ini. Sementara itu, pelaksanaan haji lebih dari satu kali merupakan bentuk ibadah sunnah yang menunjukkan keimanan dan ketaqwaan yang lebih tinggi.
MUI dan Aspek Kemaslahatan Sosial dalam Pelaksanaan Haji Berulang
Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga memberikan pandangan terkait pelaksanaan haji lebih dari satu kali. MUI menyatakan bahwa meskipun secara hukum pelaksanaan haji berkali-kali tetap sah, perlu mempertimbangkan aspek kemaslahatan sosial. Pelaksanaan haji berulang kali harus diimbangi dengan kepedulian terhadap sesama. Seseorang yang mampu berhaji berkali-kali namun mengabaikan kondisi saudara-saudara seimannya yang kurang mampu, tindakannya tidak mencerminkan nilai-nilai keadilan dan kepedulian dalam Islam.
Oleh karena itu, MUI menekankan pentingnya bijak dalam melaksanakan ibadah haji berulang kali. Kemampuan finansial yang memadai harus diimbangi dengan rasa tanggung jawab sosial dan kepedulian terhadap sesama. Hal ini sejalan dengan ajaran Islam yang menekankan pentingnya keseimbangan antara ibadah individual dan tanggung jawab sosial. Ibadah haji yang dilakukan dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab sosial akan lebih bermakna dan bernilai di sisi Allah SWT.
Kesimpulannya, Haji Wada yang dilakukan Rasulullah SAW hanya sekali seumur hidup menjadi contoh teladan bagi umat Islam. Peristiwa ini bukan hanya menandai puncak dakwah Nabi, tetapi juga menegaskan kewajiban haji hanya sekali seumur hidup. Meskipun pelaksanaan haji lebih dari satu kali diperbolehkan sebagai ibadah sunnah, aspek kemaslahatan sosial harus tetap diprioritaskan. Semoga pemahaman yang mendalam tentang Haji Wada dan hukum pelaksanaan haji ini dapat meningkatkan kualitas ibadah dan pengabdian kita kepada Allah SWT.