Jakarta, 13 Februari 2025 – Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah resmi menetapkan awal Ramadan 1446 Hijriah jatuh pada hari Sabtu, 1 Maret 2025 Masehi. Penetapan ini berdasarkan hasil hisab hakiki wujudul hilal, metode perhitungan astronomis yang konsisten dianut oleh Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah. Pengumuman resmi disampaikan melalui konferensi pers daring dan luring oleh Sekretaris PP Muhammadiyah, M. Sayuti, pada Rabu, 12 Februari 2025. Keputusan ini mengakhiri spekulasi dan memberikan kepastian bagi jutaan umat Islam di Indonesia yang mengikuti penanggalan Muhammadiyah dalam menjalankan ibadah puasa.
Perbedaan penanggalan awal Ramadan antara Muhammadiyah dan sejumlah organisasi Islam lainnya di Indonesia bukanlah hal baru. Perbedaan ini berakar pada perbedaan metodologi dalam menentukan awal bulan dalam kalender Hijriah. Secara umum, terdapat dua metode utama: rukyat (observasi hilal) dan hisab (perhitungan astronomis). Metode rukyat mengandalkan pengamatan langsung hilal (bulan sabit muda) setelah matahari terbenam pada tanggal 29 bulan sebelumnya. Keberadaan hilal yang terlihat dengan mata telanjang menjadi penentu dimulainya bulan baru. Metode ini berlandaskan hadits Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA: "Puasalah dengan melihat bulan dan berfithr (berlebaran) dengan melihat bulan. Bila tidak tampak olehmu, maka sempurnakan hitungan Syaban menjadi 30 hari." (HR Bukhari dan Muslim).
Sementara itu, metode hisab menggunakan perhitungan astronomis untuk memprediksi posisi bulan dan menentukan kemungkinan terlihatnya hilal. Metode hisab memiliki beberapa varian, dan salah satunya adalah hisab hakiki wujudul hilal yang digunakan oleh Muhammadiyah. Metode ini tidak hanya memperhitungkan posisi bulan, tetapi juga mempertimbangkan berbagai faktor astronomis lainnya seperti ketinggian hilal di atas ufuk, elongasi (jarak sudut antara bulan dan matahari), dan iluminasi (persentase permukaan bulan yang diterangi matahari). Hisab hakiki wujudul hilal menekankan pada kriteria wujudul hilal, yaitu hilal yang secara astronomis telah terwujud, meskipun belum tentu terlihat dengan mata telanjang. Dengan kata lain, meski hilal belum terlihat secara visual, jika perhitungan astronomis menunjukkan hilal telah terwujud dan memenuhi kriteria tertentu, maka awal bulan baru telah tiba.
Penetapan 1 Ramadan 1446 H oleh Muhammadiyah berdasarkan hisab hakiki wujudul hilal menunjukkan konsistensi organisasi ini dalam menggunakan metode perhitungan astronomis yang akurat dan teruji. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa ijtima’ (konjungsi, yaitu saat bulan berada di antara bumi dan matahari) jelang Ramadan 1446 H terjadi pada Jumat, 28 Februari 2025 pukul 07.46 WIB. Setelah matahari terbenam pada hari yang sama, tinggi hilal di Yogyakarta mencapai +4 derajat 11 menit 8 detik. Angka ini menunjukkan bahwa hilal telah terwujud di atas ufuk di seluruh wilayah Indonesia. Oleh karena itu, Muhammadiyah menetapkan 1 Ramadan 1446 H jatuh pada hari Sabtu, 1 Maret 2025 M.
Keputusan ini telah melalui proses kajian yang mendalam dan melibatkan para ahli astronomi dan ulama di lingkungan Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah. Proses ini memastikan akurasi perhitungan dan kesesuaiannya dengan prinsip-prinsip syariat Islam. Transparansi dalam proses penetapan ini juga menjadi komitmen Muhammadiyah, sehingga masyarakat dapat memahami dasar-dasar ilmiah dan keagamaan yang mendasari keputusan tersebut.
Ketua PP Muhammadiyah, Agung Danarto, dalam kesempatan tersebut juga mengajak seluruh umat muslim untuk menjadikan bulan Ramadan sebagai momentum untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan. Beliau menekankan pentingnya menjadikan ibadah puasa sebagai sarana untuk mencapai pencerahan rohani dan perbaikan diri, baik dalam konteks keagamaan maupun kehidupan sehari-hari. "Bagi segenap kaum muslimin mari jadikan puasa dan ibadah Ramadan lainnya sebagai jalan baru kerohanian untuk melahirkan pencerahan hidup. Baik pencerahan dalam beragama maupun menjalani kehidupan secara keseluruhan umat muslim," ujar Agung Danarto.
Perbedaan metode penentuan awal Ramadan antara Muhammadiyah dan organisasi Islam lainnya menunjukkan pluralitas dalam pemahaman dan praktik keagamaan di Indonesia. Meskipun terdapat perbedaan metodologi, semua pihak sepakat bahwa tujuan utama adalah untuk menjalankan ibadah puasa sesuai dengan tuntunan agama Islam. Toleransi dan saling menghormati perbedaan menjadi kunci penting dalam menjaga kerukunan umat beragama di Indonesia. Penting untuk diingat bahwa perbedaan metode bukanlah pertentangan, melainkan refleksi dari berbagai pendekatan dalam memahami dan mengamalkan ajaran agama.
Lebih lanjut, perbedaan ini juga membuka ruang diskusi dan dialog antar-umat beragama untuk saling belajar dan memperkaya pemahaman. Perbedaan metodologi ini justru dapat menjadi kesempatan untuk meningkatkan pemahaman tentang astronomi, matematika, dan aspek-aspek lain yang relevan dengan penentuan awal bulan dalam kalender Hijriah. Dengan demikian, perbedaan ini bukan menjadi sumber perpecahan, melainkan menjadi bagian dari kekayaan budaya dan keanekaragaman kehidupan beragama di Indonesia.
Dalam konteks global, penetapan awal Ramadan oleh Muhammadiyah juga menunjukkan kontribusi Indonesia dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi Islam. Penggunaan metode hisab hakiki wujudul hilal yang akurat dan teruji menunjukkan kemajuan pemikiran Islam dalam menghadapi tantangan modernisasi. Hal ini juga menunjukkan komitmen Muhammadiyah dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berbasis pada nilai-nilai Islam.
Sebagai penutup, penetapan 1 Ramadan 1446 H oleh Muhammadiyah pada 1 Maret 2025 M merupakan suatu keputusan yang berbasis ilmiah dan keagamaan. Keputusan ini memberikan kepastian bagi umat Islam yang mengikuti penanggalan Muhammadiyah untuk mempersiapkan diri menyambut bulan Ramadan dengan penuh iman dan takwa. Semoga bulan Ramadan tahun ini dapat diisi dengan ibadah dan amal saleh yang memberikan berkah bagi semua umat muslim.