Kalimat "Innalillahi wa inna ilaihi raji’un" (إِنَّا لِلَّٰهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ), istiraja yang lazim diucapkan umat Muslim sebagai ungkapan kepasrahan dan penghiburan di tengah musibah, seringkali ditulis dengan kesalahan ejaan. Penulisan yang salah, seperti "inalilahi wainalilahi rojiun," tidak hanya mengurangi keindahan bahasa Arabnya, tetapi juga berpotensi mengubah makna mendalam yang terkandung di dalamnya. Artikel ini akan mengupas tuntas pentingnya menulis dan memahami kalimat istirja ini dengan benar, serta konteks penggunaannya dalam ajaran Islam.
Penulisan yang Shahih dan Maknanya yang Luhur
Penulisan yang benar dari kalimat istirja ini bersumber dari Surat Al-Baqarah ayat 156. Berikut penulisan dalam huruf Arab, transliterasi Latin, dan terjemahannya:
Arab: إِنَّا لِلَّٰهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ
Latin: Innā lillāhi wa innā ilayhi rāji’ūn.
Terjemahan: "Sesungguhnya kami adalah milik Allah, dan sesungguhnya hanya kepada-Nya-lah kami kembali."
Perlu diperhatikan beberapa poin penting dalam penulisan dan pelafalannya:
- Innā (إِنَّا): Penulisan dengan "ā" (ألف) di akhir kata menunjukkan bentuk jamak (kami). Penulisan yang salah tanpa "ā" mengubahnya menjadi bentuk tunggal.
- lillāhi (لِلَّٰهِ): Penulisan "llāhi" menunjukkan kepemilikan kepada Allah SWT.
- rāji’ūn (رَاجِعُونَ): Penulisan "rāji’ūn" dengan "ā" (ألف) dan "ūn" ( وَن ) menunjukkan bentuk jamak dan menunjukkan kembali kepada Allah SWT. Penulisan "rojiun" atau variasi lainnya merupakan penyederhanaan yang umum digunakan, namun pelafalan yang tepat tetap memperhatikan huruf "ain" (ع) pada "rāji’ūn". Huruf "ain" ini mempunyai bunyi yang khas, berbeda dengan huruf "r" biasa. Bunyi yang tepat lebih mendekati "ra" yang sedikit ditekan di bagian belakang lidah.
Variasi penulisan seperti "rajiun" atau "raji’un" umum digunakan dalam bahasa Indonesia dan dianggap masih dapat diterima, asalkan pelafalannya tetap memperhatikan bunyi huruf "ain". Namun, penulisan yang paling akurat dan ideal tetaplah "rāji’ūn".
Mengapa Penulisan yang Benar Sangat Penting?
Meskipun terjemahan "inalilahi wainalilahi rojiun" dengan bantuan Google Translate tampak tidak jauh berbeda dengan terjemahan yang benar, perbedaan halus dalam kata-kata menunjukkan perbedaan makna yang signifikan. Kalimat "Innalillahi wa inna ilaihi raji’un" menekankan kepasrahan dan pengakuan bahwa semua yang ada adalah milik Allah SWT, dan semua akan kembali kepada-Nya. Ini merupakan pengakuan kebesaran Allah dan ketidakberdayaan manusia di hadapan-Nya.
Sebaliknya, "inalilahi wainalilahi rojiun" terkesan lebih sederhana dan kurang mengungkapkan makna kepasrahan yang dalam. Perbedaan ini menunjukkan perbedaan nuansa spiritual yang signifikan. Dalam konteks ungkapan belasungkawa, penggunaan istiraja yang benar menunjukkan kesadaran spiritual dan empati yang lebih dalam terhadap orang yang mendapat musibah.
Menurut KH Munawir Amin dari PWNU Jabar, "Innalillahi" bukan sekedar ungkapan duka cita, melainkan pengakuan ketiadaan diri di hadapan Allah SWT. Kalimat ini merupakan pengingat bahwa semua yang kita miliki berasal dari Allah dan akan kembali kepada-Nya. Ini merupakan inti dari makna tawakkal dan kepasrahan dalam Islam.
Sunnah Membaca Istirja: Lebih dari Sekedar Ungkapan Belasungkawa
Meskipun sering digunakan sebagai ucapan belasungkawa saat kematian, istiraja sebenarnya memiliki cakupan yang lebih luas. Seperti yang dijelaskan dalam buku "Shihab & Shihab Edisi Ramadhan" oleh Moh. Quraish Shihab dan Najwa Shihab, istiraja disunnahkan diucapkan dalam berbagai situasi yang melibatkan musibah, baik besar maupun kecil. Musibah di sini tidak hanya berarti kematian, tetapi juga kehilangan nikmat, kekurangan, atau segala sesuatu yang dianggap negatif.
Bahkan, Nabi Muhammad SAW pernah mengucapkan "Innalillahi" saat penerangan di tempat beliau duduk tiba-tiba padam. Hal ini menunjukkan bahwa istiraja dapat diucapkan dalam situasi yang terlihat sepele, tetapi mengajarkan kita untuk selalu ingat akan kekuasaan Allah SWT. Penggunaan istiraja juga merupakan bentuk kesabaran dan kepasrahan atas kehendak Allah.
Surat Al-Baqarah ayat 155-156 menjelaskan tentang ujian yang akan dihadapi manusia dan mengajarkan cara bersikap di hadapan ujian tersebut. Ayat 156 khususnya mengajarkan kita untuk mengucapkan istiraja ketika ditimpa musibah, sebagai bentuk kepasrahan dan kesabaran.
Kesimpulan:
Penulisan yang benar dari istiraja, "Innalillahi wa inna ilaihi raji’un," bukan sekedar masalah ejaan, tetapi juga masalah pemahaman makna dan pengamalan ajaran Islam. Penulisan yang benar menunjukkan kesadaran spiritual dan empati yang lebih dalam. Lebih dari sekedar ungkapan belasungkawa, istiraja mengajarkan kita untuk selalu ingat akan kekuasaan Allah SWT dan bersikap pasrah dalam menghadapi segala situasi kehidupan. Oleh karena itu, marilah kita senantiasa mengucapkan dan menuliskan istiraja dengan benar dan memahami makna luhur yang terkandung di dalamnya. Semoga kita selalu diberikan kekuatan dan kesabaran dalam menghadapi segala ujian yang diberikan Allah SWT.