Surabaya, Jawa Timur – Peran krusial perempuan, khususnya para ibu yang kerap disebut "emak-emak," dalam pembangunan bangsa kembali ditegaskan oleh Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Miftachul Akhyar. Dalam sambutannya pada Pembukaan Kongres XVIII Muslimat NU di Jatim Expo Surabaya, Senin (10/2/2025), beliau secara tegas membantah anggapan bahwa sebutan "emak-emak" merupakan sebutan yang rendah. Justru sebaliknya, menurut beliau, para ibu merupakan pilar utama keluarga dan bangsa, bahkan layak disebut sebagai "madrasah" bagi generasi penerus.
"Ini tuh bahasa yang umum, emak-emak. Emak-emak adalah madrasah," tegas KH Miftachul Akhyar di hadapan para peserta kongres yang juga disiarkan secara daring. Pernyataan ini bukan sekadar pujian basa-basi, melainkan penegasan atas peran fundamental perempuan dalam membentuk karakter dan moral bangsa. Beliau menekankan pentingnya memahami dan menghargai peran tersebut, mengangkat martabat para ibu sebagai pondasi utama pembangunan karakter generasi mendatang.
KH Miftachul Akhyar, yang juga pernah menjabat sebagai Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), mengaitkan pernyataan tersebut dengan ajaran agama Islam. Beliau mengingatkan bahwa Al-Qur’an, kitab suci umat Islam, menyinggung peran ibu minimal dua kali, menunjukkan betapa pentingnya peran tersebut dalam pandangan agama. Lebih jauh, beliau menunjuk pada keberadaan Surah An-Nisa sebagai bukti nyata pengakuan Islam atas kemuliaan dan kekuatan perempuan.
"Jangan dibilang emak-emak ini sebutan yang rendah. Al-Qur’an minimal dua kali menyebut [peran ibu]. Di Al-Qur’an ada Surah An-Nisa dan beberapa yang lain, maka Islam mengakui kekuatan dan kemuliaan para ibu-ibu ini," lanjutnya dengan nada penuh penekanan. Pernyataan ini sekaligus membantah stigma negatif yang kerap dilekatkan pada sebutan "emak-emak," yang terkadang dikonotasikan dengan hal-hal yang kurang positif. KH Miftachul Akhyar dengan tegas meluruskan persepsi tersebut, mengembalikan martabat dan peran mulia para ibu dalam masyarakat.
Lebih dari sekadar pujian, pernyataan KH Miftachul Akhyar mengandung pesan mendalam tentang strategi pembangunan bangsa. Beliau mengaitkan kualitas generasi penerus dengan kualitas pendidikan dan bimbingan yang diberikan oleh para ibu. Dengan demikian, mempersiapkan para ibu dengan baik sama artinya dengan mempersiapkan generasi penerus yang berkualitas dan berakhlak mulia.
"Kalau kalian mempersiapkan para ibu-ibu sebagai madrasah dengan sebaik-baiknya, berarti kalian telah mempersiapkan generasi yang harum namanya, yang punya wibawa yang besar, yang akan mengharumkan bangsa dan negara dan memakmurkan negara ini," jelasnya. Pernyataan ini menggarisbawahi pentingnya investasi dalam pendidikan dan pemberdayaan perempuan, khususnya para ibu, sebagai kunci keberhasilan pembangunan nasional. Investasi tersebut tidak hanya berupa pendidikan formal, tetapi juga meliputi akses terhadap kesehatan, ekonomi, dan berbagai aspek kehidupan lainnya yang mendukung peran mereka sebagai pendidik utama di keluarga.
Pernyataan tersebut mengandung implikasi luas bagi berbagai kebijakan publik. Pemerintah dan berbagai pihak terkait perlu memperhatikan dan mendukung upaya pemberdayaan perempuan, memberikan akses yang lebih luas bagi mereka untuk meningkatkan kualitas hidup dan peran mereka dalam keluarga dan masyarakat. Hal ini termasuk menjamin akses pendidikan yang layak, peluang ekonomi yang setara, serta perlindungan hukum dan sosial bagi perempuan.
Kongres XVIII Muslimat NU sendiri menjadi momentum strategis untuk membahas berbagai isu terkait perempuan dan perannya dalam pembangunan bangsa. KH Miftachul Akhyar berharap kongres tersebut dapat menghasilkan keputusan-keputusan yang bermanfaat bagi kemajuan bangsa dan negara.
"Semoga kongres yang ke-18 ini melahirkan keputusan-keputusan yang maslahat, manfaatnya membawa kesejahteraan, membawa perubahan yang signifikan dalam kebaikan, dan akhirnya negara kita menjadi negara yang subur dan makmur," pungkasnya. Harapan ini mencerminkan optimisme dan keyakinan beliau terhadap peran Muslimat NU dalam memperjuangkan hak-hak perempuan dan mendorong kemajuan bangsa melalui pemberdayaan perempuan.
Pernyataan KH Miftachul Akhyar ini bukan hanya sekadar pernyataan retorika, melainkan sebuah seruan moral dan ajakan untuk bersama-sama menghargai dan mendukung peran perempuan, khususnya para ibu, dalam pembangunan bangsa. Beliau tidak hanya menekankan pentingnya peran mereka sebagai madrasah utama bagi generasi penerus, tetapi juga secara tegas membantah stigma negatif yang kerap dilekatkan pada sebutan "emak-emak." Pernyataan ini menjadi pengingat penting bagi seluruh elemen masyarakat untuk menghormati dan mendukung upaya pemberdayaan perempuan agar tercipta generasi penerus yang berkualitas dan berakhlak mulia, sekaligus mewujudkan cita-cita negara yang subur dan makmur.
Lebih jauh, pernyataan ini dapat diinterpretasikan sebagai kritik halus terhadap berbagai kebijakan dan praktik sosial yang masih diskriminatif terhadap perempuan. Dengan menyebut "emak-emak" sebagai madrasah, KH Miftachul Akhyar secara tidak langsung menyoroti pentingnya peran perempuan dalam pendidikan dan pembentukan karakter generasi muda. Hal ini menjadi pengingat bahwa kesejahteraan perempuan dan akses mereka terhadap pendidikan dan kesempatan yang setara merupakan investasi penting bagi masa depan bangsa.
Pernyataan ini juga dapat dimaknai sebagai bentuk dukungan terhadap gerakan emansipasi perempuan yang selama ini memperjuangkan kesetaraan gender dan penghapusan diskriminasi terhadap perempuan. Dengan mengangkat martabat dan peran perempuan, KH Miftachul Akhyar memberikan legitimasi moral dan agama terhadap perjuangan tersebut. Pernyataan ini diharapkan dapat menjadi inspirasi bagi berbagai pihak untuk terus memperjuangkan kesetaraan gender dan menciptakan masyarakat yang adil dan berkeadilan bagi semua.
Dalam konteks yang lebih luas, pernyataan ini juga relevan dengan upaya untuk membangun masyarakat yang beradab dan bermartabat. Dengan menghargai peran perempuan, kita membangun fondasi yang kuat untuk menciptakan masyarakat yang lebih inklusif, adil, dan berkelanjutan. Pernyataan ini menjadi pengingat bahwa pembangunan bangsa tidak akan berhasil tanpa peran aktif dan partisipasi penuh dari seluruh elemen masyarakat, termasuk perempuan.
Kesimpulannya, pernyataan KH Miftachul Akhyar tentang "emak-emak sebagai madrasah" bukan hanya sekadar pujian, melainkan sebuah pernyataan yang sarat makna dan implikasi luas bagi pembangunan bangsa. Pernyataan ini menjadi ajakan untuk bersama-sama menghargai, mendukung, dan memberdayakan perempuan agar tercipta generasi penerus yang berkualitas dan berakhlak mulia, serta mewujudkan cita-cita negara yang subur dan makmur. Pernyataan ini juga menjadi pengingat pentingnya kesetaraan gender dan perjuangan untuk menciptakan masyarakat yang adil dan berkeadilan bagi semua.