Jakarta, 6 Februari 2025 – Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama Nahdlatul Ulama (NU) 2025 telah berhasil merumuskan sejumlah fatwa dan rekomendasi penting yang merespon dinamika isu-isu aktual, baik di ranah domestik maupun internasional. Pertemuan para ulama dan cendekiawan NU ini menghasilkan keputusan-keputusan yang diharapkan dapat menjadi rujukan bagi umat Islam Indonesia dalam menghadapi kompleksitas permasalahan kontemporer. Salah satu keputusan yang paling menonjol dan langsung menarik perhatian publik adalah penetapan hukum haram atas kepemilikan laut oleh individu maupun korporasi.
Ketua Sidang Komisi Waqi’iyah Munas Alim Ulama NU 2025, KH. Muhammad Cholil Nafis, dengan tegas menyatakan, "Laut tidak bisa dimiliki baik oleh individu maupun korporasi." Pernyataan ini ditegaskan lebih lanjut dengan penekanan larangan bagi negara untuk menerbitkan sertifikat kepemilikan atas wilayah laut kepada siapapun. "Negara tidak boleh menerbitkan sertifikat kepemilikan laut, baik individu maupun korporasi," tegas Rais Syuriyah PBNU tersebut. Keputusan ini memiliki implikasi yang luas terhadap pengelolaan sumber daya laut, penegakan hukum maritim, dan keadilan distribusi kekayaan alam Indonesia. Fatwa ini secara fundamental menegaskan kedaulatan negara atas laut sebagai milik bersama dan bukan komoditas yang dapat dikuasai secara privat. Implementasi fatwa ini menuntut langkah-langkah konkrit dari pemerintah untuk merevisi regulasi yang bertentangan dan memperkuat pengawasan atas aktivitas ekonomi di wilayah laut. Perdebatan dan kajian lebih lanjut terkait mekanisme pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya laut yang adil dan berkelanjutan tentu akan menjadi agenda penting pasca-Munas.
Selain isu krusial kepemilikan laut, Munas Alim Ulama NU 2025 juga membahas isu-isu terkait keterlibatan dalam konflik bersenjata. KH. Cholil Nafis menjelaskan bahwa bantuan kemanusiaan, seperti penyediaan obat-obatan dan pangan bagi korban konflik, hukumnya diperbolehkan, bahkan masuk kategori fardlu kifayah – kewajiban bersama yang jika tidak dipenuhi oleh sebagian anggota masyarakat, maka akan berdosa seluruhnya. Namun, keterlibatan fisik dalam konflik, seperti menjadi tentara bayaran, dinyatakan haram. Hal ini didasarkan pada prinsip pencegahan fitnah dan eskalasi konflik. Lebih jauh, Munas dengan tegas mengharamkan tindakan-tindakan terorisme seperti pemerkosaan, penembakan membabi buta, dan penggunaan anak sebagai tameng manusia dalam konflik. Fatwa ini memberikan panduan etis dan moral bagi umat Islam Indonesia dalam merespon konflik, menekankan pentingnya kemanusiaan dan penolakan terhadap segala bentuk kekerasan. Munas juga secara implisit menyerukan kepada pemerintah untuk lebih aktif dalam diplomasi perdamaian dan penyelesaian konflik secara damai.
Dalam konteks ekonomi, Munas Alim Ulama NU 2025 memberikan pandangan yang progresif terhadap isu jual beli karbon. Munas memutuskan bahwa jual beli karbon melalui mekanisme cap and trade maupun offset emisi diperbolehkan dan sah secara syariat. Transaksi ini dibenarkan dengan menggunakan pola transaksi ba’i al-huquq al-ma’nawiyah, atau jual beli hak-hak imateriil. Keputusan ini menunjukkan adaptasi pemikiran keagamaan dalam merespon tantangan perubahan iklim dan mendorong upaya mitigasi dampaknya. Namun, perlu ditekankan bahwa persetujuan ini diberikan dengan catatan bahwa mekanisme jual beli karbon tersebut harus transparan, akuntabel, dan adil, serta tidak merugikan masyarakat, khususnya kelompok rentan. Munas mungkin perlu merumuskan pedoman lebih rinci terkait mekanisme transaksi yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariat Islam, termasuk aspek keadilan distribusi dan pencegahan eksploitasi.
Munas juga membahas hukum dam haji tamattu, yaitu denda bagi jamaah haji yang melakukan ibadah haji tamattu (umroh dan haji dalam satu perjalanan). KH. Cholil Nafis menjelaskan tiga skenario hukum terkait penyembelihan dam: pertama, jika memungkinkan, dam disembelih dan dibagikan di Tanah Haram; kedua, jika penyembelihan di Tanah Haram sulit dilakukan, dam boleh disembelih dan didistribusikan di luar Tanah Haram; dan ketiga, jika terdapat kendala dalam pengelolaan penyembelihan, misalnya keterbatasan Rumah Pemotongan Hewan (RPH), maka dam boleh disembelih dan didistribusikan di luar Tanah Haram. Penjelasan ini memberikan fleksibilitas dalam pelaksanaan ibadah haji, mempertimbangkan berbagai kondisi dan kendala yang mungkin dihadapi jamaah. Penjelasan ini menunjukkan perhatian Munas terhadap aspek praktis pelaksanaan ibadah haji dan memberikan solusi yang bijak dalam menghadapi tantangan logistik dan operasional.
Terkait keterlibatan dalam konflik di negara lain, Munas kembali menegaskan bahwa memberikan bantuan kemanusiaan seperti obat-obatan dan pangan merupakan fardlu kifayah. Namun, keterlibatan fisik dalam konflik tetap hukumnya haram karena berpotensi menimbulkan dampak negatif dan fitnah yang luas. Hal ini menunjukkan komitmen NU terhadap prinsip kemanusiaan universal dan penolakan terhadap segala bentuk kekerasan dan intervensi militer yang tidak sah. Munas juga secara tidak langsung mendorong pemerintah Indonesia untuk lebih aktif dalam memberikan bantuan kemanusiaan dan berperan dalam upaya perdamaian internasional.
Selain isu-isu di atas, Munas Alim Ulama NU 2025 juga membahas isu-isu lain yang relevan dengan kehidupan masyarakat, seperti bisnis di atas tanah wakaf dan kekerasan di lembaga pendidikan. Keputusan-keputusan yang dihasilkan diharapkan dapat memberikan panduan yang komprehensif bagi umat Islam Indonesia dalam menghadapi berbagai tantangan dan permasalahan aktual. Munas ini menunjukkan peran penting NU sebagai organisasi keagamaan yang responsif terhadap perkembangan zaman dan mampu memberikan solusi-solusi yang relevan berdasarkan ajaran Islam yang moderat, toleran, dan berkemajuan.
Secara keseluruhan, Munas Alim Ulama NU 2025 telah menghasilkan serangkaian fatwa dan rekomendasi yang sangat signifikan. Keputusan-keputusan ini tidak hanya memberikan panduan hukum Islam dalam konteks isu-isu kontemporer, tetapi juga menunjukkan komitmen NU dalam menjaga keadilan, kemanusiaan, dan keberlanjutan. Implementasi fatwa-fatwa ini akan menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah, masyarakat, dan seluruh elemen bangsa Indonesia. Diskusi publik dan kajian lebih lanjut diperlukan untuk memastikan bahwa keputusan-keputusan Munas ini dapat diimplementasikan secara efektif dan berkeadilan bagi seluruh lapisan masyarakat. Peran media dalam mensosialisasikan keputusan Munas dan mendorong pemahaman publik juga sangat penting untuk memastikan keberhasilan implementasi fatwa-fatwa tersebut. Ke depan, diharapkan Munas Alim Ulama NU akan terus menjadi forum penting dalam memberikan arah dan panduan bagi umat Islam Indonesia dalam menghadapi kompleksitas permasalahan zaman.