Jakarta, 7 Februari 2025 – Serangan militer Israel di Jalur Gaza telah menimbulkan kerusakan yang meluas dan sistematis, tidak hanya terhadap infrastruktur sipil dan nyawa manusia, tetapi juga terhadap warisan budaya Palestina yang tak ternilai harganya. Sebuah laporan mengejutkan yang dirilis oleh Kementerian Pariwisata dan Purbakala Palestina, bekerja sama dengan Pusat Pelestarian Warisan Budaya dan para ahli internasional dari Universitas Oxford, mengungkap kerusakan parah pada 226 dari 316 situs arkeologi di Gaza. Kerusakan ini, menurut laporan tersebut, merupakan konsekuensi langsung dari agresi militer Israel yang terjadi baru-baru ini.
Laporan yang berjudul "Inventaris Kerusakan dan Risiko Terhadap Situs Warisan Budaya di Gaza," yang dirilis pada Rabu (5/2/2025), merupakan hasil penelitian intensif selama satu tahun yang melibatkan 13 pakar Palestina dan tim dari Universitas Oxford. Penelitian ini mencakup survei lapangan menyeluruh, analisis citra satelit, pengumpulan data rinci, dan pemodelan tiga dimensi dari masing-masing situs untuk menilai tingkat kerusakan secara akurat.
Hasilnya sungguh memprihatinkan. Dari total 316 situs warisan budaya yang diteliti – yang mencakup situs arkeologi, bangunan bersejarah, museum, tempat ibadah, pemakaman kuno, objek wisata budaya, situs alam, dan monumen bersejarah – sebanyak 226 situs mengalami kerusakan akibat serangan Israel. Rincian kerusakan menunjukkan 138 situs mengalami kerusakan berat, 61 situs mengalami kerusakan sedang, dan 27 situs mengalami kerusakan ringan. Hanya 90 situs yang dilaporkan luput dari kerusakan.
Menteri Pariwisata dan Purbakala Palestina, Hani Al-Hayek, dalam pernyataan resmi dari Ramallah, menekankan betapa pentingnya laporan ini sebagai dokumentasi kerusakan yang sistematis dan meluas. Beliau menjelaskan metodologi penelitian yang teliti, yang melibatkan berbagai teknik untuk memastikan akurasi data yang dikumpulkan. "Laporan ini berdasarkan pada survei lapangan yang komprehensif, analisis citra satelit, pengumpulan data, dan pembuatan model situs individual," ujar Menteri Al-Hayek. "Informasi ini kemudian dianalisis untuk menilai tingkat kerusakan dengan presisi tinggi."
Kerusakan yang terjadi bukan hanya sekadar kerusakan fisik bangunan. Ini adalah serangan terhadap identitas dan sejarah bangsa Palestina. Situs-situs arkeologi ini merupakan saksi bisu perjalanan panjang peradaban di wilayah tersebut, menyimpan jejak sejarah dan budaya yang tak tergantikan. Perusakannya merupakan upaya untuk menghapus jejak sejarah Palestina dan menghancurkan akar budaya bangsa tersebut. Menteri Al-Hayek dengan tegas menyatakan bahwa menjadikan situs-situs bersejarah ini sebagai target serangan sama artinya dengan menghapus dan menghancurkan bagian penting dari pilar dasar identitas nasional Palestina.
Besarnya kerusakan yang terjadi membutuhkan upaya pemulihan yang besar dan membutuhkan dana yang signifikan. Laporan tersebut memperkirakan kebutuhan anggaran sebesar 261,15 juta Euro untuk pemulihan sektor warisan budaya Gaza dalam tiga tahap selama delapan tahun.
Tahap pertama, yang disebut intervensi mendesak, akan difokuskan pada penyelamatan dan dukungan situs yang paling terancam punah, membutuhkan dana sebesar 31,2 juta Euro. Tahap kedua akan melibatkan intervensi untuk memulihkan dan merehabilitasi situs yang sebagian terancam punah, dengan kebutuhan dana sebesar 96,72 juta Euro. Tahap terakhir, rekonstruksi situs yang hancur, membutuhkan dana terbesar, yaitu 133,23 juta Euro.
Skala kerusakan yang diungkap dalam laporan ini sejalan dengan data dari Biro Pusat Statistik Palestina (PCBS), yang mencatat lebih dari 300.000 bangunan di Gaza telah hancur sebagian atau seluruhnya sejak serangan pada 7 Oktober 2023. Angka ini menunjukkan betapa dahsyatnya dampak serangan Israel terhadap infrastruktur dan kehidupan masyarakat Gaza. Skala kerusakan yang luar biasa ini telah memicu tuduhan internasional terhadap Israel atas tindakan "genosida budaya" di wilayah tersebut.
Arkeolog internasional, Simon Brelaud, menegaskan pentingnya pelestarian warisan budaya Gaza dan sekitarnya. Beliau menekankan bahwa sejarah wilayah ini merupakan bagian integral dari sejarah Palestina dan Timur Tengah yang lebih luas, dan kehilangannya akan menjadi kerugian besar bagi pemahaman sejarah regional.
Laporan ini bukan hanya sekadar daftar kerusakan. Ini adalah seruan mendesak kepada dunia internasional untuk mengambil tindakan. Perusakan situs-situs arkeologi di Gaza bukanlah sekadar peristiwa isolasi; ini adalah bagian dari pola sistematis yang lebih luas yang bertujuan untuk menghancurkan identitas budaya Palestina. Keheningan internasional atas kejahatan ini akan menjadi bukti kegagalan moral dan tanggung jawab kolektif dunia untuk melindungi warisan budaya umat manusia. Dunia internasional harus mendesak Israel untuk bertanggung jawab atas tindakannya dan memberikan kompensasi yang layak untuk pemulihan warisan budaya Palestina yang telah dirusak. Lebih dari itu, dunia harus memastikan bahwa serangan terhadap warisan budaya seperti ini tidak akan terulang lagi di masa depan. Kehilangan warisan budaya Palestina berarti kehilangan bagian penting dari sejarah manusia, dan tanggung jawab untuk melestarikannya terletak pada pundak kita semua. Laporan ini menjadi pengingat yang menyayat hati tentang betapa rapuhnya warisan budaya dan betapa pentingnya untuk melindungi dan melestarikannya untuk generasi mendatang. Perang bukan hanya menghancurkan bangunan, tetapi juga menghancurkan sejarah, identitas, dan jiwa suatu bangsa. Perlu ada tindakan nyata dan segera untuk mencegah tragedi ini terulang kembali.