Jakarta, 1 Februari 2025 – Gedung Mal Kota Kasablanka, Jakarta, bergema dengan lantunan musik angklung tradisional, menandai pembukaan resmi Festival Keluarga Indonesia. Acara yang berlangsung selama dua hari ini merupakan rangkaian perayaan Hari Lahir ke-102 Nahdlatul Ulama (NU) dan Kongres Keluarga Maslahat NU, sebuah inisiatif ambisius untuk memperluas jangkauan dan dampak organisasi keagamaan terbesar di Indonesia ini. Pembukaan simbolis dilakukan oleh tokoh-tokoh penting, termasuk Mustasyar PBNU Nyai Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid, Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya), Ketua Satgas Nasional GKMNU Gus Yaqut, Wakil Ketua Satgas Nasional GKMNU Alissa Wahid, dan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifatul Choiri Fauzi. Kehadiran para tokoh ini menggarisbawahi pentingnya festival ini bagi masa depan NU dan Indonesia.
Festival Keluarga Indonesia dirancang sebagai jembatan penghubung antara NU dan masyarakat luas, khususnya keluarga-keluarga Indonesia. Tujuan utamanya adalah mewujudkan kemaslahatan keluarga, terutama keluarga NU, melalui gerakan khidmah yang solid, terintegrasi, dan relevan dengan tantangan zaman modern. Acara ini bukan sekadar perayaan, melainkan sebuah deklarasi komitmen NU untuk aktif berkontribusi dalam membangun keluarga Indonesia yang lebih baik.
Dalam sambutannya, Ketua Umum PBNU Gus Yahya menekankan perlunya adaptasi dan transformasi NU dalam konteks perubahan sosial yang dinamis. Beliau mencontohkan perjalanan hidup KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), yang memulai kiprahnya di Jakarta hingga akhirnya menjadi Presiden RI. "Kita perlu melihat bagaimana Gus Dur, yang hijrah ke Jakarta, memulai dari Cilandak, hingga akhirnya menjadi Presiden. Ini potret perubahan, namun tetap konsisten berkontribusi bagi bangsa dan negara," ujar Gus Yahya. Pesan ini mengandung makna mendalam: NU harus mampu beradaptasi dengan lingkungan perkotaan yang semakin kompleks tanpa mengorbankan nilai-nilai dan komitmen dasarnya.
Gus Yahya menegaskan komitmen NU untuk mewujudkan keluarga maslahat bagi seluruh masyarakat Indonesia tanpa terkecuali. "Kalau semua agenda di NU dijalankan di keluarga dengan strategi-strategi yang tepat, dengan kesadaran akan perubahan masyarakat yang semakin cepat, maka kita akan mencapai tujuan kita," tegasnya. Beliau menekankan bahwa program-program NU, khususnya yang berkaitan dengan kemaslahatan keluarga, ditujukan untuk semua orang, tanpa memandang latar belakang atau afiliasi. "NU telah menegaskan bahwa semua layanan, semua pengabdian dari NU adalah untuk seluruh masyarakat tanpa terkecuali. Jadi, siapa pun yang mendapatkan layanan dari gerakan maslahat NU, tidak perlu ditanya identitasnya. Karena layanan NU untuk semuanya, tanpa terkecuali," tandasnya. Pernyataan ini menegaskan sikap inklusif NU yang terbuka untuk semua lapisan masyarakat.
Alissa Qotrunnada Munawaroh Wahid, Pengarah Kongres Keluarga Maslahat NU dan putri sulung Gus Dur, turut memberikan sambutan. Ia menghubungkan festival ini dengan peringatan Harlah ke-102 NU dan perubahan demografis yang signifikan dalam komunitas NU. "Gus Yahya dalam pidato abad ke-1 menyebutkan, memasuki abad ke-2 NU, ada perbedaannya. Saat ini banyak orang NU yang tinggal di kota besar, termasuk Jakarta," ujarnya. Pernyataan ini menyoroti pentingnya strategi baru untuk menjangkau komunitas NU yang semakin tersebar dan beragam.
Alissa Wahid juga menjelaskan enam dimensi Gerakan Keluarga Maslahat Nahdlatul Ulama (GKMNU): relasi maslahat, keluarga terdidik, keluarga cinta alam, keluarga sehat, keluarga sejahtera, dan keluarga moderat. Keenam dimensi ini dirancang untuk menjawab tantangan dan realita keluarga Indonesia di era modern. "Keluarga masa kini berkembang dengan cara-cara baru. Misalnya, dulu tidak mengenal digital, namun orang tua sekarang harus hidup di era digital. Itulah realita keluarga masa kini," katanya. Ia menekankan perlunya adaptasi dan inovasi dalam pendekatan GKMNU untuk tetap relevan dan efektif.
Festival Keluarga Indonesia, menurut Alissa Wahid, merupakan langkah penting untuk memperkenalkan GKMNU kepada masyarakat luas. Ia mengajak seluruh masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam acara ini. "Kegiatan-kegiatannya memang ditujukan untuk masyarakat umum. Semoga ini menjadi langkah pendekatan baru di lingkungan NU, membawa kebaruan seperti yang selama ini diminta oleh Ketum (Gus Yahya) di lingkungan NU," harapnya. Ia berharap festival ini dapat menjadi katalis perubahan menuju masyarakat Indonesia yang lebih baik dan berkeadilan.
Secara keseluruhan, Festival Keluarga Indonesia bukan sekadar acara seremonial, melainkan sebuah manifestasi nyata dari komitmen NU untuk berkontribusi dalam pembangunan bangsa. Melalui pendekatan yang inklusif dan program-program yang terstruktur, NU berupaya untuk membangun keluarga-keluarga Indonesia yang lebih kuat, sejahtera, dan berdaya saing. Pemilihan lokasi di pusat kota Jakarta juga menunjukkan upaya NU untuk menjangkau masyarakat urban dan menunjukkan relevansi ajarannya dalam konteks kehidupan modern. Festival ini menjadi bukti nyata bahwa NU tidak hanya berperan sebagai organisasi keagamaan, tetapi juga sebagai agen perubahan sosial yang aktif dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Dengan menggabungkan tradisi dan modernitas, NU berupaya untuk membangun masa depan Indonesia yang lebih cerah dan harmonis, dimulai dari keluarga-keluarga yang kuat dan sejahtera. Keberhasilan festival ini akan menjadi tolok ukur bagi keberhasilan program-program GKMNU di masa mendatang dan menjadi contoh bagi organisasi-organisasi lain dalam membangun kemitraan yang efektif dengan masyarakat. Komitmen NU untuk melayani semua tanpa terkecuali menjadi pesan utama yang disampaikan melalui festival ini, sebuah pesan yang sangat relevan dalam konteks Indonesia yang majemuk dan dinamis.