Peristiwa Isra Miraj, perjalanan Nabi Muhammad SAW dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa dan selanjutnya Sidratul Muntaha, merupakan salah satu peristiwa penting dalam sejarah Islam. Perjalanan ajaib ini dilakukan dengan menunggangi kendaraan luar biasa bernama Buraq. Namun, wujud Buraq sendiri hingga kini masih menjadi perdebatan dan interpretasi yang beragam di kalangan para ulama dan cendekiawan muslim. Teks-teks hadis menjadi sumber utama dalam upaya memahami bentuk dan karakteristik Buraq, kendati deskripsinya bersifat metaforis dan membutuhkan penafsiran yang cermat.
Berbagai literatur keagamaan, termasuk buku teks Pendidikan Agama Islam Perguruan Tinggi dan karya-karya terkemuka seperti al-Isra wa al-Mi’raj karya Ibnu Hajar Al-Asqalani dan Jalaluddin As-Suyuti (yang diterjemahkan oleh Arya Noor Amarsyah), serta Ensiklopedia Islam karya Hafidz Muftisany, memberikan gambaran mengenai Buraq berdasarkan hadis-hadis yang diriwayatkan. Kata "Buraq" sendiri, menurut beberapa sumber, berasal dari akar kata dalam bahasa Arab yang merujuk pada cahaya atau kilat, mencerminkan kecepatan luar biasanya. Namun, lebih dari sekadar kecepatan, Buraq diposisikan sebagai kendaraan khusus yang Allah SWT sediakan untuk Nabi Muhammad SAW dalam perjalanan sakral ini.
Salah satu deskripsi paling rinci mengenai Buraq berasal dari hadis Anas bin Malik RA, yang diriwayatkan oleh Imam Muslim. Dalam hadis tersebut, Rasulullah SAW menggambarkan Buraq sebagai "hewan (dabbah) yang berwarna putih (abyadh), bertubuh panjang (thawil), lebih besar dari keledai dan lebih kecil dari baghal, dan sekali ia menjejakkan kakinya yang berkuku bergerak sejauh mata memandang." Deskripsi ini memberikan gambaran fisik Buraq yang relatif jelas, meskipun tetap mengandung unsur-unsur metaforis. Istilah "dabbah" sendiri, menurut penafsiran bahasa Arab, merujuk pada makhluk hidup berjasad, baik jantan maupun betina, yang dapat berakal maupun tidak. Hal ini menunjukkan bahwa penentuan jenis kelamin Buraq, seperti halnya malaikat, tidaklah mutlak dan mungkin berada di luar kategori pemahaman biologis manusia.
Hadis lain yang diriwayatkan oleh Rasulullah SAW memberikan gambaran tambahan mengenai Buraq. Beliau bersabda, "Jibril mendatangiku dengan seekor hewan yang tingginya di atas keledai dan di bawah baghal, lalu Jibril menaikkanku di atas hewan itu kemudian bergerak bersama kami, setiap kali naik maka kedua kakinya yang belakang sejajar dengan kedua kaki depannya, dan setiap kali turun kedua kaki depannya sejajar dengan kedua kaki belakangnya." Deskripsi ini menekankan kemampuan gerak Buraq yang unik dan luar biasa, menunjukkan kelenturan dan kecepatan yang tak terbayangkan. Gerakannya yang digambarkan seperti "setiap kali naik… setiap kali turun…" menunjukkan kemampuannya untuk memanipulasi gravitasi atau ruang dan waktu, sesuatu yang melampaui kemampuan makhluk hidup biasa.
Riwayat dari Tsa’labi, sebagaimana dikutip dari Ibnu Abbas RA, memberikan deskripsi fisik Buraq yang lebih detail lagi. Menurut riwayat ini, Buraq memiliki "pipi seperti pipi manusia, tubuhnya seperti tubuh kuda, kaki-kakinya seperti kaki unta, kuku serta ekornya seperti kuku dan ekor sapi betina, dan dadanya seperti sebongkah batu mulia berwarna merah." Deskripsi yang menggabungkan karakteristik berbagai hewan ini semakin memperkuat kesan bahwa Buraq merupakan makhluk yang unik dan luar biasa, suatu ciptaan Allah SWT yang melampaui batas-batas pemahaman manusia tentang dunia biologis. Kombinasi karakteristik ini bisa diinterpretasikan sebagai simbol dari berbagai sifat yang tergabung dalam satu kesatuan yang sempurna, mencerminkan keagungan dan kekuasaan Allah SWT.
Kecepatan Buraq merupakan aspek yang paling menonjol dan seringkali menjadi fokus interpretasi. Kemampuannya untuk bergerak "sejauh mata memandang" dengan setiap langkah menunjukkan kecepatan yang melampaui batas-batas fisika yang dikenal manusia. Beberapa interpretasi bahkan menghubungkannya dengan kecepatan yang melebihi kecepatan cahaya, sebuah konsep yang hanya dapat dipahami dalam konteks keajaiban ilahi. Kecepatan ini bukanlah sekadar kecepatan fisik semata, melainkan juga simbol dari kemampuan Allah SWT untuk mempersingkat waktu dan ruang, menunjukkan kekuasaan-Nya yang tak terbatas.
Namun, penting untuk diingat bahwa deskripsi-deskripsi Buraq dalam hadis-hadis tersebut harus dipahami dalam konteksnya. Bahasa yang digunakan bersifat metaforis dan simbolis, bertujuan untuk menyampaikan pesan keagamaan dan spiritual, bukan untuk memberikan deskripsi ilmiah yang akurat. Upaya untuk memahami Buraq secara literal mungkin akan mengarah pada kesalahpahaman. Yang terpenting adalah memahami pesan spiritual yang terkandung di dalamnya, yaitu keagungan dan kekuasaan Allah SWT yang mampu menciptakan dan menggunakan makhluk-makhluk luar biasa untuk tujuan-tujuan-Nya.
Kesimpulannya, Buraq dalam peristiwa Isra Miraj merupakan simbol dari kekuasaan dan keagungan Allah SWT. Deskripsi fisiknya dalam hadis-hadis memberikan gambaran yang beragam, menunjukkan keragaman interpretasi yang mungkin. Namun, daripada terpaku pada detail fisiknya, lebih penting untuk merenungkan makna spiritual dari perjalanan Isra Miraj dan peran Buraq di dalamnya. Buraq menjadi bukti nyata akan kemampuan Allah SWT untuk melampaui batas-batas ruang dan waktu, sebuah keajaiban yang menunjukkan kebesaran-Nya dan kemuliaan Nabi Muhammad SAW sebagai utusan-Nya. Wallahu a’lam bisshawab. (Segala puji bagi Allah SWT, yang Maha Mengetahui).