Jakarta – Kisah Rasulullah SAW, manusia pilihan yang dikaruniai hati seluas samudera dan selembut sutra, mengalami momen haru yang mendalam ketika sebuah ayat suci diturunkan. Ayat tersebut, bukan hanya sekadar rangkaian kata, melainkan sebuah penggugah nurani yang begitu dalam hingga mampu membasahi wajah suci Nabi dengan air mata yang tak terbendung. Momen ini, sebagaimana dicatat dalam riwayat yang sahih, menjadi pelajaran berharga tentang kebesaran Tuhan dan pentingnya merenungkan tanda-tanda kekuasaan-Nya.
Mengutip buku “Menangis Bersama Nabi” karya Erwin Umar, Lc., kita diajak menyelami kedalaman spiritual Rasulullah SAW melalui kisah tangisnya yang mengharukan saat menunaikan salat. Bukan tangis pilu karena kesedihan, melainkan tangis haru yang berasal dari keindahan dan kebesaran ciptaan Tuhan yang menggenangi hati beliau. Air mata yang mengalir deras membasahi pakaian dan lantai, mencerminkan kedalaman penghayatan beliau terhadap ayat suci yang baru saja diturunkan.
Aisyah RA, istri tercinta Rasulullah SAW yang senantiasa mendampingi, menjadi saksi bisu atas momen sakral tersebut. Dalam penuturannya, Aisyah RA menjelaskan peristiwa yang terjadi pada suatu malam. Rasulullah SAW menyatakan keinginannya untuk beribadah kepada Tuhannya sepanjang malam. Aisyah RA, dengan kasih sayangnya, menyatakan kesenangannya mendampingi suami tercinta, namun juga mengutamakan keinginan Rasulullah SAW agar beliau merasakan ketenangan dalam ibadahnya.
Setelah bersuci, Rasulullah SAW menunaikan salat. Namun, salat malam itu berbeda. Bukan hanya gerakan ritual yang dilakukan, melainkan sebuah perjalanan spiritual yang mendalam. Air mata mulai mengalir perlahan, kemudian semakin deras membasahi janggut dan pakaian beliau. Tangis Rasulullah SAW semakin pecah, hingga air matanya membasahi lantai tempat beliau berdiri. Suasana sunyi malam hanya diiringi oleh isakan tangis yang mengungkapkan kedalaman hati seorang Nabi.
Keheningan malam itu kemudian terpecah oleh adzan Subuh yang dikumandangkan oleh Bilal bin Rabbah RA. Melihat keadaan Rasulullah SAW yang masih terisak tangis, Bilal bin Rabbah RA menanyakan penyebab tangis sang Nabi. Dengan nada penuh keheranan, Bilal bin Rabbah RA menyatakan bahwa Allah SWT telah mengampuni semua dosa Rasulullah SAW, baik yang telah lalu maupun yang akan datang. Pertanyaan Bilal bin Rabbah RA menunjukkan kebingungan dan rasa heran atas tangis sang Nabi.
Jawaban Rasulullah SAW mengungkap inti dari kesedihan yang beliau rasakan. Beliau menyatakan bahwa tangis itu bukan karena kesedihan atas dosa, melainkan karena rasa tidak cukupnya kesyukuran beliau kepada Allah SWT. Pada malam itu, sebuah ayat suci telah diturunkan, dan ayat itulah yang menyentuh hati beliau sehingga menimbulkan tangis yang mendalam. Rasulullah SAW menambahkan peringatan yang sangat mendalam, "Celaka orang yang membacanya dan tidak merenungkannya."
Ayat yang menyentuh hati Rasulullah SAW adalah ayat 190 Surat Ali Imran: "Sesungguhnya, dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal." (QS. Ali Imran [3]: 190) Ayat ini, yang tampak sederhana, namun memiliki kedalaman makna yang sangat luar biasa. Ayat ini mengajak manusia untuk merenungkan kebesaran Allah SWT melalui ciptaan-Nya.
Penciptaan langit dan bumi, dengan segala keindahan dan kebesarannya, merupakan bukti nyata kekuasaan Allah SWT. Begitu pula dengan siklus pergantian malam dan siang, yang terus berulang dengan teratur, menunjukkan ketepatan dan kekuasaan Allah SWT dalam menata alam semesta. Ayat ini bukan hanya sekadar deskripsi alam, melainkan sebuah undangan untuk berpikir, merenung, dan bersyukur atas segala nikmat yang telah Allah SWT berikan.
Tangis Rasulullah SAW menunjukkan betapa dalamnya penghayatan beliau terhadap ayat tersebut. Air mata beliau bukan hanya sekadar ekspresi emosi, melainkan sebuah refleksi spiritual yang mendalam tentang kebesaran Allah SWT. Beliau menunjukkan bahwa kesyukuran bukan hanya sekadar ucapan lisan, melainkan sebuah perasaan yang mendalam yang muncul dari hati yang benar-benar mengerti kebesaran Tuhan.
Bagi kita sebagai umat Islam, kisah ini merupakan teladan yang sangat berharga. Ayat tersebut mengajak kita untuk selalu merenungkan tanda-tanda kebesaran Allah SWT dalam kehidupan sehari-hari. Kita diajak untuk melihat langit yang luas dan bumi yang subur bukan hanya sebagai objek alam biasa, melainkan sebagai bukti kekuasaan dan kemahabesaran Allah SWT. Pergantian malam dan siang juga bukan hanya sekadar siklus alam, melainkan sebuah tanda kekuasaan Allah SWT yang terus menerus menunjukkan kebesaran-Nya.
Merenungkan ayat ini seharusnya mengusik nurani kita. Bayangkan keindahan galaksi yang tak terhingga, keanekaragaman hayati di bumi, dan kesempurnaan sistem alam semesta. Semua itu adalah ciptaan Allah SWT, yang menunjukkan kekuasaan, kebijaksanaan, dan kasih sayang-Nya yang tak terbatas. Seharusnya, kesadaran ini menimbulkan rasa syukur yang mendalam dalam hati kita.
Tangis Rasulullah SAW juga mengajarkan kita tentang pentingnya menangis karena Allah SWT. Bukan tangis karena kesedihan atau kekecewaan, melainkan tangis yang berasal dari kedalaman hati yang dipenuhi oleh rasa syukur dan takjub atas kebesaran Allah SWT. Tangis ini merupakan ekspresi spiritual yang menunjukkan kedekatan kita dengan Allah SWT.
Dalam kesimpulannya, kisah turunnya ayat yang membuat Rasulullah SAW menangis harus menjadi refleksi mendalam bagi kita semua. Ayat tersebut bukan hanya sekadar teks yang dibaca, melainkan sebuah penggugah nurani yang mengajak kita untuk merenungkan kebesaran Allah SWT dan menumbuhkan rasa syukur yang mendalam dalam hati. Marilah kita ikuti teladan Rasulullah SAW dengan selalu merenungkan tanda-tanda kebesaran Allah SWT dan menumbuhkan rasa syukur yang tulus dalam hati kita. Semoga kita juga dapat mengalami kedalaman spiritual seperti yang dialami Rasulullah SAW, dan meneteskan air mata syukur atas segala nikmat yang telah Allah SWT berikan. Semoga kisah ini menjadi inspirasi bagi kita untuk lebih mendekati Allah SWT dan menjalani hidup dengan penuh kesyukuran.