Khawarij, sebuah sekte yang muncul di awal sejarah Islam, telah meninggalkan jejak kontroversial yang hingga kini masih dikaji dan dibahas. Dikenal karena pahamnya yang radikal dan tindakan kekerasan yang dilakukan atas nama agama, Khawarij menjadi contoh nyata bagaimana interpretasi keagamaan yang ekstrem dapat memicu konflik dan pertumpahan darah. Pemahaman yang komprehensif mengenai kelompok ini memerlukan pengkajian mendalam terhadap sejarah kemunculannya, ajaran-ajarannya yang beragam, serta dampaknya terhadap perkembangan Islam selanjutnya.
Asal Usul dan Perpecahan di Shiffin:
Secara etimologis, kata "Khawarij" (خوارج) berasal dari kata kerja Arab kharaja (خرج), yang berarti "keluar," "muncul," atau "memberontak." Istilah ini mencerminkan tindakan mereka yang memisahkan diri dari arus utama umat Islam pada masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib. Peristiwa Perang Shiffin (657 M) menjadi titik balik yang menentukan dalam sejarah kemunculan Khawarij. Konflik antara Ali dan Mu’awiyah, gubernur Suriah yang menentang kepemimpinan Ali, mencapai puncaknya dalam pertempuran sengit.
Ketika pertempuran mencapai jalan buntu, Mu’awiyah mengusulkan arbitrase (tahkim), sebuah mekanisme penyelesaian sengketa melalui pihak ketiga. Meskipun Ali awalnya menolak, tekanan dari sebagian pasukannya memaksanya untuk menerima usulan tersebut. Keputusan ini menjadi pemicu utama perpecahan di dalam pasukan Ali. Sejumlah besar pasukannya, yang dikenal sebagai Khawarij, menolak keras arbitrase tersebut. Mereka berpendapat bahwa hanya Allah SWT yang berhak untuk mengadili dan memutuskan perkara, dan arbitrase dianggap sebagai bentuk pengingkaran terhadap kedaulatan Allah (la hukma illa lillah – tidak ada hukum kecuali hukum Allah). Kekecewaan mendalam atas kompromi yang dianggap menyimpang dari prinsip-prinsip Islam yang murni inilah yang mendorong mereka untuk memisahkan diri dan membentuk kelompok oposisi.
Lebih dari Sekedar Perbedaan Pendapat:
Perbedaan pendapat dengan Ali bukanlah sekadar perselisihan politik biasa. Bagi Khawarij, arbitrase merupakan tindakan kufr (kekafiran) yang tidak dapat ditoleransi. Mereka menganggap Ali dan pendukungnya yang menerima tahkim telah keluar dari Islam. Pandangan ini menjadi landasan bagi tindakan-tindakan ekstrem yang mereka lakukan, termasuk pembunuhan terhadap tokoh-tokoh penting, bahkan Khalifah Ali sendiri. Abdurrahman bin Muljam, seorang anggota Khawarij, berhasil membunuh Ali pada tahun 661 M. Tindakan ini menandai puncak radikalisme Khawarij dan meninggalkan luka mendalam dalam sejarah Islam.
Interpretasi Teks Agama dan Eskalasi Kekerasan:
Khawarij dikenal dengan interpretasi teks-teks agama yang literal dan kaku. Mereka cenderung menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dan hadis secara sempit dan terisolasi, tanpa memperhatikan konteks historis dan sosialnya. Hal ini menyebabkan mereka mudah menghalalkan kekerasan terhadap mereka yang dianggap menyimpang dari pemahaman mereka tentang Islam yang "benar." Mereka tidak ragu-ragu untuk membunuh siapa pun yang mereka anggap sebagai musuh Islam, termasuk para sahabat Nabi yang terkemuka, yang dianggap telah berkompromi dengan kekuasaan duniawi.
Beragamnya Sekte dan Ajaran Khawarij:
Sepanjang sejarahnya, Khawarij terpecah menjadi berbagai sekte dengan ajaran dan praktik yang berbeda-beda. Meskipun mereka memiliki kesamaan dalam penolakan terhadap arbitrase di Shiffin, perbedaan interpretasi dan penafsiran agama menyebabkan munculnya berbagai kelompok, di antaranya:
-
Al-Muhakkimah: Kelompok ini paling keras pendiriannya, menganggap Ali, Mu’awiyah, dan semua yang setuju dengan arbitrase sebagai kafir. Mereka juga menerapkan konsep takfir (menyatakan seseorang sebagai kafir) terhadap mereka yang melakukan dosa besar.
-
Al-‘Ajaridah: Lebih moderat dibandingkan Al-Muhakkimah, kelompok ini memiliki pandangan yang lebih lunak dalam beberapa hal, seperti kewajiban hijrah dan perampasan harta dalam peperangan.
-
Al-Azariqah: Kelompok ini dikenal dengan sikapnya yang sangat radikal. Mereka mengkafirkan Ali dan mereka yang tidak bergabung dengan mereka, bahkan sampai pada titik menganggap Nabi yang diutus Allah sebagai kafir setelah diutus.
-
Al-Najadat: Kelompok ini memiliki pandangan yang unik mengenai taqiyyah (penyamaran identitas keimanan), yang dibolehkan dalam kondisi tertentu.
-
Al-Syafariyah: Pandangan mereka mirip dengan Al-Azariqah, dengan penekanan pada sikap keras dan radikal.
-
Al-Ibadhiyyah: Berbeda dengan sekte-sekte Khawarij lainnya, Al-Ibadhiyyah relatif lebih toleran. Mereka tidak mengkafirkan mereka yang melakukan dosa besar, dan pandangan mereka lebih mendekati aliran Sunni.
Perbedaan-perbedaan ini menunjukkan kompleksitas internal Khawarij dan menunjukkan bahwa mereka bukanlah kelompok monolitik dengan ajaran yang seragam.
Dampak Jangka Panjang:
Meskipun Khawarij mengalami penurunan pengaruh secara politik, dampak ideologis mereka tetap terasa hingga saat ini. Paham takfir, yang menjadi ciri khas beberapa sekte Khawarij, masih digunakan oleh kelompok-kelompok ekstremis kontemporer untuk membenarkan kekerasan dan terorisme. Penggunaan kekerasan atas nama agama, yang menjadi ciri khas Khawarij, menjadi peringatan akan bahaya interpretasi agama yang ekstrem dan pentingnya dialog dan toleransi dalam kehidupan beragama.
Kesimpulan:
Khawarij merupakan bagian penting dari sejarah Islam awal yang memberikan pelajaran berharga mengenai bahaya radikalisme dan interpretasi agama yang sempit. Peristiwa Perang Shiffin dan perpecahan yang terjadi di dalamnya menunjukkan bagaimana perbedaan pendapat dapat berujung pada konflik yang berdarah. Berbagai sekte Khawarij dengan ajaran yang beragam menunjukkan kompleksitas internal kelompok ini dan betapa pentingnya memahami konteks historis dan sosial dalam menafsirkan teks-teks agama. Sejarah Khawarij menjadi pengingat akan pentingnya moderasi, toleransi, dan dialog dalam kehidupan beragama untuk mencegah munculnya kekerasan dan ekstremisme. Pemahaman yang komprehensif mengenai Khawarij tidak hanya penting untuk memahami sejarah Islam, tetapi juga untuk mencegah munculnya paham-paham radikal yang mengancam perdamaian dan stabilitas dunia.