Maulana Malik Ibrahim, yang lebih dikenal sebagai Sunan Gresik, merupakan figur kunci dalam sejarah penyebaran Islam di Nusantara. Sebagai Wali Songo pertama yang menjejakkan kaki di tanah Jawa, kiprahnya yang panjang dan penuh hikmah meninggalkan jejak yang tak terhapuskan dalam perjalanan agama Islam di Indonesia. Lebih dari sekadar penyebar agama, Sunan Gresik adalah seorang negarawan, ulama, dan pejuang sosial yang strategi dakwahnya hingga kini masih relevan dan patut diteladani.
Berbagai sebutan disematkan kepadanya, mulai dari Syekh Maghribi, Maulana Maghribi, hingga Ki Ageng Bantal, yang mencerminkan peran dan pengaruhnya yang besar. Gelar Wali Quthub dan Mursyidul Auliya semakin mengukuhkan posisinya sebagai tokoh spiritual yang berpengaruh dan dihormati. Kehadirannya di Jawa bukan sekadar menandai awal penyebaran Islam, tetapi juga menandai sebuah strategi dakwah yang unik dan efektif, yang mampu merangkul masyarakat Jawa tanpa menimbulkan konflik besar.
Gresik: Titik Awal Penyebaran Cahaya Islam
Perjalanan dakwah Sunan Gresik bermula di Gresik, sebuah pelabuhan penting yang menjadi pintu gerbang perdagangan dan peradaban di Jawa. Di Desa Pesucinan, Kecamatan Manyar, beliau mendirikan sebuah masjid yang tak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah, tetapi juga sebagai pusat pembelajaran dan pengajaran Islam. Strategi dakwahnya yang khas, yaitu pendekatan persuasif dan ramah, menjadi kunci keberhasilannya. Sunan Gresik tidak memaksakan ajaran Islam, melainkan memperkenalkan keindahan dan nilai-nilai luhur ajaran tersebut secara perlahan dan penuh kesabaran. Ia menghormati kepercayaan lokal yang telah ada, dan fokus pada penyampaian pesan-pesan universal tentang kebaikan, keadilan, dan kasih sayang yang terkandung dalam Islam. Kehangatan dan keramahannya berhasil menarik hati banyak penduduk Gresik, yang kemudian memeluk Islam dengan kesadaran penuh.
Perdagangan: Jembatan Dakwah yang Efektif
Keberhasilan awal di Gresik mendorong Sunan Gresik untuk memperluas dakwahnya. Memahami pentingnya jalur perdagangan sebagai media interaksi sosial yang luas, beliau memanfaatkannya sebagai jembatan dakwah. Di Desa Rumo, dekat pelabuhan yang ramai dikunjungi pedagang dari berbagai penjuru, termasuk Persia (Rum), Sunan Gresik berinteraksi dengan beragam lapisan masyarakat. Dari kalangan bangsawan hingga rakyat jelata, semua berkesempatan untuk berinteraksi dan mendengarkan ajaran Islam yang disampaikan dengan bijaksana dan penuh hikmah. Strategi ini terbukti efektif, karena dakwahnya mampu menjangkau berbagai kalangan sosial dan ekonomi, mempercepat proses Islamisasi di Jawa. Keberhasilan ini menunjukkan wawasan Sunan Gresik yang mendalam tentang dinamika sosial dan budaya Jawa, serta kemampuannya beradaptasi dengan lingkungan sekitar.
Mencari Restu di Istana Majapahit: Sebuah Strategi Politik yang Cerdas
Kesadaran akan potensi konflik dengan kerajaan Majapahit, yang saat itu masih bercorak Hindu-Buddha, mendorong Sunan Gresik untuk mengambil langkah strategis. Beliau mengunjungi Kutaraja Majapahit di Trowulan, untuk memohon izin dan sekaligus mengajak raja memeluk Islam. Raja Majapahit pada saat itu, kemungkinan besar adalah Prabu Hayam Wuruk atau Prabu Wikramawardhana, menyambut kedatangan Sunan Gresik dengan baik, meskipun belum bersedia memeluk Islam. Namun, sebagai bentuk penghormatan dan dukungan terhadap kegiatan dakwahnya, raja memberikan sebidang tanah di pinggiran Gresik, yang kini dikenal sebagai Desa Gapura. Langkah ini menunjukkan kejelian Sunan Gresik dalam membaca situasi politik dan memanfaatkannya untuk kepentingan dakwah. Ia memilih pendekatan diplomasi dan negosiasi, bukan konfrontasi, untuk menghindari pertumpahan darah dan memastikan kelancaran dakwahnya.
Gapura: Pusat Pendidikan dan Pelayanan Sosial
Di Desa Gapura, Sunan Gresik mendirikan sebuah pesantren. Pesantren ini bukan sekadar lembaga pendidikan agama, tetapi juga pusat pelatihan kader dakwah yang akan menyebarkan ajaran Islam ke seluruh Nusantara. Pada masa itu, Majapahit tengah menghadapi krisis internal dan ketegangan politik yang menyebabkan penderitaan bagi masyarakat, terutama kaum miskin yang terpinggirkan oleh sistem kasta Hindu. Sunan Gresik tidak hanya berfokus pada dakwah keagamaan, tetapi juga memperhatikan kesejahteraan masyarakat. Beliau mengajarkan teknik pertanian yang lebih produktif, meningkatkan taraf hidup masyarakat, dan memberikan pengobatan gratis bagi mereka yang sakit. Kepedulian sosial ini menjadi daya tarik tersendiri, yang semakin memperkuat daya pikat ajaran Islam di kalangan masyarakat. Dengan demikian, Sunan Gresik berhasil membangun citra positif Islam sebagai agama yang membawa rahmat dan kesejahteraan bagi seluruh umat manusia.
Metode Dakwah yang Holistik dan Humanis
Metode dakwah Sunan Gresik mencerminkan pendekatan yang holistik dan humanis. Ia menekankan pendekatan persuasif dan ramah, menghindari konfrontasi dan kekerasan. Beliau membangun hubungan baik dengan masyarakat, memahami kebutuhan dan aspirasi mereka, dan menyampaikan ajaran Islam dengan cara yang mudah dipahami dan diterima. Selain itu, Sunan Gresik juga aktif berinteraksi dengan kaum muda, membangun komunikasi yang efektif dan membangun pemahaman yang mendalam tentang karakteristik mad’u (orang yang diajak berdakwah). Hal ini menunjukkan kemampuannya dalam beradaptasi dan memilih strategi dakwah yang tepat sesuai dengan konteks sosial dan budaya.
Dakwah melalui pendidikan dan perdagangan juga menjadi strategi kunci Sunan Gresik. Pendirian masjid dan pesantren sebagai pusat pendidikan agama Islam menunjukkan komitmennya dalam membangun generasi penerus yang memahami dan mengamalkan ajaran Islam. Sementara itu, dakwah melalui perdagangan memungkinkannya untuk menjangkau berbagai kalangan masyarakat dan memperkenalkan Islam secara langsung dalam konteks kehidupan sehari-hari. Kepedulian sosial yang ditunjukkan Sunan Gresik, seperti mengajarkan teknik pertanian dan memberikan pengobatan gratis, semakin memperkuat daya tarik ajaran Islam dan mempercepat proses Islamisasi di Jawa.
Warisan Sunan Gresik: Sebuah Pelajaran Berharga
Sunan Gresik wafat di Desa Gapura pada tahun 882 H/1419 M. Makamnya yang terletak di Kampung Gapura, Kota Gresik, hingga kini menjadi tempat ziarah dan penghormatan bagi banyak orang. Inskripsi pada batu nisan makamnya menggambarkan sosok Sunan Gresik sebagai tokoh terhormat, guru bagi para pangeran, penasihat raja dan menteri, dermawan bagi kaum miskin, dan seorang yang gugur syahid dalam perjuangannya. Gelar-gelar dan pujian tersebut mencerminkan jasa dan pengabdiannya yang luar biasa bagi agama dan bangsa.
Perjalanan dakwah Sunan Gresik memberikan pelajaran berharga bagi kita semua. Strategi dakwahnya yang penuh hikmah, pendekatannya yang persuasif dan ramah, serta kepeduliannya terhadap kesejahteraan masyarakat, menjadi contoh teladan bagi para da’i di masa kini. Dalam era globalisasi dan modernisasi ini, pendekatan dakwah yang humanis, inklusif, dan berbasis pada pemahaman konteks sosial budaya masih sangat relevan dan perlu terus dikembangkan. Warisan Sunan Gresik bukan hanya sekadar sejarah masa lalu, tetapi juga inspirasi dan pedoman bagi kita dalam membangun peradaban yang bermartabat dan berlandaskan nilai-nilai luhur agama. Kisah hidupnya menjadi bukti nyata bahwa dakwah yang efektif adalah dakwah yang mampu merangkul, bukan memecah belah, dan dakwah yang berorientasi pada kemaslahatan umat.