Jeddah, Arab Saudi – Menteri Agama Republik Indonesia (Menag RI), Prof. Dr. H.M. Nasaruddin Umar, melakukan kunjungan kerja ke Arab Saudi dan mengadakan pertemuan penting dengan Menteri Haji dan Umrah Kerajaan Arab Saudi, H.E. Tawfiq F. Al Rabiah. Pertemuan yang berlangsung di Jeddah, Rabu (15/1/2025), menghasilkan tiga poin krusial yang difokuskan pada peningkatan layanan dan kenyamanan jemaah haji Indonesia, khususnya bagi mereka yang lanjut usia. Menag Umar menekankan bahwa seluruh pembahasan berpusat pada satu tujuan: mewujudkan penyelenggaraan ibadah haji yang lebih aman, nyaman, dan berkesan bagi seluruh jemaah Indonesia.
Pertemuan tersebut bukan sekadar pertemuan diplomatik biasa, melainkan sebuah upaya proaktif untuk memastikan kesiapan Arab Saudi dalam menghadapi lonjakan jumlah jemaah haji Indonesia, terutama yang masuk kategori lansia. Angka-angka yang disajikan oleh Sistem Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat) menunjukkan realitas di lapangan: lebih dari 42.000 jemaah haji berusia 65 tahun ke atas, ditambah 10.000 kuota prioritas lainnya yang juga dialokasikan untuk kelompok usia lanjut. Jumlah ini menjadi pertimbangan utama dalam negosiasi peningkatan layanan yang diusulkan Menag RI.
1. Peningkatan Kuota Petugas Haji: Rasio yang Lebih Seimbang
Salah satu poin utama yang diusulkan Menag Umar adalah penambahan kuota petugas haji Indonesia. Saat ini, kuota petugas haji hanya berjumlah 2.210 orang, angka yang dinilai jauh dari ideal untuk melayani jumlah jemaah haji yang terus meningkat, khususnya para lansia. Rasio petugas terhadap jemaah yang tidak seimbang menimbulkan kekhawatiran akan kesulitan dalam memberikan pelayanan optimal.
"Kalau kita hanya punya jumlah petugas seperti sekarang, satu pesawat rencananya hanya didampingi tiga petugas kloter (kelompok terbang). Bagaimana mungkin 400 orang atau 300 lebih, hanya dibimbing oleh tiga orang?" ujar Menag Umar dengan nada prihatin. Ia menggambarkan situasi yang dapat terjadi jika jumlah petugas tetap minim, di mana petugas akan kewalahan dalam memberikan pendampingan dan pelayanan kepada jemaah, terutama dalam situasi darurat atau kondisi jemaah yang membutuhkan perhatian khusus.
Permasalahan ini diperparah dengan pembagian gender petugas. Menag Umar menekankan pentingnya memperhatikan aspek kesetaraan gender dalam penugasan petugas, mengingat tidak mungkin petugas laki-laki melayani jemaah perempuan dan sebaliknya. Oleh karena itu, penambahan kuota petugas tidak hanya soal jumlah, tetapi juga memperhatikan aspek gender agar pelayanan dapat diberikan secara efektif dan sensitif. Usulan penambahan kuota ini merupakan langkah strategis untuk memastikan setiap jemaah, terutama lansia, mendapatkan perhatian dan pelayanan yang memadai selama menjalankan ibadah haji.
2. Pembebasan Biaya Masuk Masyair bagi Petugas: Meredakan Beban dan Meningkatkan Fokus Pelayanan
Poin kedua yang dibahas adalah pembebasan biaya masuk Masyair (Arafah-Muzdalifah-Mina) bagi petugas haji Indonesia. Menag Umar melobi Menteri Haji dan Umrah Saudi agar kebijakan pembebasan biaya ini dapat kembali diberlakukan, seperti pada musim haji sebelumnya. "Kami sampaikan itu kalau bisa kita free of charge seperti tahun lalu," kata Imam Besar Masjid Istiqlal tersebut.
Pembebasan biaya ini memiliki implikasi yang signifikan. Dengan terbebasnya dari beban biaya, petugas haji dapat lebih fokus pada tugas utamanya, yaitu memberikan pelayanan terbaik kepada jemaah. Beban finansial yang dihilangkan akan mengurangi potensi konflik kepentingan dan memungkinkan petugas untuk sepenuhnya mengabdikan diri dalam memberikan bimbingan, bantuan, dan dukungan kepada jemaah selama berada di Masyair, yang merupakan fase krusial dalam ibadah haji.
Langkah ini juga mencerminkan komitmen Pemerintah Indonesia dalam memastikan kesejahteraan petugas haji, yang berperan vital dalam kelancaran dan kesuksesan penyelenggaraan ibadah haji bagi seluruh jemaah Indonesia. Pembebasan biaya ini merupakan bentuk apresiasi atas dedikasi dan pengorbanan para petugas haji yang bekerja keras untuk melayani jemaah.
3. Penerapan Skema Tanazul: Mengurai Kepadatan di Mina dan Meningkatkan Kenyamanan Jemaah
Poin ketiga yang diusulkan Menag Umar adalah penerapan skema tanazul. Skema ini memungkinkan jemaah haji yang tinggal di sekitar Jamarat untuk kembali ke hotel selama fase mabit di Mina. Jemaah dapat menjalankan kewajiban mabit di area sekitar Jamarat sebelum kembali ke hotel untuk beristirahat.
Skema tanazul ini diharapkan dapat mengurangi kepadatan di Mina, yang selama ini menjadi salah satu tantangan utama dalam penyelenggaraan ibadah haji. Jumlah jemaah haji Indonesia yang sangat besar membuat kepadatan di Mina menjadi masalah serius yang berpotensi menimbulkan risiko keselamatan dan kenyamanan jemaah. Dengan adanya skema ini, diharapkan kepadatan dapat dikurangi secara signifikan, sehingga jemaah dapat menjalankan ibadah dengan lebih nyaman dan aman.
Penerapan skema tanazul ini merupakan inovasi yang perlu dikaji dan diimplementasikan secara cermat. Koordinasi yang baik antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Arab Saudi sangat penting untuk memastikan keberhasilan implementasi skema ini, termasuk dalam hal pengaturan logistik, transportasi, dan keamanan jemaah. Keberhasilan skema ini akan berdampak positif pada peningkatan kenyamanan dan keselamatan jemaah haji Indonesia.
Apresiasi atas Dukungan Saudi dan Pengakuan Internasional atas Manajemen Haji Indonesia
Dalam pertemuan tersebut, Menag Umar juga menyampaikan apresiasi atas dukungan Pemerintah Arab Saudi dalam merancang program haji yang baik. Ia menekankan bahwa banyak negara mengakui keunggulan manajemen penyelenggaraan haji Indonesia, bahkan beberapa negara datang untuk belajar dari pengalaman Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia telah menjadi rujukan dalam hal manajemen penyelenggaraan haji yang efektif dan efisien.
Pertemuan dengan Menteri Haji dan Umrah Saudi bukan satu-satunya agenda Menag Umar. Ia juga bertemu dengan sejumlah pemangku kepentingan penyedia layanan haji untuk memastikan kesiapan fasilitas bagi jemaah Indonesia. Langkah ini menunjukkan komitmen Menag Umar untuk memastikan seluruh aspek penyelenggaraan haji, mulai dari kebijakan hingga fasilitas, terjamin dengan baik untuk kenyamanan dan keselamatan jemaah Indonesia.
Secara keseluruhan, pertemuan antara Menag RI dan Menteri Haji dan Umrah Saudi menghasilkan kesepakatan yang berpotensi signifikan dalam meningkatkan kualitas layanan haji bagi jemaah Indonesia. Tiga poin utama yang dihasilkan – penambahan kuota petugas, pembebasan biaya masuk Masyair, dan penerapan skema tanazul – merupakan langkah-langkah konkret yang menunjukkan komitmen kedua negara dalam memberikan pelayanan terbaik bagi jemaah haji Indonesia. Keberhasilan implementasi poin-poin tersebut akan menjadi tolok ukur keberhasilan penyelenggaraan ibadah haji tahun ini dan menjadi warisan positif bagi penyelenggaraan ibadah haji di masa mendatang. Semoga upaya ini akan menghasilkan ibadah haji yang lebih khusyuk, aman, dan nyaman bagi seluruh jemaah Indonesia.