Ghasab, dalam konteks hukum Islam, merupakan tindakan koruptif yang melibatkan penguasaan dan pemanfaatan harta benda orang lain tanpa izin. Perbuatan ini bukan sekadar pelanggaran etika, melainkan dosa besar yang berdampak buruk bagi individu pelaku dan tatanan sosial. Lebih dari sekadar kerugian materi, ghasab mengikis rasa keadilan, merusak kepercayaan antarmanusia, dan mengundang murka Ilahi. Pemahaman yang komprehensif tentang ghasab, hukumnya, dan contoh penerapannya dalam kehidupan sehari-hari menjadi krusial untuk membangun masyarakat yang adil dan berintegritas.
Definisi dan Karakteristik Ghasab
Sudirman, dalam karyanya Fiqh Kontemporer (Contemporary Studies of Fiqh), mendefinisikan ghasab sebagai tindakan menguasai harta orang lain secara tidak sah dan terang-terangan. Perbedaannya dengan pencurian (sariqah) terletak pada aspek kerahasiaan; pencurian dilakukan secara sembunyi-sembunyi, sementara ghasab dilakukan secara terbuka dan kasat mata. Ini menunjukkan perbedaan intensitas niat dan tingkat keberanian pelaku. Meskipun demikian, keduanya sama-sama merupakan tindakan haram dan tercela dalam Islam.
Ghasab tidak hanya terbatas pada pengambilan harta secara permanen. Penggunaan barang milik orang lain tanpa izin, meskipun dikembalikan kemudian, juga termasuk dalam kategori ghasab. Namun, terdapat konsekuensi hukum yang berbeda. Jika barang tersebut dikembalikan dalam kondisi rusak, pelaku ghasab wajib menggantinya dengan barang sejenis yang setara kualitas dan nilainya, atau membayar ganti rugi yang setara. Prinsip keadilan menjadi landasan utama dalam penetapan hukum ini; kerugian yang ditimbulkan oleh pelaku harus diganti sepenuhnya. Ini menekankan pentingnya tanggung jawab dan kejujuran dalam setiap transaksi dan interaksi sosial.
Secara fundamental, ghasab merupakan manifestasi dari ketidakadilan yang nyata. Hak individu dirampas tanpa persetujuan, menyebabkan kerugian baik materiil maupun non-materiil. Kerugian non-materiil ini bisa berupa hilangnya kepercayaan, terganggunya hubungan sosial, dan bahkan trauma psikologis bagi korban. Oleh karena itu, Islam menetapkan hukum yang tegas dan komprehensif untuk mencegah dan menindak perbuatan ini.
Hukum Ghasab dalam Perspektif Al-Qur’an dan Hadits
Islam dengan tegas mengharamkan ghasab. Hal ini ditegaskan dalam berbagai ayat Al-Qur’an dan hadits Nabi Muhammad SAW. Buku Panduan Muslim Sehari-hari karya Hamdan Rasyid dan Saiful Hadi El-Sutha menggarisbawahi keharaman ghasab sebagai tindakan yang melanggar hak asasi individu dan merusak keadilan sosial.
Hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim (Muttafaq ‘Alaih) dengan tegas menyatakan, “Barang siapa yang melakukan kezaliman dengan mengambil sejengkal tanah, maka Allah akan menimpakan padanya tujuh lapis bumi pada hari kiamat.” Hadits ini menggambarkan betapa seriusnya Allah memandang tindakan ghasab, bahkan untuk hal sekecil sejengkal tanah. Ini menunjukkan bahwa hukuman bagi pelaku ghasab tidak hanya terbatas pada duniawi, tetapi juga mencakup siksa akhirat yang berat.
Beberapa ayat Al-Qur’an juga secara eksplisit melarang ghasab dan segala bentuk pengambilan harta secara batil. Berikut analisis beberapa ayat tersebut:
-
Surat Al-Baqarah ayat 188: Ayat ini secara tegas melarang memakan harta orang lain dengan cara yang batil dan mengajak untuk menyelesaikan sengketa harta melalui jalur hukum yang benar. Kata "bathil" menekankan ketidakbenaran dan ketidakadilan dari tindakan tersebut. Ayat ini tidak hanya melarang tindakan ghasab itu sendiri, tetapi juga menentang upaya untuk menutup-nutupi atau memanipulasi proses hukum untuk mendapatkan keuntungan secara tidak sah. Ini menunjukkan pentingnya transparansi dan keadilan dalam setiap transaksi.
-
Surat Al-Mutaffifin ayat 1-3: Ayat ini mengutuk keras orang-orang yang curang dalam transaksi, khususnya dalam hal takaran dan timbangan. Mengurangi takaran atau timbangan merupakan bentuk ghasab yang merugikan pihak lain. Ayat ini menggambarkan betapa besarnya kecelakaan (malapetaka) yang akan menimpa mereka yang melakukan kecurangan tersebut. Kecurangan dalam hal takaran dan timbangan bukan hanya merugikan secara materi, tetapi juga merusak kepercayaan dan stabilitas ekonomi masyarakat.
-
Surat An-Nisa ayat 29: Ayat ini menekankan larangan memakan harta sesama dengan cara yang batil, kecuali melalui transaksi jual beli yang sah dan saling ridha. Perbuatan ghasab disamakan dengan tindakan membunuh diri sendiri, yang menunjukkan betapa besarnya dosa yang ditimbulkan. Ini menunjukkan bahwa ghasab bukan hanya merugikan orang lain, tetapi juga merusak diri pelaku sendiri, baik secara spiritual maupun sosial. Kehilangan kepercayaan dan reputasi merupakan konsekuensi yang tak terelakkan bagi pelaku ghasab.
Contoh Ghasab dalam Kehidupan Sehari-hari
Pemahaman tentang ghasab tidak hanya terbatas pada kajian teoritis, tetapi juga harus diimplementasikan dalam kehidupan nyata. Berikut beberapa contoh ghasab yang sering terjadi:
-
Meminjam barang tanpa izin: Meminjam mobil, sepeda motor, buku, atau barang berharga lainnya tanpa izin pemiliknya merupakan bentuk ghasab. Meskipun barang tersebut dikembalikan, tindakan ini tetap dianggap sebagai pelanggaran hak milik. Jika barang tersebut rusak atau hilang selama masa peminjaman, pelaku wajib mengganti kerugian sesuai dengan nilai barang tersebut.
-
Menggunakan fasilitas umum secara tidak bertanggung jawab: Menggunakan fasilitas umum seperti listrik, air, atau internet secara berlebihan tanpa membayar sesuai dengan ketentuan yang berlaku juga termasuk ghasab. Tindakan ini merugikan masyarakat luas dan menunjukkan kurangnya rasa tanggung jawab sosial.
-
Menyalahgunakan wewenang: Pejabat publik yang menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya diri sendiri atau kelompoknya juga termasuk ghasab. Tindakan ini merupakan bentuk korupsi yang sangat merusak dan merugikan negara dan rakyat.
-
Plagiarisme: Menjiplak karya tulis, desain, atau karya seni orang lain tanpa izin dan mengakuinya sebagai karya sendiri merupakan bentuk ghasab intelektual. Tindakan ini merugikan kreator asli dan melanggar hak cipta.
-
Mengambil keuntungan dari kesalahan orang lain: Mengeksploitasi kesalahan atau kelemahan orang lain untuk mendapatkan keuntungan pribadi juga termasuk ghasab. Misalnya, mengambil keuntungan dari ketidaktahuan seseorang dalam transaksi jual beli.
Kesimpulan
Ghasab merupakan perbuatan tercela yang dilarang keras dalam Islam. Perbuatan ini tidak hanya merugikan korban secara materiil dan non-materiil, tetapi juga berdampak buruk bagi pelaku, baik di dunia maupun di akhirat. Pemahaman yang mendalam tentang definisi, hukum, dan contoh ghasab sangat penting untuk membangun masyarakat yang adil, berintegritas, dan bertakwa kepada Allah SWT. Menghindari ghasab dan menegakkan keadilan merupakan tanggung jawab setiap individu muslim untuk mewujudkan kehidupan yang harmonis dan sejahtera. Setiap muslim harus senantiasa menjaga amanah dan menghindari segala bentuk perbuatan yang merugikan orang lain. Menanamkan nilai kejujuran, tanggung jawab, dan keadilan dalam setiap aspek kehidupan merupakan kunci untuk mencegah dan memberantas ghasab serta menciptakan masyarakat yang lebih baik.