Jakarta, 7 Januari 2025 – Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, membongkar sejumlah permasalahan serius yang menghambat kelancaran penyelenggaraan ibadah haji tahun-tahun sebelumnya, termasuk pada musim haji 2023 yang lalu. Dalam rapat bersama Komisi VIII DPR dan pimpinan DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Dasco yang juga menjabat sebagai Ketua Tim Pengawas Haji 2025, mengungkapkan sejumlah kegagalan sistemik yang mengakibatkan jemaah haji Indonesia mengalami kesulitan dan ketidaknyamanan yang seharusnya dapat dihindari.
Pernyataan Dasco ini bukan sekadar kritik umum, melainkan berdasarkan pengalaman langsungnya sebagai jemaah haji pada tahun 2023, serta informasi yang dikumpulkan oleh Tim Pengawas Haji yang dipimpinnya. Ia mengungkapkan kekurangan perencanaan darurat (contingency plan) yang sangat krusial dalam menghadapi berbagai potensi masalah di lapangan. "Kemarin itu tidak dilakukan contingency plan-nya," tegas Dasco. Ia mencontohkan sejumlah permasalahan yang dihadapinya langsung, mulai dari penumpukan jemaah, kamar mandi yang mampet, hingga hilangnya makanan jemaah. "Bagaimana ketika jemaah numpuk, kamar mandi mampet. Bagaimana kemudian makanannya hilang, diambil orang-orang," ungkapnya dengan nada kecewa.
Lebih lanjut, Dasco mengungkapkan permasalahan transportasi yang merupakan masalah klasik yang berulang setiap tahunnya. Keterlambatan kedatangan bus mengakibatkan jemaah harus berjalan kaki dalam jarak yang cukup jauh, sebuah kondisi yang semakin memprihatinkan mengingat tahun 2023 merupakan puncak jumlah jemaah haji Indonesia. "Karena itu, waktu 2023 itu kan puncak jemaah. Bagaimana kemudian busnya nggak datang, harus jalan kaki jauh. Dan macam-macam masalah," jelasnya.
Namun, masalah yang diungkap Dasco tidak hanya terbatas pada infrastruktur dan logistik. Ia juga menyoroti perilaku oknum pembimbing haji yang mengingatkan pada kesenjangan antara tugas dan realitas di lapangan. Dasco menceritakan pengalamannya menemukan banyak pembimbing haji Indonesia yang lebih sibuk berkunjung ke pusat perbelanjaan di Arab Saudi daripada melaksanakan tugas utama mereka membimbing jemaah. "Itu jemaah haji yang harusnya ada pembimbing, pembimbingnya malah sibuk naik haji. Dan saya kalau ke mal, lebih banyak ketemu pembimbing hajinya di situ yang orang Indonesia," ungkapnya dengan nada kecewa. Pernyataan ini menunjukkan adanya potensi penyimpangan tugas dan prioritas yang harus ditelusuri lebih lanjut oleh pihak berwenang.
Kritik Dasco tidak hanya berfokus pada aspek pelayanan di lapangan, melainkan juga menyinggung aspek keuangan. Ia mencurigai adanya potensi mark-up biaya katering yang dapat ditekan jika proses pengadaan dilakukan secara transparan dan efisien. "Jadi saya kemarin juga umrah, itu banyak benar pengusaha katering dapur yang berusaha melobi. Kan ada yang terang-terangan itu. Ngomong fee-nya sekian. Kalau saya lihat-lihat, artinya kalau fee sekian, ternyata biaya makan masih bisa turun banyak," ujarnya. Pernyataan ini menunjukkan adanya indikasi praktik tidak jujur dalam pengelolaan anggaran haji yang merupakan dana dari masyarakat.
Pengungkapan masalah haji oleh Dasco ini menimbulkan beberapa pertanyaan penting yang harus dijawab oleh pemerintah dan lembaga terkait. Pertama, bagaimana penanganan masalah contingency plan yang terlihat lemah dalam mengantisipasi berbagai potensi masalah di lapangan? Kedua, bagaimana memastikan ketersediaan transportasi yang memadai dan tepati waktu untuk menghindari jemaah harus berjalan jauh? Ketiga, bagaimana memperkuat supervisi dan pengawasan terhadap pembimbing haji agar mereka fokus pada tugas utama membimbing jemaah dan tidak terlibat dalam aktivitas lain yang tidak relevan? Keempat, bagaimana melakukan pengawasan yang lebih ketat terhadap proses pengadaan katering untuk mencegah potensi mark-up biaya dan memastikan jemaah mendapatkan makanan yang berkualitas dengan harga yang rasional?
Pernyataan Dasco juga menunjukkan kebutuhan akan reformasi sistemik dalam penyelenggaraan haji. Bukan hanya sekedar penanganan masalah insidentil, melainkan perlu adanya perbaikan sistem yang komprehensif dan berkelanjutan. Hal ini meliputi perencanaan yang matang, pengawasan yang efektif, dan akuntabilitas yang tinggi dari semua pihak yang terlibat.
Lebih jauh, perlu dilakukan investigasi mendalam terhadap tuduhan lobi dan fee dalam pengadaan katering. Transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana haji sangat penting untuk mempertahankan kepercayaan masyarakat. Lembaga antikorupsi dan lembaga pemerintah yang berwenang harus melakukan penyelidikan untuk mengungkap apakah terdapat pelanggaran hukum dan untuk memperoleh keadilan bagi jemaah haji.
Kejadian ini juga menunjukkan betapa pentingnya peran Tim Pengawas Haji dalam memantau dan mengevaluasi pelaksanaan haji. Keberadaan tim ini harus diperkuat dengan otoritas dan sumber daya yang memadai untuk melaksanakan tugasnya secara efektif. Laporan dan rekomendasi dari Tim Pengawas Haji harus dijadikan sebagai acuan bagi pemerintah dalam melakukan perbaikan dan peningkatan pelayanan haji di tahun-tahun mendatang.
Kesimpulannya, pengungkapan masalah haji oleh Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad merupakan suatu peringatan serius bagi semua pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan haji. Permasalahan yang diungkap bukanlah masalah kecil yang dapat diabaikan, melainkan masalah sistemik yang memerlukan perhatian dan tindakan yang komprehensif dan berkelanjutan. Perbaikan sistem dan peningkatan akuntabilitas merupakan kunci untuk memastikan jemaah haji Indonesia dapat menjalankan ibadah haji dengan nyaman dan khusyuk tanpa harus dihadapkan pada berbagai kendala dan kesulitan. Kepercayaan masyarakat terhadap penyelenggaraan haji harus dipertahankan dan diperkuat melalui transparansi, akuntabilitas, dan komitmen untuk memberikan pelayanan yang prima bagi jemaah.