Masjid Raya Al-Azhom, dengan lima kubahnya yang menjulang gagah, bukan sekadar tempat ibadah; ia adalah ikon Kota Tangerang, sebuah monumen spiritual yang merefleksikan perkembangan kota dan sekaligus menjadi destinasi wisata religi yang signifikan. Kemegahan arsitekturnya, dipadukan dengan program-program keagamaan dan sosial yang inklusif, menjadikan masjid ini lebih dari sekadar bangunan, melainkan jantung spiritual dan pusat kegiatan masyarakat.
Sejarah pembangunan Masjid Raya Al-Azhom tak lepas dari konteks pemekaran wilayah Kota Tangerang. Berlandaskan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1993, gagasan pembangunannya digagas oleh Walikota Tangerang saat itu, Dr. H. Djakaria Machmud. Peletakan batu pertama pada 7 Juli 1997, bertepatan dengan hari kelahiran Presiden Soeharto, menandai dimulainya proyek ambisius ini. Langkah awal pembangunan masjid ini ditandai dengan proses konsultasi yang inklusif. Djakaria Machmud secara aktif melibatkan tokoh agama, ulama, dan tokoh masyarakat dalam serangkaian diskusi, guna memastikan masjid ini benar-benar berfungsi sebagai pusat ibadah, dakwah, dan kegiatan sosial yang responsif terhadap kebutuhan masyarakat.
Nama "Al-Azhom," yang berarti "agung" atau "besar" dalam bahasa Arab, dipilih secara cermat dari lebih dari 300 usulan nama. Proses seleksi yang panjang dan teliti, sebagaimana dijelaskan oleh Drs. H. Muhammad Adli Muslim, Sekretariat Masjid Raya Al-Azhom, menunjukkan komitmen untuk memberikan nama yang tepat dan mencerminkan makna dan skala masjid ini. Dari 300 usulan, proses penyaringan bertahap dilakukan hingga tersisa empat nama, sebelum akhirnya "Al-Azhom" terpilih sebagai nama yang paling representatif.
Desain arsitektur Masjid Raya Al-Azhom merupakan perpaduan inspiratif dari berbagai masjid terkenal dunia. Kehadiran lima kubah besar, misalnya, bukan sekadar unsur estetika, melainkan mengandung filosofi yang mendalam. Ustadz Adli menjelaskan bahwa lima kubah tersebut melambangkan kelima sila dalam Pancasila dan ajaran Islam sebagai landasan utama. Empat menara yang menopang kubah-kubah tersebut, dimaknai sebagai representasi dari empat pilar penting dalam Islam: akidah, syariah, akhlak, dan bahasa. Klaim mengenai kubah terbesar di Asia Tenggara atau bahkan dunia, menurut Ustadz Adli, perlu dikaji lebih lanjut dan memerlukan verifikasi data yang komprehensif. Meskipun demikian, skala dan kemegahan kubah-kubah tersebut tak dapat dipungkiri.
Lebih lanjut, empat dari lima kubah tersebut dihiasi kaligrafi ayat-ayat Al-Qur’an yang indah dan artistik. Setiap kubah menampilkan ayat-ayat pilihan dari berbagai surah, seperti Surah An-Nur, Al-Baqarah, At-Taubah, An-Nahl, Ali-Imran, An-Nisa, Al-An’am, Al-Bayyinah, Ar-Rum, Al-Anbiya, Al-Fath, dan Lukman. Susunan ayat-ayat tersebut, yang disusun dalam tiga baris dan diakhiri dengan Asmaul Husna pada baris keempat, menambah nilai spiritual dan estetika bangunan.
Masjid Raya Al-Azhom berdiri megah di atas lahan seluas 2,5 hektare. Kapasitasnya yang luar biasa mampu menampung hingga 9.000 jamaah di dalam ruangan dan mencapai 19.000 jamaah jika area luar juga diikutsertakan. Pada hari-hari raya besar seperti Idul Fitri dan Idul Adha, jumlah jamaah bahkan bisa mencapai angka fantastis, 25.000 hingga 40.000 orang, memanfaatkan seluruh area masjid yang luas.
Inspirasi desain Masjid Nabawi, khususnya penggunaan payung raksasa, juga terlihat jelas dalam arsitektur Masjid Raya Al-Azhom. Payung-payung tersebut, yang dibangun pada Oktober 2023 atas inisiatif Wali Kota Arief Wismansyah dan didesain oleh Prof. Dr. Ir. Selamet Hiro Sanjaya dari ITB, menambah keindahan dan fungsionalitas masjid, memberikan perlindungan dari terik matahari dan hujan bagi para jamaah.
Selain arsitektur yang memukau, Masjid Raya Al-Azhom juga dikenal dengan program-program keagamaan dan sosialnya yang beragam dan inklusif. Kegiatan pengajian rutin setiap hari, dengan tema yang bervariasi, menarik banyak jamaah. Ruangan masjid seringkali penuh sesak, bahkan hingga ke area luar, menunjukkan tingginya antusiasme masyarakat untuk mengikuti kegiatan keagamaan di masjid ini.
Salah satu program unggulan adalah Galeri Islam, yang dibuka pada tahun 2016. Awalnya berfungsi sebagai tempat pengajian, kini galeri ini telah bertransformasi menjadi pusat baca dan pembelajaran Islam. Program pengajian untuk tuna rungu, yang telah berjalan selama satu tahun di bawah naungan MTTI (Majelis Taklim Tuna Rungu Indonesia), menunjukkan komitmen masjid untuk menjangkau dan melayani seluruh lapisan masyarakat, termasuk penyandang disabilitas. Ustadz Adli mengungkapkan kekagumannya terhadap semangat belajar para peserta pengajian tuna rungu, yang menurutnya patut menjadi teladan bagi mereka yang lebih mampu.
Masjid Raya Al-Azhom juga rutin menyelenggarakan acara-acara besar, seperti menghadirkan penceramah ternama seperti Hanan Attaki dan Buya Yahya, serta Festival Al-Azhom tahunan. Keberadaan tujuh imam tetap yang bertugas secara bergilir, dengan mayoritas merupakan hafidz Al-Qur’an, menjamin kualitas ibadah dan pengajian di masjid ini.
Fasilitas pendukung lainnya yang lengkap, seperti area parkir yang luas dan lokasi yang strategis dekat dengan pusat pemerintahan Kota Tangerang, juga menjadi daya tarik tersendiri bagi para pengunjung. Keberadaan berbagai pilihan kuliner di sekitar masjid menambah kenyamanan bagi para jamaah dan pengunjung.
Testimoni dari para pengunjung, seperti Hasna, menunjukkan apresiasi terhadap kenyamanan, kebersihan, dan berbagai kegiatan yang diselenggarakan di Masjid Raya Al-Azhom. Kebersihan yang terjaga, luasnya area masjid, dan berbagai acara yang menarik menjadi faktor utama yang membuat mereka merasa nyaman dan betah berlama-lama di masjid ini.
Kesimpulannya, Masjid Raya Al-Azhom bukan hanya sebuah masjid megah dengan arsitektur yang mengagumkan, tetapi juga sebuah pusat kegiatan keagamaan dan sosial yang dinamis dan inklusif. Ia merupakan simbol kebanggaan Kota Tangerang, merupakan perpaduan harmonis antara keindahan arsitektur Islam kontemporer dengan fungsi sosial dan keagamaan yang responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Keberadaannya menjadi bukti nyata komitmen untuk membangun masyarakat yang religius, beradab, dan berdaya.