Jakarta – Manusia, dengan segala kompleksitasnya, kerap kali bergelut dengan godaan hawa nafsu. Dalam konteks keislaman, pengendalian diri menjadi kunci penting untuk menghindari perilaku yang merugikan diri sendiri dan lingkungan sekitar. Riyadhah, sebuah praktik spiritual yang telah lama dijalankan oleh para sufi, menawarkan sebuah metode efektif untuk menghancurkan hawa nafsu dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Namun, apa sebenarnya riyadhah itu? Dan bagaimana tahapannya dalam menundukkan gejolak batiniah? Artikel ini akan mengupas tuntas praktik spiritual yang sarat makna ini.
Memahami Esensi Riyadhah: Latihan Jiwa Menuju Kesucian
Riyadhah, menurut buku "Ilmu Tasawuf" karya Samsul Munir Amin, bukan sekadar latihan fisik, melainkan latihan kejiwaan yang intensif. Ia merupakan proses disiplin diri untuk membiasakan diri menjauhi segala hal yang dapat mencemari kesucian jiwa. Lebih jauh, riyadhah diartikan sebagai proses internalisasi nilai-nilai luhur dan pembiasaan diri untuk meninggalkan sifat-sifat tercela. Para sufi memandang riyadhah sebagai metode pendidikan akhlak dan terapi penyembuhan penyakit hati, sebuah proses pemurnian jiwa yang mendalam.
Hefdon Assawqi, dalam karyanya "Pendidikan Akhlaqul Karimah Perspektif Ilmu Tasawuf," menekankan pentingnya mujahadah atau kesungguhan dalam menjalankan riyadhah. Tanpa komitmen dan usaha keras, proses pemurnian jiwa ini akan sulit tercapai. Riyadhah menuntut dedikasi dan ketekunan yang tinggi dalam melawan hawa nafsu dan membina akhlak mulia.
Tingkatan Riyadhah: Perjalanan Spiritual Menuju Kesempurnaan
Ibnu Qayyim al-Jauziyah, dalam kitabnya "Madarijus Salikin" (yang diterjemahkan oleh Kathur Suhari), mengklasifikasikan riyadhah ke dalam tiga tingkatan, masing-masing dengan karakteristik dan tantangan tersendiri:
-
Riyadhah Orang Awam: Tingkat awal ini berfokus pada pembentukan akhlak yang mulia melalui pemahaman dan pengamalan ilmu agama. Ibnu Qayyim menjabarkan tiga pilar utama: mendidik akhlak dengan ilmu, membersihkan amal dengan keikhlasan, dan memperbanyak hak dalam muamalah (interaksi sosial).
-
Mendidik akhlak dengan ilmu: Proses ini menekankan pentingnya pemahaman mendalam terhadap ajaran Islam sebagai landasan berperilaku. Setiap tindakan harus selaras dengan syariat dan nilai-nilai keislaman.
-
Membersihkan amal dengan keikhlasan: Amalan yang dilakukan harus dibebaskan dari segala bentuk riya’ (pamer) atau kepentingan duniawi. Keikhlasan semata-mata untuk mencari ridha Allah SWT menjadi esensi utama.
-
Memperbanyak hak dalam muamalah: Ini menuntut keadilan dan kejujuran dalam segala interaksi sosial. Memberikan hak Allah SWT dan hak sesama manusia secara sempurna merupakan kewajiban yang harus dipenuhi.
Bagi mereka yang berada di tingkatan ini, kesulitan dalam menjalankan ketiga pilar tersebut merupakan bagian dari proses riyadhah. Seiring berjalannya waktu, ketiga hal tersebut akan terinternalisasi dan menjadi bagian integral dari kepribadian. Motivasi utama pada tahap ini seringkali masih terikat pada pahala dan imbalan duniawi sebagai pendorong untuk beribadah.
-
-
Riyadhah Orang Khusus: Tingkatan ini menuntut komitmen yang lebih tinggi. Para pelaku riyadhah pada tahap ini fokus pada pencegahan perpisahan hati dari Allah SWT, terus menerus mencari ilmu dan pengembangan diri, serta tidak berpuas diri dengan pencapaian yang telah diraih.
-
Mencegah perpisahan: Hati senantiasa terikat kepada Allah SWT, tanpa teralihkan oleh hal-hal duniawi. Keterikatan ini membutuhkan konsentrasi dan fokus spiritual yang mendalam.
-
Tidak menoleh ke tahapan yang telah dilalui: Sikap rendah hati dan haus akan ilmu menjadi ciri khas tahap ini. Mereka tidak merasa cukup dengan ilmu yang telah dimiliki dan terus berupaya untuk menambah pengetahuan dan pemahaman keagamaan.
-
Pada tahap ini, motivasi untuk beribadah sudah mulai bergeser dari imbalan duniawi menuju ketaatan dan kecintaan yang tulus kepada Allah SWT.
-
-
Riyadhah Orang Istimewa: Ini merupakan tingkatan tertinggi, dimana para pelaku riyadhah telah mencapai tingkat kesempurnaan spiritual yang luar biasa. Mereka membebaskan diri dari segala bentuk keterikatan duniawi, mencapai penyatuan dengan dzat Allah SWT, dan menolak segala bentuk penentangan terhadap kehendak-Nya.
-
Membebaskan kesaksian: Bebas dari segala bentuk keterikatan dan pandangan selain Allah SWT. Fokus sepenuhnya tertuju kepada-Nya.
-
Naik ke tingkat penyatuan: Mencapai kesatuan batiniah dengan Allah SWT, sebuah pengalaman spiritual yang mendalam dan transendental.
-
Menolak penentangan: Ketaatan mutlak kepada kehendak Allah SWT, tanpa keraguan dan penolakan.
Pada tahap ini, pahala dan imbalan duniawi sudah tidak lagi menjadi pertimbangan. Segala tindakan dilakukan semata-mata untuk mencari ridha Allah SWT.
-
Empat Tahapan Riyadhah Mengatasi Hawa Nafsu Menurut Imam Al-Ghazali
Imam Al-Ghazali, dalam kitabnya "Ihya’ Ulumuddin," menawarkan empat jalan riyadhah untuk menghancurkan hawa nafsu, khususnya dalam konteks pengendalian nafsu makan. Penjelasan ini, yang dikutip dari situs NU Online, memberikan gambaran praktis tentang bagaimana riyadhah dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari:
-
Menguranginya Secara Bertahap: Proses ini menekankan pentingnya mengurangi konsumsi makanan secara bertahap dan terukur. Misalnya, jika biasanya mengonsumsi tiga roti besar setiap hari, kurangi sedikit demi sedikit, misalnya sepersepuluh roti setiap bulannya, kemudian ditingkatkan secara bertahap. Ini bertujuan untuk melatih tubuh beradaptasi dan mengurangi ketergantungan pada makanan berlebih.
-
Latihan Setiap Hari: Tahap ini menuntut konsistensi dan disiplin diri. Melatih diri untuk makan dengan porsi yang lebih sedikit setiap hari, misalnya dengan membatasi jumlah suapan, merupakan bagian penting dari proses ini. Ini menuntut kesabaran dan ketekunan yang tinggi.
-
Kembali Mengukur Ukuran: Setelah beberapa waktu menjalankan latihan, lakukan evaluasi kembali terhadap porsi makan. Apakah porsi tersebut sudah cukup atau masih perlu penyesuaian. Ini penting untuk memastikan bahwa proses pengurangan porsi makan dilakukan secara bijak dan tidak merugikan kesehatan.
-
Menambahkan sampai Dirasa Baik: Tahap terakhir ini menekankan pentingnya keseimbangan. Setelah mencapai tingkat tertentu, penambahan porsi makan dapat dilakukan secara bertahap, sampai mencapai titik yang dirasa cukup dan sehat bagi tubuh. Ini bukan berarti kembali ke pola makan lama, tetapi mencapai keseimbangan antara kebutuhan tubuh dan pengendalian nafsu. Prinsip ini sejalan dengan ajaran Al-Quran yang menganjurkan untuk makan dan minum secukupnya, tanpa berlebihan (QS Al-A’raf: 31).
Kunci Sukses Menerapkan Riyadhah: Takhalli, Tahalli, dan Tajalli
Badrudin, dalam buku "Pengantar Ilmu Tasawuf," menekankan pentingnya pasrah, penerimaan ikhlas, dan lapang dada atas segala karunia Allah SWT sebagai kunci sukses dalam menjalankan riyadhah. Lebih lanjut, tiga elemen kunci ini perlu diperhatikan:
-
Takhalli: Artinya membersihkan diri dari sifat-sifat tercela. Proses ini membutuhkan kesadaran diri, tobat yang tulus, dan komitmen untuk memperbaiki diri secara berkelanjutan.
-
Tahalli: Artinya mengisi diri dengan sifat-sifat terpuji. Ini dapat dilakukan melalui berbagai amalan ibadah, seperti zikir, salat sunnah, dan amal saleh lainnya.
-
Tajalli: Artinya penampakan Allah SWT dalam kehidupan batiniah. Ini merupakan puncak dari perjalanan spiritual, dimana individu merasakan kehadiran dan kasih sayang Allah SWT secara langsung.
Riyadhah, dengan segala tahapan dan tantangannya, merupakan perjalanan spiritual yang menuntut komitmen dan ketekunan yang tinggi. Namun, hasilnya berupa pengendalian diri, penyucian jiwa, dan kedekatan dengan Allah SWT, merupakan ganjaran yang tak ternilai harganya. Semoga uraian di atas dapat memberikan pemahaman yang lebih komprehensif tentang riyadhah dan manfaatnya dalam kehidupan seorang muslim.