Jakarta – Kehidupan manusia di dunia ini senantiasa diwarnai oleh pencarian akan keridaan Ilahi. Dalam ajaran Islam, keridaan Allah SWT merupakan tujuan utama bagi setiap muslim. Bagaimana cara meraihnya? Hadits shahih dari Rasulullah SAW memberikan petunjuk yang terang benderang, menguraikan tiga kunci utama yang membuka pintu ridha Allah, sekaligus tiga hal yang mendatangkan murka-Nya. Pemahaman yang mendalam terhadap hal ini menjadi sangat krusial dalam perjalanan spiritual setiap individu.
Hadits riwayat Abu Hurairah RA, yang termaktub dalam Shahih Bukhari, mengungkapkan tiga perkara yang mendatangkan keridaan Allah SWT. Redaksi hadits tersebut, yang telah dikaji dan dinilai shahih oleh para ulama, berbunyi: "Sesungguhnya Allah telah meridhai bagimu tiga hal dan membenci tiga hal bagimu. Tiga hal yang diridhai Allah bagimu adalah menyembah-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun, berpegang teguh pada agama Allah, dan saling memberi nasihat kepada pemimpin yang Allah jadikan pimpinan bagimu. Tiga hal yang Allah membenci bagimu yaitu banyak bicara, banyak bertanya, dan menyia-nyiakan harta." (HR Bukhari).
Hadits ini, dengan redaksi yang ringkas namun sarat makna, mengarahkan kita pada tiga pilar utama dalam meraih ridha Allah. Mari kita telaah satu per satu:
1. Mentauhidkan Allah SWT dan Menjauhi Syirik: Ini merupakan pondasi utama dalam Islam. Menyembah Allah SWT dengan ikhlas, tanpa menyekutukan-Nya dengan apapun, merupakan inti dari ketauhidan. Syirik, yakni mempersekutukan Allah dengan sesuatu apapun, merupakan dosa terbesar dalam Islam dan merupakan penghalang utama bagi tercapainya ridha Ilahi. Ketauhidan ini bukan hanya sebatas pengakuan lisan, melainkan harus diwujudkan dalam seluruh aspek kehidupan, dari ibadah ritual hingga perilaku sehari-hari. Keikhlasan dalam beribadah, kepatuhan pada perintah-Nya, dan ketaatan dalam menjauhi larangan-Nya menjadi manifestasi nyata dari ketauhidan yang sejati. Ini menuntut konsistensi dan komitmen yang tinggi dari seorang muslim dalam menjalani kehidupannya.
2. Berpegang Teguh pada Agama Allah (Ukhuwah Islamiyah): Ayat ini menekankan pentingnya persatuan dan kesatuan di antara umat Islam. "Berpegang teguh pada agama Allah" merujuk pada ukhuwah Islamiyah, persaudaraan dalam Islam yang kokoh dan erat. Ini bukan sekadar hubungan sosial biasa, melainkan ikatan yang diikat oleh aqidah yang sama, yaitu keimanan kepada Allah SWT dan Rasul-Nya. Ukhuwah Islamiyah menuntut adanya saling tolong-menolong, saling membantu, dan saling mendukung di antara sesama muslim, terlepas dari perbedaan suku, ras, atau latar belakang sosial. Persatuan ini menjadi benteng pertahanan yang kokoh bagi umat Islam dalam menghadapi berbagai tantangan dan cobaan. Keutuhan umat Islam menjadi cerminan dari ketaatan dan keimanan yang sejati. Keragaman yang ada di dalam umat Islam justru harus menjadi kekuatan, bukan kelemahan. Saling menghargai dan menghormati perbedaan menjadi kunci utama dalam membangun ukhuwah Islamiyah yang kuat dan harmonis.
3. Saling Memberi Nasihat kepada Pimpinan: Ayat ini menekankan pentingnya peran serta umat Islam dalam memberikan nasihat dan masukan kepada para pemimpin. Nasihat yang dimaksud bukanlah kritik yang destruktif atau upaya untuk menjatuhkan pemimpin, melainkan saran dan masukan yang membangun, bertujuan untuk kebaikan dan kemajuan umat. Nasihat ini harus disampaikan dengan bijak, sopan, dan penuh hikmah, dengan tetap menjaga adab dan etika. Para pemimpin, sebagai pemegang amanah, harus senantiasa terbuka terhadap kritik dan saran yang konstruktif dari rakyatnya. Saling memberi nasihat ini merupakan manifestasi dari tanggung jawab bersama dalam membangun masyarakat yang adil, makmur, dan bermartabat. Ini juga menunjukkan pentingnya partisipasi aktif setiap individu dalam proses pengambilan keputusan dan pembangunan bangsa. Umat Islam didorong untuk berperan aktif dalam memberikan masukan yang membangun kepada para pemimpin, sehingga tercipta sinergi yang positif antara pemimpin dan rakyat.
Hadits riwayat Muslim, dengan redaksi yang sedikit berbeda, menguatkan makna hadits di atas. Perbedaan redaksi tersebut tidak mengurangi substansi makna, melainkan hanya sedikit perbedaan dalam penyampaiannya. Keduanya sama-sama menekankan pentingnya tiga hal tersebut dalam meraih ridha Allah SWT.
Selain tiga hal tersebut, teks juga menyinggung pentingnya ridha orang tua sebagai salah satu faktor penentu ridha Allah SWT. Hadits riwayat Abdullah bin ‘Amru RA yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, Al Hakim, dan ath-Thabrani menyebutkan: "Ridha Allah tergantung pada ridha orang tua dan murka Allah tergantung pada murka orang tua." Hadits ini menunjukkan betapa pentingnya berbakti kepada orang tua, menghormati mereka, dan senantiasa menjaga hubungan baik dengan mereka. Ketaatan kepada orang tua merupakan salah satu bentuk ibadah kepada Allah SWT. Keutamaan berbakti kepada orang tua juga ditegaskan dalam hadits-hadits lain, seperti hadits riwayat Abu Abdurrahman Abdullah bin Mas’ud RA yang terdapat dalam Riyadhus Shalihin karya Imam an-Nawawi. Hadits ini bahkan menempatkan berbakti kepada orang tua sebagai amal yang sangat dicintai Allah SWT, setelah menunaikan shalat pada waktunya dan berjihad di jalan Allah.
Kesimpulannya, meraih ridha Allah SWT bukanlah hal yang mudah, melainkan membutuhkan usaha dan perjuangan yang konsisten. Tiga kunci utama yang telah dijelaskan dalam hadits shahih, yaitu mentauhidkan Allah SWT, berpegang teguh pada agama Allah (ukhuwah Islamiyah), dan saling memberi nasihat kepada pimpinan, merupakan pedoman yang sangat berharga dalam perjalanan spiritual setiap muslim. Selain itu, berbakti kepada orang tua juga merupakan faktor penting yang turut menentukan ridha Allah SWT. Dengan memahami dan mengamalkan ajaran-ajaran tersebut, semoga kita senantiasa berada dalam ridha Allah SWT, baik di dunia maupun di akhirat. Semoga uraian ini dapat memberikan pencerahan dan pemahaman yang lebih mendalam bagi pembaca dalam memahami jalan menuju keridaan Ilahi.