Jakarta, 30 Desember 2024 – Usulan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 2025 sebesar Rp93,3 juta yang terdiri dari Bipih (Biaya Perjalanan Ibadah Haji) Rp65,3 juta dan nilai manfaat Rp28 juta, menuai perdebatan. Wakil Menteri Agama (Wamenag), Romo H. R. Muhammad Syafi’i, membuka peluang penurunan angka tersebut di bawah usulan Kementerian Agama (Kemenag). Pernyataan ini disampaikannya dalam rapat kerja bersama Komisi VIII DPR RI yang disiarkan secara daring.
Usulan komposisi BPIH 2025 dengan porsi Bipih 70% dan nilai manfaat 30% dinilai masih dapat dinegosiasikan. Wamenag menekankan bahwa formula tersebut tidak diatur dalam undang-undang, sehingga kemungkinan mempertahankan komposisi Bipih 60% dan nilai manfaat 40% seperti tahun 2024 masih terbuka lebar. "Itu kan bisa selesai ketika komponennya bisa kita pertahankan 60:40, karena perubahan 60:40 ke 70:30 ini gak diatur oleh undang-undang," tegas Romo Syafi’i.
Pernyataan Wamenag ini memberikan angin segar bagi calon jemaah haji yang berharap adanya penurunan biaya. Angka Rp93,3 juta, meskipun sudah mempertimbangkan berbagai faktor, masih dianggap memberatkan sebagian besar masyarakat. Oleh karena itu, upaya untuk menekan biaya operasional haji terus dilakukan secara intensif oleh pemerintah.
Salah satu upaya yang tengah digencarkan adalah negosiasi penurunan harga avtur (avtur) untuk penerbangan haji. "Ada upaya dari Bapak Presiden untuk meminta kepada Pertamina menurunkan keuntungan avtur khusus untuk pemberangkatan haji dan ini kemudian berkaitan dengan Garuda karena itu bisa menurunkan ongkos haji," ungkap Wamenag. Penurunan harga avtur ini diharapkan dapat secara signifikan mengurangi biaya transportasi, yang merupakan salah satu komponen terbesar dalam BPIH.
Lebih jauh, Wamenag memaparkan hasil kajian sederhana yang telah dilakukannya bersama para ahli di bidang haji. Kajian tersebut menunjukkan potensi penurunan BPIH 2025 hingga mencapai angka Rp87 juta. "Saya dengan beberapa orang yang paham tentang haji malah sudah membuat kajian sederhana, rasionalisasi BPIH 2025 bahkan bisa mencapai Rp87 juta. Artinya untuk menjadi guidance bagi kita untuk membahas penurunan ongkos haji tahun 2025 ini, karena ini masih bisa kita dalami lagi menurut saya, banyak unsur-unsur yang masih bisa kita tekan," jelasnya.
Potensi penurunan biaya juga dilihat dari sektor lain, khususnya biaya selama jemaah berada di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna). Wamenag menyatakan bahwa masih terdapat ruang untuk menekan biaya di sektor ini. "Di Armuzna misalnya, itu kan bukan rahasia lagi. Itu masih bisa turun itu sampai 16 ya sekian, gak usah sampai 17 karena ada sesuatu yang kemarin terbuka tapi gak cocok saya sampaikan di rapat ini. Itu kemudian bisa menjadi faktor penurunan biaya haji," ujarnya, tanpa merinci lebih lanjut detail temuan yang dimaksud. Kerahasiaan informasi ini diduga berkaitan dengan strategi negosiasi yang sedang berlangsung.
Namun, Wamenag juga mengakui bahwa angka usulan BPIH Rp93,3 juta merupakan hasil perhitungan yang telah mempertimbangkan berbagai aspek dan telah melalui proses pembahasan yang cukup panjang. Ia menekankan pentingnya koordinasi dan kolaborasi yang baik antara pemerintah dan DPR dalam menentukan angka final BPIH 2025.
"Kalau dari awal kita sudah kasih turun kayaknya DPR tinggal amin saja, kita kan gak enak juga itu. Kita maunya sama-sama top ini, antara pemerintah dengan DPR jadi turunnya 20.000 dulu karena kami yakin di sini bisa turun sampai 11 juta gitu loh," ungkap Wamenag, menunjukkan strategi komunikasi yang bertujuan mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan antara eksekutif dan legislatif. Ia ingin memastikan bahwa penurunan biaya haji bukan hanya inisiatif pemerintah semata, tetapi juga hasil kesepakatan bersama DPR, sehingga tercipta rasa kepemilikan dan transparansi dalam proses pengambilan keputusan.
"Tapi di luar nanti yang dengar yang top itu bukan hanya Menteri Agamanya tapi juga Komisi VIII. Kita (Kemenag dan DPR) mau top sama-sama," tandasnya. Pernyataan ini menegaskan komitmen Wamenag untuk menjaga harmoni dan sinergi antara Kemenag dan DPR dalam upaya menurunkan biaya haji sekaligus menjaga reputasi kedua lembaga tersebut.
Pernyataan Wamenag ini menimbulkan beberapa pertanyaan penting. Pertama, apa saja detail kajian sederhana yang menghasilkan potensi penurunan BPIH hingga Rp87 juta? Rincian kajian ini perlu dipublikasikan untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pemerintah. Kedua, apa sebenarnya "sesuatu yang kemarin terbuka" yang dapat menekan biaya Armuzna? Kejelasan informasi ini penting untuk memastikan bahwa penurunan biaya tidak mengorbankan kualitas pelayanan kepada jemaah haji. Ketiga, bagaimana mekanisme negosiasi dengan Pertamina dan Garuda Indonesia untuk menurunkan harga avtur dan biaya penerbangan? Transparansi dalam proses negosiasi ini akan memperkuat kepercayaan publik terhadap upaya pemerintah dalam menekan biaya haji.
Secara keseluruhan, pernyataan Wamenag memberikan harapan baru bagi calon jemaah haji. Namun, realisasi penurunan BPIH 2025 masih bergantung pada keberhasilan negosiasi dan rasionalisasi biaya di berbagai sektor. Transparansi dan keterbukaan informasi dari pemerintah sangat penting untuk membangun kepercayaan publik dan memastikan bahwa penurunan biaya haji dilakukan secara efektif dan efisien tanpa mengorbankan kualitas pelayanan. Proses pembahasan BPIH 2025 ke depan perlu dikawal ketat oleh DPR dan masyarakat agar tercipta keadilan dan kepastian bagi calon jemaah haji. Keberhasilan menurunkan BPIH 2025 akan menjadi bukti nyata komitmen pemerintah dalam memberikan kemudahan akses ibadah haji bagi seluruh rakyat Indonesia.