Jakarta – Di tengah hiruk-pikuk kehidupan modern, pencarian spiritualitas tetap menjadi hal yang fundamental bagi banyak individu. Bagi umat Muslim, selain menjalankan ibadah wajib seperti sholat, membaca Al-Qur’an, berdzikir, dan bersholawat, apresiasi terhadap karya sastra Islami, seperti puisi religi, dapat menjadi media alternatif untuk memperkaya keimanan dan merenungkan makna kehidupan. Meskipun tidak memiliki kedudukan yang setara dengan Al-Qur’an, puisi Islami yang bernuansa positif dan tidak bertentangan dengan ajaran agama dapat menjadi sumber inspirasi dan penguatan spiritual. Berikut ini adalah enam puisi religi Islami yang diambil dari buku Kumpulan Puisi Islami karya Hilmi Rosshi Wijaya, yang menawarkan renungan mendalam tentang berbagai aspek kehidupan beriman:
1. "Tempat yang Hanya Milik-Mu" oleh Irfa Erfianah: Puisi ini menggambarkan kerinduan mendalam akan kehadiran Tuhan sebagai tempat berlindung dan pengampunan. Bait-baitnya melukiskan kelemahan dan ketidaksempurnaan diri penyair, yang hanya menemukan kedamaian dan penerimaan sejati di sisi-Nya. Ungkapan "Bukan kepalsuan yang ku mau/Bukan kesemuan yang ku butuhkan/Hanya sebuah tempat/Yang bisa terima hinanya aku" mengungkapkan kerentanan manusia dan pencarian akan tempat bergantung yang sejati, di luar segala bentuk kepura-puraan duniawi. Penggunaan metafora "tempat terindah yang hanya Milik-Mu" menunjukkan kerinduan akan surgawi dan kasih sayang Ilahi yang tak terbatas. Bait terakhir, "Wahai Dzat Penggenggam Jiwa/Jiwa-jiwa hidup dan jiwa-jiwa mati/Merindu-Mu dalam lembar penghambaan/Berharap diterima di tempat yang hanya Milik-Mu," menyatakan pengakuan totalitas dan penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Puisi ini menawarkan refleksi yang mendalam tentang hubungan manusia dengan Sang Pencipta, menekankan pentingnya ketulusan dan penyerahan diri dalam mencapai kedamaian batin.
2. "Wanita Shaleha" oleh Andi Darfawati dan Andi Umrah: Puisi ini melukiskan potret ideal seorang wanita muslimah yang salehah, bukan hanya dari segi penampilan fisik, tetapi lebih menekankan pada akhlak dan ketaatannya kepada agama. Deskripsi "Senyumnya…Bagaikan tanda kelembutan tutur katanya/Dihiasi dengan wajah yang berseri/Bagaikan bukti ketaatan ibadahnya" menunjukkan keindahan yang berasal dari dalam diri, bukan sekadar kecantikan lahiriah. Simbolisme hijab ("Rambut yang terbalut indah oleh hijabnya") dipadukan dengan gambaran kepintaran dan kemandirian ("Kitab…Tergenggam erat di tangannya/Bukti wanita cerdas/Yang mampu memilih keputusan/Dengan baik disertai senyum") menunjukkan seorang wanita muslimah yang berpengetahuan, bermartabat, dan mampu mengambil keputusan yang bijak. Bait-bait selanjutnya menekankan pentingnya akhlak mulia ("Wanita yang baik akhlaknya/Kelembutan yang membuatnya mempunyai banyak teman/Akhlak yang membuatnya merasa tentram/Hijab yang membuatnya merasa terjaga/Agama yang membuatnya dicintai"), menunjukkan bahwa keindahan sejati terletak pada kebaikan hati dan kehidupan yang berlandaskan agama. Puisi ini memberikan gambaran ideal tentang perempuan muslimah yang kuat, bijaksana, dan beriman.
3. "Islam Palestina" oleh Pauz: Puisi ini mengungkapkan empati dan dukungan terhadap perjuangan rakyat Palestina. Bait-baitnya menggambarkan kesengsaraan dan penderitaan yang dialami oleh umat Islam di Palestina akibat konflik yang berlangsung lama. Ungkapan "Nasibmu malang/Malammu tak tenang/Nyawamu terancam melayang/Telan pahit kehidupan/Lelah akan momok tembakan/Seakan kebal dengan tuntungan pengorbanan" menunjukkan kekejaman dan ketidakadilan yang dihadapi oleh rakyat Palestina. Perasaan ketidakberdayaan namun tetap berharap terlihat pada bait "Aku bangsamu/Beda nasib. beda tempat/Bersama kekurangan yang menghambat/Nyaliku ingin pula menahan ledakanmu/Nyawaku tak sabar mati sahid bersamamu/Namun saat ini hanya doa yang temani jihadmu". Kontras antara situasi di Palestina dan Indonesia ("Palestina, Islam terancam/Indonesia, Islam berang") menunjukkan perbedaan kondisi dan seruan untuk bersolidaritas terhadap kaum muslim yang teraniaya. Puisi ini merupakan ungkapan simpati dan dukungan terhadap perjuangan rakyat Palestina dan seruan untuk menentang ketidakadilan.
4. "Thank You Allah" oleh Nurul Rizki Rahmania: Puisi ini merupakan ungkapan syukur yang tulus kepada Tuhan atas segala nikmat yang diberikan. Bait-baitnya mengulang-ulang ungkapan syukur dan mengingatkan kita akan anugerah Tuhan yang tak terhitung banyaknya. Penggunaan kata "Thank You, Allah" yang mencampurkan bahasa Indonesia dan Inggris menunjukkan ungkapan syukur yang sederhana namun bermakna dalam. Puisi ini mengajak pembacanya untuk selalu bersyukur atas segala yang dimiliki, baik yang berupa materi maupun non-materi, termasuk nikmat iman dan Islam. Penggambaran nikmat Tuhan yang rinci ("Dengan otak, kami bisa berfikir/Dengan mata, kami melihat indahnya dunia…Dengan hidung, kami menghirup udara segar…") menunjukkan betapa banyaknya karunia Tuhan yang sering kali kita lupakan. Puisi ini merupakan pengingat yang baik untuk selalu bersyukur dan menghargai anugerah Tuhan.
5. "Perjuangan Dakwah" oleh Aktif Muhammad Nurdin: Puisi ini menggambarkan perjuangan dan tantangan dalam menyebarkan dakwah Islam. Bait-baitnya mengungkapkan kesulitan dan rintangan yang dihadapi oleh seorang da’i dalam menjalankan amanahnya. Ungkapan "Saat ku tersendat di jalan dakwah/Terasa berat mengemban amanah/Serasa pulang dari medan mu’tah/Yang berjuang sampai berdarah-darah" menunjukkan betapa berat dan menantang perjuangan dakwah. Namun, di balik kesulitan itu, terdapat keteguhan hati dan keimanan yang kuat untuk terus berjuang sampai akhir hayat. Penggunaan metafora "jalan dakwah" menunjukkan perjalanan panjang dan berliku yang harus ditempuh oleh seorang da’i. Puisi ini memberikan gambaran tentang pengorbanan dan keteguhan hati seorang da’i dalam menyebarkan agama Islam.
6. "Sebelum Nyawa Terlepas Raga" oleh Hartono "John Witir": Puisi ini merupakan peringatan dan seruan untuk bertobat sebelum kematian menjemput. Bait-baitnya menggambarkan kondisi seseorang yang terlena oleh kekuasaan dan kemewahan duniawi sehingga lupa akan Tuhan. Ungkapan "Ketika tahta menguasai jiwa/Ketika mimpi tak beralas hati nurani/Tak peduli apa kata mereka/Bahkan Tuhan pun dianggap tiada" menunjukkan bahaya kesombongan dan keangkuhan. Puisi ini mengingatkan kita akan kefanaan dunia dan pentingnya bertobat sebelum terlambat. Seruan "Sadarlah wahai jiwa yang zolim/Kemenangan yang kau rasa sebenarnya adalah kekalahan/Surga yang kau rasa di dunia, sesungguhnya jalanmu ke neraka/Segeralah bersujud mohon ampunan-Nya/Sebelum nyawa terlepas dari raga" merupakan peringatan yang tajam dan mengingatkan kita akan akibat dari perbuatan yang tidak benar. Puisi ini menawarkan refleksi yang mendalam tentang kematian dan pentingnya bertaubat sebelum terlambat.
Keenam puisi di atas, walaupun berbeda tema dan gaya, menawarkan renungan spiritual yang berharga. Mereka mengingatkan kita akan pentingnya keimanan, kesabaran, syukur, dan perjuangan dalam meniti jalan hidup yang berlandaskan agama. Puisi-puisi ini juga menunjukkan bahwa sastra dapat menjadi media yang efektif untuk mengungkapkan pengalaman spiritual dan menginspirasi pembacanya untuk mencari kebenaran dan kedamaian batin.