Jakarta, 24 Desember 2024 – Enam hari lagi, umat Islam akan memasuki bulan Rajab 1446 H, yang menurut kalender Hijriah Indonesia 2025 terbitan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, jatuh pada tanggal 1 Januari 2025. Bulan Rajab, yang akan berlangsung selama 30 hari hingga 30 Januari 2025, merupakan salah satu bulan mulia dalam kalender Islam, dikenal akan keutamaannya dan menjadi momentum penting dalam rangkaian menuju bulan-bulan suci berikutnya, Sya’ban dan Ramadan. Kemenag Purbalingga telah mempublikasikan sebuah naskah khutbah Jumat yang disusun oleh Imam Burhanudin AS, Penyuluh Agama Islam KUA Kecamatan Bobotsari, untuk menyambut kedatangan bulan Rajab ini. Naskah tersebut mengupas tuntas berbagai aspek keutamaan bulan Rajab, mengajak umat untuk meningkatkan ketakwaan dan memperbanyak amal saleh.
Khutbah Jumat tersebut diawali dengan seruan untuk meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT, dengan menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Khatib menekankan pentingnya mensyukuri nikmat Allah SWT yang masih memberikan kesempatan untuk menyambut bulan Rajab, sebuah bulan yang sarat dengan rahmat, anugerah, dan kebaikan.
Keutamaan Bulan Rajab: Bulan Agung dan Mulia
Nama "Rajab" sendiri berasal dari kata "tarjib," yang berarti agung dan mulia. Bulan ini, bersama Muharram, Dzulhijjah, dan Dzulqa’dah, dianggap sebagai bulan-bulan yang dimuliakan Allah SWT. Khatib mengutip hadits dari Anas Ibn Malik dalam Musnad Ahmad yang diriwayatkan oleh Nabi Muhammad SAW: "Ya Allah, berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya’ban, dan pertemukanlah kami dengan bulan Ramadan." Doa ini mencerminkan harapan dan kerinduan akan keberkahan yang melimpah di bulan Rajab sebagai pintu gerbang menuju bulan-bulan suci berikutnya.
Analogi yang menarik disampaikan khatib, mengutip pendapat sebagian ulama yang menyamakan Rajab sebagai "bulan menanam," Sya’ban sebagai "bulan menyiram," dan Ramadan sebagai "bulan memanen." Analogi ini menggambarkan proses spiritual yang bertahap, di mana bulan Rajab menjadi periode persiapan dan penanaman benih kebaikan, yang kemudian disirami dengan amal saleh di bulan Sya’ban, dan akhirnya dipanen hasilnya berupa pahala dan keberkahan di bulan Ramadan.
Lebih lanjut, khatib menjelaskan makna tiga huruf penyusun kata Rajab menurut Syekh Abdul Qodir Al Jailani dalam kitab Al-Ghuniyah. Huruf Ra’ diartikan sebagai Rahmatullah (rahmat Allah), Jim sebagai Jadullah (kemudahan Allah), dan Ba’ sebagai Birrullāh (kebaikan Allah). Ini menunjukkan bahwa bulan Rajab dipenuhi dengan limpahan rahmat, kemudahan, dan kebaikan dari Allah SWT bagi seluruh hamba-Nya. Oleh karena itu, khatib mengajak jamaah untuk memanfaatkan bulan Rajab sebaik mungkin dengan memperbanyak amal saleh, seperti istighfar, sedekah, dan puasa.
Isra’ Mi’raj: Peristiwa Monumental di Bulan Rajab
Khutbah kemudian beralih pada peristiwa monumental Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW, yang juga terjadi di bulan Rajab. Peristiwa perjalanan malam Nabi Muhammad SAW dari Masjidil Haram di Makkah menuju Masjidil Aqsa di Palestina, lalu dilanjutkan ke Sidratul Muntaha untuk menghadap Allah SWT, merupakan bukti nyata kekuasaan dan keagungan Allah SWT. Khatib mengutip ayat Al-Qur’an Surat Al-Isra ayat 1 sebagai penguat keabsahan peristiwa tersebut.
Khatib juga merujuk pada Shahih Bukhari yang menjelaskan detail peristiwa Isra’ Mi’raj, termasuk perintah salat 50 rakaat yang kemudian diringankan menjadi 5 rakaat setelah Nabi Muhammad SAW meminta keringanan kepada Allah SWT atas pertimbangan kesulitan umatnya. Kisah ini, menurut khatib, memberikan beberapa pelajaran berharga.
Pelajaran dari Isra’ Mi’raj
Pertama, Isra’ Mi’raj merupakan peristiwa yang benar dan nyata, meskipun melampaui batas pemahaman akal manusia. Khatib menekankan pentingnya tidak mengukur kebenaran agama hanya dengan akal semata, karena hal itu dapat menyebabkan kesesatan. Khatib memperingatkan bahaya mengutamakan akal di atas wahyu dan mencontohkan bagaimana iblis, yang pertama kali mengukur kebenaran agama dengan akalnya sendiri, akhirnya tersesat.
Kedua, peristiwa pembersihan hati Nabi Muhammad SAW sebelum Mi’raj, meskipun hati beliau sudah suci, mengajarkan pentingnya membersihkan hati sebelum menghadap Allah SWT. Khatib mengutip pendapat Habib Ali Al Habsyi dalam Simthut Durrar yang menyatakan bahwa pembersihan hati Nabi Muhammad SAW bertujuan untuk menyucikan hati yang sudah suci agar semakin suci. Hal ini menjadi teladan bagi umat Islam untuk senantiasa menyucikan hati dan jiwa sebelum menjalankan ibadah, terutama salat.
Amatan dan Kesimpulan Khutbah
Khutbah kemudian beranjak pada amalan-amalan yang dianjurkan di bulan Rajab. Selain puasa sunnah, bulan Rajab juga merupakan momentum yang sangat tepat untuk bertobat. Khatib mengutip Ibnu Rajab dalam Lathaiful Ma’arif yang menganjurkan umat untuk "memutihkan lembaran hitam" dosa-dosa mereka dengan amal baik.
Khatib juga menjelaskan tiga syarat tobat yang diterima Allah SWT menurut Syekh Abdul Qadir Al-Jilani: penyesalan atas dosa, meninggalkan dosa, dan berjanji untuk tidak mengulangi dosa. Ketiga syarat ini harus dipenuhi agar tobat benar-benar ikhlas dan diterima Allah SWT.
Sebagai penutup, khatib memanjatkan doa agar seluruh jamaah senantiasa dijauhkan dari kejelekan dan kemaksiatan, mendapatkan ridho Allah SWT, serta diberikan kemampuan dan kesempatan untuk memperbanyak amal saleh dan meraih pahala serta keberkahan-Nya. Khutbah diakhiri dengan salam dan doa.
Secara keseluruhan, khutbah Jumat ini memberikan pemahaman yang komprehensif tentang keutamaan bulan Rajab, menghubungkan momentum ini dengan peristiwa Isra’ Mi’raj dan menekankan pentingnya bertaubat dan memperbanyak amal saleh. Gaya bahasa yang digunakan khatib, meskipun tidak secara eksplisit disebutkan dalam teks yang diberikan, dapat diasumsikan sebagai gaya bahasa yang lugas, mudah dipahami, dan penuh hikmah, sesuai dengan konteks khutbah Jumat. Penggunaan kutipan dari berbagai sumber kitab dan hadits menambah bobot dan kredibilitas isi khutbah.