Surah Al-Baqarah, surah kedua dalam Al-Qur’an, menyimpan khazanah hikmah yang tak ternilai bagi umat Islam, bahkan bagi seluruh umat manusia. Nama surah ini, yang berarti "Sapi Betina," merujuk pada kisah Nabi Musa AS dan perintah Allah SWT terkait penyembelihan seekor sapi betina, sebagaimana termaktub dalam ayat 67-74. Namun, di luar kisah tersebut, ayat ke-83 dari surah yang mulia ini mengandung pesan-pesan fundamental yang Allah SWT sampaikan langsung kepada Bani Israil, sekaligus menjadi cerminan tuntunan hidup yang abadi bagi seluruh ummat. Ayat ini bukan sekadar catatan sejarah, melainkan sebuah peringatan, sebuah renungan mendalam tentang komitmen dan konsekuensi dari sebuah perjanjian suci dengan Sang Pencipta.
Berikut redaksi ayat 83 Surah Al-Baqarah dalam Bahasa Arab, Latin, dan terjemahannya:
(Arab): (Teks Arab dihilangkan karena keterbatasan kemampuan sistem dalam menampilkan teks Arab dengan format yang tepat. Harap merujuk pada Al-Qur’an untuk teks aslinya.)
(Latin): Wa i’takhaztum mîtsaqan la ‘ta’budûna illallaha wa bil-walidaini ihsânaw wa al-qurbâ wal-yatâmâ wal-masâkîni wa qûlû lin-nâsi husnaw wa aqîmû ash-shalâta wa âtû az-zakâh(ta), tsumma tawallaitum illâ qalîlam minkum wa antum mu’riḍûn.
(Terjemahan): "(Ingatlah) ketika Kami mengambil perjanjian dari Bani Israil: ‘Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin. Dan ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah shalat, dan tunaikanlah zakat.’ Akan tetapi, kamu berpaling (dari perjanjian itu), kecuali sebagian kecil dari kamu, dan kamu (masih) menjadi orang-orang yang membangkang."
Ayat ini, yang sarat dengan makna dan implikasi, mengungkapkan lima perintah utama Allah SWT kepada Bani Israil. Perintah-perintah ini, yang bersifat universal dan lintas zaman, menawarkan kerangka etika dan spiritual yang kokoh untuk membangun kehidupan individu dan masyarakat yang harmonis dan beradab.
1. Tauhid: Mengesakan Allah SWT dalam Ibadah
Perintah pertama dan yang paling fundamental adalah penegasan tauhid: "Janganlah kamu menyembah selain Allah." Ini merupakan inti ajaran Islam, bahkan inti dari seluruh ajaran monoteisme. Bani Israil, sebagai umat pilihan yang telah menerima wahyu melalui Nabi Musa AS, diingatkan kembali akan janji dan komitmen mereka untuk mengesakan Allah SWT dalam seluruh aspek kehidupan. Tidak ada sekutu bagi Allah, tidak ada dewa-dewa lain yang pantas disembah. Keesaan Allah SWT ini bukan hanya soal pengakuan verbal, melainkan manifestasi dalam seluruh tindakan dan perilaku. Perintah ini menjadi landasan bagi seluruh perintah selanjutnya, karena hanya dengan keikhlasan dan ketaatan kepada Allah SWT, manusia dapat menjalankan perintah-perintah lainnya dengan benar dan tulus.
2. Ihsan kepada Keluarga dan Kaum Dhuafa:
Ayat ini kemudian menekankan pentingnya ihsan, berbuat baik, terutama kepada keluarga dan mereka yang membutuhkan. "Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin." Ihsan bukan sekadar tindakan amal, melainkan perbuatan baik yang dilakukan dengan penuh kasih sayang, keikhlasan, dan rasa tanggung jawab. Kepada orang tua, ihsan terwujud dalam bakti dan kepatuhan yang tulus, menghormati jasa-jasa mereka, dan memenuhi kebutuhan mereka. Kepada kerabat, ihsan terwujud dalam silaturahmi, membantu mereka dalam kesulitan, dan menjaga hubungan baik. Sedangkan kepada anak yatim dan orang miskin, ihsan terwujud dalam kepedulian, memberikan bantuan, dan melindungi mereka dari eksploitasi dan ketidakadilan. Konsep ihsan ini meluas melampaui kewajiban minimal, mengajak manusia untuk berbuat lebih dari sekadar yang diwajibkan, dengan landasan cinta kasih dan empati. Dalam konteks modern, perintah ini dapat diinterpretasikan sebagai tanggung jawab sosial dan kepedulian terhadap sesama, terutama mereka yang lemah dan terpinggirkan.
3. Kalam Tayyib: Ucapan yang Baik dan Bermanfaat:
Perintah ketiga menekankan pentingnya kalam tayyib, ucapan yang baik dan bermanfaat: "Dan ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia." Lidah manusia, yang dapat menjadi alat kebaikan maupun keburukan, diingatkan untuk selalu digunakan untuk menyebarkan kebaikan, menghindari perkataan yang menyakitkan, menghina, atau menebar fitnah. Ucapan yang baik membangun kerukunan, persatuan, dan kedamaian. Dalam era informasi dan komunikasi yang serba cepat seperti sekarang ini, perintah ini semakin relevan. Kita dituntut untuk bijak dalam menggunakan media sosial dan berbagai platform komunikasi lainnya, agar tidak menyebarkan berita bohong, ujaran kebencian, atau informasi yang menyesatkan.
4. Shalat: Tiang Agama dan Penyeimbang Jiwa:
Perintah keempat adalah aqîmû ash-shalâta, dirikanlah shalat. Shalat bukan hanya sekadar ritual keagamaan, melainkan ibadah yang menghubungkan manusia dengan Sang Pencipta, menyeimbangkan jiwa, dan menumbuhkan ketaatan. Shalat mengajarkan disiplin, kesabaran, dan ketekunan. Ia juga menjadi sarana untuk membersihkan diri dari dosa dan memohon ampun kepada Allah SWT. Dalam konteks sosial, shalat juga menjadi media untuk mempererat ukhuwah Islamiyah, karena dilakukan secara berjamaah.
5. Zakat: Keadilan Sosial dan Kesejahteraan Umat:
Perintah terakhir adalah wa âtû az-zakâh, dan tunaikanlah zakat. Zakat bukan hanya kewajiban finansial, melainkan pilar penting dalam sistem ekonomi Islam yang bertujuan untuk mewujudkan keadilan sosial dan kesejahteraan umat. Zakat mengajarkan kepekaan sosial, kepedulian terhadap kaum dhuafa, dan pengelolaan harta kekayaan yang bertanggung jawab. Zakat juga berfungsi untuk mengurangi kesenjangan ekonomi dan membantu mereka yang kurang beruntung.
Konsekuensi Pengingkaran dan Pelajaran bagi Umat:
Ayat 83 Al-Baqarah diakhiri dengan kalimat yang menyayat hati: "Akan tetapi, kamu berpaling (dari perjanjian itu), kecuali sebagian kecil dari kamu, dan kamu (masih) menjadi orang-orang yang membangkang." Kalimat ini menjadi pengingat akan konsekuensi dari pengingkaran terhadap janji dan perintah Allah SWT. Bani Israil, yang telah diberi nikmat dan petunjuk yang begitu besar, banyak yang berpaling dari jalan kebenaran. Hanya sebagian kecil yang tetap teguh dalam menjalankan perintah Allah SWT. Kisah ini menjadi pelajaran berharga bagi seluruh umat manusia, bahwa kebenaran harus diperjuangkan, dan ketaatan kepada Allah SWT adalah kunci kebahagiaan di dunia dan akhirat. Kita diajak untuk merenungkan seberapa jauh kita telah menjalankan perintah-perintah Allah SWT dalam kehidupan sehari-hari, dan berupaya untuk terus bertaubat dan berbenah diri. Semoga kita termasuk di antara sebagian kecil yang tetap istiqamah dalam jalan kebenaran.