Jakarta – Kisah-kisah inspiratif dan sarat makna, khususnya yang berlatar belakang nilai-nilai Islam, senantiasa memikat pembaca lintas generasi. Bukan sekadar hiburan, hikayat-hikayat tersebut berfungsi sebagai media edukatif yang efektif, mengolah hati dan pikiran, serta menanamkan nilai-nilai moral luhur. Seperti yang diungkapkan dalam buku Kumpulan Kisah Teladan karya Zamakhsyari Hasballah dkk., cerita atau kisah (dalam bahasa Arab: al-Qashash) berarti mengikuti jejak atau bekas, sekaligus menjadi metode penyampaian pesan moral yang lebih efektif dibandingkan nasihat langsung. Penggunaan narasi mampu menjangkau dimensi emosional pembaca, membuat pesan lebih mudah dicerna dan diresapi.
Membaca kisah-kisah Islami yang sarat hikmah dan motivasi merupakan praktik refleksi diri yang dianjurkan, khususnya untuk memperkuat keimanan. Kebiasaan ini sebaiknya ditanamkan sejak dini, mengingat anak-anak memiliki daya tangkap yang tinggi terhadap cerita-cerita menarik. Buku Si Bahlul: Kisah-Kisah Jenaka Penuh Hikmah karya Kubra Jafri menyajikan beragam kisah inspiratif yang menampilkan tokoh Bahlul, seorang sufi yang dikenal dengan kecerdasannya yang jenaka dan kritis. Berikut tujuh hikayat Bahlul yang memberikan pelajaran berharga bagi kehidupan:
1. Bahlul di Singgasana Khalifah: Refleksi Kekuasaan dan Tanggung Jawab
Suatu hari, Bahlul memasuki istana Khalifah Harun Ar-Rasyid. Melihat singgasana kosong, tanpa ragu ia mendudukinya. Para pengawal istana yang melihatnya langsung mencambuk dan menarik Bahlul dari singgasana. Bahlul menangis tersedu-sedu. Khalifah Harun yang menyaksikan kejadian tersebut mendekati Bahlul dan menanyakan penyebab tangisnya. Setelah mendengar penjelasan dari para pengawal, Harun menegur mereka dan berusaha menenangkan Bahlul.
Namun, tangisan Bahlul bukan karena cambukan yang diterimanya. Ia menangis karena khawatir akan beban tanggung jawab Khalifah Harun. "Aku hanya duduk sebentar di singgasana ini tanpa hak, dan aku sudah menerima pukulan," kata Bahlul. "Namun engkau, wahai Khalifah, telah menduduki singgasana ini seumur hidupmu! Betapa besar beban dan tanggung jawab yang kau pikul, namun engkau tetap tegar!" Hikayat ini mengajarkan kita untuk merenungkan besarnya tanggung jawab yang diemban oleh seorang pemimpin dan mengingatkan kita tentang konsekuensi dari setiap tindakan, terlepas dari kedudukan dan kekuasaan.
2. Dialog Bahlul dan Harun: Kritik Sosial yang Membangun
Saat Khalifah Harun Ar-Rasyid pulang dari ibadah haji, Bahlul menunggunya di tepi jalan. Ia memanggil Harun dengan lantang tiga kali, "Harun! Harun! Harun!" Khalifah bertanya siapa yang memanggilnya. Setelah mengetahui bahwa itu Bahlul, Harun memanggilnya. Ketika Bahlul mendekat, Harun bertanya, "Siapakah aku?"
Bahlul menjawab dengan lugas, "Engkau adalah orang yang bertanggung jawab ketika orang lain menindas orang lemah." Mendengar jawaban tersebut, Harun menangis. Ia mengakui kebenaran kata-kata Bahlul dan menawarkan hadiah. Bahlul menolak hadiah materi dan hanya meminta ampunan dosa serta jaminan masuk surga. Harun menjelaskan bahwa hal itu di luar kekuasaannya. Bahlul pun menolak penawaran harta dari Harun, mengatakan bahwa Harun sendiri berutang pada rakyatnya. Ia menyarankan Harun untuk mengembalikan harta rakyat yang seharusnya menjadi hak mereka. Kemudian, Harun menawarkan modal untuk mata pencaharian Bahlul. Namun, Bahlul menolaknya dengan alasan bahwa rezeki berasal dari Allah SWT, dan Allah pasti akan memberikan rezeki untuk semua hamba-Nya. Kisah ini menunjukkan keberanian Bahlul dalam mengkritik kekuasaan dan mengingatkan pentingnya keadilan dan kesetaraan dalam masyarakat.
3. Doa Bahlul dan Pengaruh Amal Saleh:
Seorang Arab memiliki unta yang sakit gatal. Orang-orang menyarankan untuk mengobatinya dengan minyak jarak. Dalam perjalanannya membeli minyak jarak, ia bertemu Bahlul. Ia meminta Bahlul untuk mendoakan untanya agar sembuh. Bahlul menjawab, "Jika kau menggunakan minyak jarak dan disertai doa, unta itu akan sembuh. Namun, doa saja tanpa usaha tidak akan berpengaruh." Setelah membeli minyak jarak dan Bahlul mendoakan untanya, unta tersebut sembuh. Hikayat ini mengajarkan pentingnya ikhtiar dan doa dalam mencapai tujuan. Keberhasilan tidak hanya bergantung pada doa, tetapi juga pada usaha dan ikhtiar yang dilakukan.
4. Bahlul dan Penipu: Kecerdasan dan Kejelian:
Bahlul sedang bermain dengan uang emasnya. Seorang penipu mendekati Bahlul dan menawarkan untuk menukar uang emasnya dengan sepuluh keping uang berwarna. Bahlul mengetahui bahwa uang penipu itu hanya tembaga. Ia menyetujui tukar menukar itu dengan syarat penipu itu meringkik seperti keledai. Penipu itu setuju dan meringkik seperti keledai. Bahlul kemudian menegur penipu itu karena kebodohannya. Kisah ini menunjukkan kecerdasan dan kejelian Bahlul dalam mengenali kebohongan dan menunjukkan bahwa kejujuran dan integritas lebih berharga daripada kekayaan materi.
5. Bahlul dan Amir Kufah: Menghadapi Kesedihan dengan Bijak
Amir Kufah, Ishaq bin Muhammad bin Sabah, bersedih karena istrinya melahirkan anak perempuan, bukan anak laki-laki. Ia menolak makan dan minum. Bahlul mengunjunginya dan menanyakan penyebab kesedihannya. Setelah mendengar penjelasan Amir, Bahlul bertanya, "Bagaimana jika Allah memberimu seorang anak laki-laki yang gila seperti aku, sebagai ganti seorang anak perempuan yang sehat dan sempurna?" Amir Kufah tertawa dan bersyukur kepada Allah. Ia kemudian makan dan minum serta menerima ucapan selamat dari rakyatnya. Hikayat ini mengajarkan kita untuk selalu bersyukur atas karunia Allah dan menghadapi kesedihan dengan bijak.
6. Kritik Bahlul kepada Harun: Prioritas Nilai-Nilai Kemanusiaan
Bahlul berada di dekat Harun dan diminta untuk mengkritiknya. Bahlul bertanya kepada Harun, "Jika engkau sangat haus di gurun dan mendekati kematian, apa yang akan kau berikan untuk seteguk air?" Harun menjawab dengan dinar emas. Bahlul kemudian bertanya lagi, "Bagaimana jika orang yang memiliki air itu tidak mau menukar airnya dengan dinar emasmu?" Harun menjawab akan memberikan separuh kerajaannya. Bahlul bertanya lagi, "Setelah minum air itu, engkau sakit dan tidak dapat buang air kecil. Apa yang akan kau berikan kepada orang yang dapat menyembuhkanmu?" Harun menjawab akan memberikan sisa kerajaannya. Bahlul kemudian mengatakan, "Maka janganlah kau anggap penting kerajaan ini, karena dia tidak lebih berharga daripada seteguk air. Apakah tidak sepatutnya engkau berbuat baik pada makhluk-makhluk Allah?" Hikayat ini mengajarkan kita untuk mengutamakan nilai-nilai kemanusiaan dan tidak terpaku pada kekayaan materi.
7. Bahlul dan Budak yang Takut Laut: Apresiasi atas Nikmat
Seorang pedagang dan budaknya berlayar ke Basrah. Bahlul juga berada di kapal itu. Budak itu menangis karena takut pada ombak. Bahlul meminta izin kepada pedagang untuk menenangkan budak itu. Bahlul memerintahkan untuk melemparkan budak itu ke laut. Ketika budak itu hampir tenggelam, Bahlul menyelamatkannya. Setelah itu, budak itu diam. Para penumpang bertanya kepada Bahlul mengapa tindakannya bisa menenangkan budak itu. Bahlul menjawab, "Budak ini tidak mengetahui betapa nyamannya kapal ini. Ketika ia dilempar ke laut, ia baru mengerti betapa nyamannya kapal ini." Hikayat ini mengajarkan kita untuk menghargai dan bersyukur atas nikmat yang telah Allah berikan.
Tujuh hikayat di atas merupakan sekelumit dari khazanah cerita Islami yang kaya akan hikmah dan motivasi. Semoga kisah-kisah ini dapat memberikan inspirasi dan pelajaran berharga bagi kehidupan kita sehari-hari, mengingatkan kita akan pentingnya keadilan, kesederhanaan, kebijaksanaan, dan kesyukuran dalam menjalani hidup di jalan Allah SWT.