Jakarta – Sejarah mencatat beragam kisah keteguhan iman di tengah ujian berat. Salah satu yang paling menggugah adalah kisah Ashabul Ukhdud, tragedi pembantaian kaum beriman yang terjadi pada masa pra-Islam. Kisah ini, yang diriwayatkan oleh Imam Muslim rahimahullah, mengungkapkan kekejaman seorang penguasa kafir dan sekaligus ketabahan luar biasa para korban yang teguh memegang prinsip-prinsip keimanan mereka. Riwayat ini, sebagaimana termaktub dalam Karamat Al-Auliya’ karya Abul Fida’ Abdurraqib bin Ali bin Hasan Al-Ibi (terjemahan Abdurrosyad Shidiq), menelusuri rantai sanad yang kuat hingga Rasulullah SAW melalui Haddab bin Khalid, Hammad bin Salamah, Tsabit, Abdurrahman bin Abu Laila, dan akhirnya Shuhaib.
Kisah bermula dari seorang raja yang memiliki seorang tukang sihir tua. Menjelang ajalnya, tukang sihir tersebut memohon kepada raja agar diberikan seorang pemuda untuk meneruskan ilmunya. Raja pun mengabulkan permintaan tersebut. Namun, takdir telah merencanakan jalan yang berbeda bagi pemuda ini. Dalam perjalanannya menuju sang tukang sihir, pemuda tersebut secara tak sengaja bertemu dengan seorang pendeta yang bijak. Ia pun terpesona oleh ajaran pendeta tersebut dan memilih untuk mendengarkannya. Hal ini berulang setiap kali pemuda itu hendak menemui tukang sihir; ia selalu mendahulukan pertemuan dengan pendeta. Akibatnya, ia kerap mendapat pukulan dari tukang sihir karena keterlambatannya.
Merasa tertekan, pemuda tersebut mengadu kepada pendeta. Sang pendeta yang bijaksana memberikan solusi: "Jika kamu takut dimarahi tukang sihir, katakanlah, ‘Aku dihalang-halangi keluargaku.’ Dan jika kamu takut dimarahi keluargamu, katakanlah, ‘Aku ditahan tukang sihir.’" Saran ini menunjukkan kebijaksanaan pendeta dalam menghadapi situasi sulit tanpa mengorbankan kebenaran.
Namun, titik balik terjadi ketika pemuda itu menyaksikan sebuah peristiwa yang mengubah hidupnya selamanya. Dalam perjalanan, ia melihat seekor binatang buas yang menghalangi jalan. Di sinilah, pemuda tersebut melakukan sebuah ujian iman. Ia berdoa, "Ya Allah, jika ajaran pendeta ini lebih Engkau sukai daripada ajaran tukang sihir, bunuhlah binatang ini agar orang-orang dapat lewat." Doanya dikabulkan secara ajaib. Binatang buas itu mati seketika. Kejadian ini semakin mengukuhkan keyakinan pemuda tersebut pada kebenaran ajaran pendeta.
Pendeta, setelah mendengar kisah tersebut, menyatakan, "Wahai anakku, hari ini kamu lebih mulia daripada aku. Aku telah mengetahui apa yang akan terjadi padamu, dan kamu akan diuji. Jika kamu diuji, janganlah kamu menunjukku." Pernyataan ini menunjukkan kerendahan hati pendeta dan kesadaran akan ujian yang akan dihadapi pemuda tersebut.
Kemampuan pemuda tersebut untuk menyembuhkan orang buta dan berbagai penyakit lainnya dengan pertolongan Allah SWT semakin menyebar luas. Kabar ini sampai ke telinga seorang menteri yang buta. Menteri tersebut menawarkan imbalan yang besar jika pemuda itu mampu menyembuhkannya. Namun, pemuda tersebut dengan bijak menjawab, "Aku tidak dapat menyembuhkan siapa pun. Yang dapat menyembuhkan hanyalah Allah. Jika Anda mau beriman kepada Allah, aku akan berdoa agar Dia menyembuhkan Anda." Menteri tersebut akhirnya beriman dan sembuh atas izin Allah SWT.
Peristiwa penyembuhan ini menarik perhatian raja. Setelah mengetahui bahwa menteri tersebut telah beriman kepada Tuhan selain dirinya, raja langsung menangkap dan menyiksa menteri tersebut hingga akhirnya menteri tersebut menunjuk pemuda yang telah menyembuhkannya.
Pemuda tersebut kemudian dipanggil menghadap raja. Raja, yang terkesan dengan kemampuan pemuda tersebut, menguji pemuda tersebut dengan pertanyaan, "Aku telah mendengar bahwa dengan sihirmu, kamu dapat menyembuhkan orang buta, sakit belang, dan lain-lainnya." Pemuda itu dengan tegas menjawab, "Sesungguhnya aku tidak dapat menyembuhkan siapa pun. Yang dapat menyembuhkan hanyalah Allah."
Jawaban jujur dan teguh pemuda tersebut membuat raja semakin murka. Ia menyiksa pemuda tersebut. Setelah disiksa, pemuda itu menunjuk pendeta sebagai sumber ilmunya.
Pendeta pun dipanggil menghadap raja dan dipaksa untuk meninggalkan agamanya. Namun, pendeta tersebut menolak dengan tegas. Raja yang kalap kemudian memerintahkan agar tubuh pendeta digergaji, sambil terus memaksanya untuk murtad. Namun, pendeta tetap teguh pada imannya hingga akhir hayatnya.
Raja kemudian kembali menyiksa pemuda dan menteri dengan cara yang sama, memaksa mereka untuk meninggalkan iman mereka. Menurut beberapa riwayat, menteri dan pendeta juga disiksa hingga tewas. Sedangkan pemuda tersebut disiksa dengan cara yang lebih kejam, diserahkan kepada para algojo untuk disiksa di gunung dan di laut hingga ia mau murtad.
Namun, keajaiban terjadi. Setiap kali pemuda itu berdoa kepada Allah, "Ya Allah, jagalah aku dari kejahatan mereka dengan cara yang Engkau kehendaki," Allah SWT melindungi pemuda tersebut. Gunung bergetar hebat dan menjatuhkan para algojo ketika ia berada di gunung, dan laut menenggelamkan mereka ketika ia berada di laut.
Pemuda tersebut kembali menghadap raja. Melihat pemuda itu masih hidup, raja sangat terkejut. Pemuda itu kemudian mengajukan sebuah syarat kepada raja agar ia dibunuh dengan cara tertentu sebagai bukti keteguhan imannya. Ia meminta raja untuk mengumpulkan orang banyak di tempat tinggi, kemudian meminta untuk dipanah dengan panah sang raja sambil membaca "Bismillahi rabbil ghulam" (dengan nama Allah, Tuhannya pemuda ini). Raja memenuhi permintaan tersebut, dan pemuda itu pun mati syahid.
Saksi-saksi yang menyaksikan kejadian tersebut kemudian menyatakan keimanan mereka kepada Tuhan pemuda tersebut. Raja, yang menyadari kesia-siaan tindakannya, kemudian memerintahkan pembuatan parit yang berisi api yang menyala-nyala. Siapa pun yang menolak untuk meninggalkan agamanya akan dilemparkan ke dalam parit tersebut. Inilah yang dikenal sebagai Ashabul Ukhdud, tragedi pembantaian kaum beriman yang dibakar hidup-hidup di dalam parit api.
Syaikh Hamid Ahmad Ath-Thahir Al-Basyuni dalam Shahih Qashashil Qur’an (terjemahan Muhyiddin Mas Rida dan Muhammad Khalid Al-Sharih) menghubungkan kisah pembakaran ini dengan surah Al-Buruj ayat 1-10 dalam Al-Qur’an. Kisah Ashabul Ukhdud menjadi bukti nyata bahwa keteguhan iman dapat mengalahkan kekejaman dan tirani. Kisah ini juga menjadi pelajaran berharga tentang pentingnya memegang teguh prinsip-prinsip kebenaran dan keimanan, sekalipun dihadapkan pada ancaman kematian. Wallahu a’lam.