Jakarta, 12 Desember 2024 – Reputasi ulama Indonesia di kancah internasional tengah mencapai puncaknya. Bukan hanya di dalam negeri, kiprah mereka juga semakin diakui dan dibutuhkan di berbagai negara dengan populasi muslim minoritas. Hal ini diungkapkan langsung oleh Menteri Agama Republik Indonesia (Menag) sekaligus Imam Masjid Istiqlal Jakarta, Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, M.A., dalam pidato wisuda Pendidikan Kader Ulama Masjid Istiqlal (PKUMI) di Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat, Kamis (12/12/2024).
Pernyataan Menag tersebut mengungkap sebuah fenomena menarik: meningkatnya permintaan dari negara-negara luar untuk mendapatkan ulama Indonesia sebagai imam masjid dan pemuka agama. Bukan sekadar permintaan biasa, melainkan sebuah pengakuan atas kualitas, kredibilitas, dan kapabilitas ulama Indonesia yang dinilai unggul dibandingkan dengan ulama dari negara lain.
"Korea Selatan, misalnya, telah mengajukan permintaan pengiriman ulama Indonesia. Kanada juga demikian, mereka menginginkan alumni PKUMI untuk menjadi imam masjid di sana," ungkap Menag Nasaruddin. Ia menambahkan, "Bahkan Jepang pun turut menyampaikan keinginannya untuk melibatkan ulama Indonesia aktif dalam kegiatan Ramadhan di negara tersebut."
Permintaan ini, menurut Menag, merupakan bukti nyata dari citra positif ulama Indonesia di mata dunia. Hal ini menjadi sebuah kebanggaan tersendiri bagi bangsa Indonesia, sekaligus menjadi tanggung jawab besar untuk terus menjaga dan meningkatkan kualitas pendidikan dan pelatihan bagi para ulama.
Wisuda PKUMI yang digelar hari ini menjadi momentum penting dalam konteks tersebut. Sebanyak 38 ulama baru resmi menyandang gelar sarjana Kader Ulama Masjid Istiqlal setelah menjalani pendidikan intensif selama 3 hingga 6 bulan di berbagai universitas ternama di luar negeri. Kerjasama strategis dengan universitas-universitas di Amerika Serikat, Mesir, dan Maroko telah menghasilkan kader ulama yang memiliki kompetensi global.
"Kita berikan gelar sarjana Kader Ulama Masjid Istiqlal yang formal, hasil kerjasama dengan beberapa universitas di Amerika, Mesir dan Maroko. Mereka mengikuti program short course selama 6 bulan di Amerika atau Maroko, ada juga yang 3 bulan," jelas Menag Nasaruddin, yang juga menjabat sebagai Rektor PKUMI.
Menag menekankan bahwa wisuda ini bukan sekadar seremonial belaka, melainkan sebuah pencapaian istimewa bagi bangsa Indonesia. Para alumni PKUMI diharapkan mampu memberikan kontribusi signifikan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dan memperkuat peran Indonesia di kancah internasional.
"Ini adalah satu hal yang istimewa bagi bangsa kita. Diharapkan dengan adanya kader ulama ini nanti akan memberikan pengaruh besar dalam mencerdaskan bangsa Indonesia. Sangat banyak dari negara luar yang minoritas muslim mereka memilih ulama Indonesia untuk mendapatkan ulama jadi imam di negerinya daripada dari negara lain, ini satu kebanggaan buat kita," tegas Menag.
Lebih jauh, Menag Nasaruddin berharap agar para alumni PKUMI mampu menjadi duta bangsa yang membawa nilai-nilai Islam rahmatan lil ‘alamin ke seluruh dunia. Mereka bukan hanya ulama lokal, tetapi ulama global yang memiliki kemampuan berdakwah lintas budaya dan bahasa.
"Mereka menjadi duta bangsa. Ini yang kita sebut ulama global bukan ulama lokal. Ulama yang bisa berbicara bahasa Arab di Arab, bisa berdakwah di Barat karena bahasa Inggrisnya bagus," pungkas Menag.
Analisis Lebih Dalam: Implikasi dan Tantangan
Permintaan global terhadap ulama Indonesia memiliki implikasi yang luas dan kompleks. Di satu sisi, hal ini menunjukkan pengakuan internasional atas kualitas pendidikan keagamaan di Indonesia dan kemampuan ulama Indonesia dalam beradaptasi dengan konteks global. Kemampuan berbahasa asing, pemahaman terhadap berbagai budaya, dan pendekatan moderat dalam berdakwah menjadi faktor kunci yang menarik minat negara-negara lain.
Namun, fenomena ini juga menghadirkan tantangan. Pertama, Indonesia perlu memastikan kualitas pendidikan ulama terus ditingkatkan agar mampu memenuhi standar internasional yang semakin tinggi. Kurikulum pendidikan keagamaan perlu diperbarui secara berkala untuk mengakomodasi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta isu-isu kontemporer yang relevan.
Kedua, Indonesia perlu mengembangkan strategi yang efektif untuk mengelola permintaan global terhadap ulama Indonesia. Hal ini mencakup seleksi yang ketat dan transparan, pelatihan khusus untuk menghadapi tantangan di negara tujuan, serta dukungan logistik dan administratif yang memadai. Penting untuk memastikan bahwa penempatan ulama Indonesia di luar negeri dilakukan secara terencana dan terkoordinasi, menghindari potensi eksploitasi atau penyalahgunaan.
Ketiga, perlu adanya mekanisme pengawasan dan evaluasi yang efektif untuk memastikan bahwa ulama Indonesia yang bertugas di luar negeri tetap menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan moral, serta menghormati hukum dan adat istiadat setempat. Hal ini penting untuk mencegah potensi konflik atau kesalahpahaman yang dapat merusak citra Indonesia di mata internasional.
Keempat, pemerintah perlu menjalin kerjasama yang lebih erat dengan lembaga-lembaga keagamaan dan organisasi masyarakat sipil untuk mendukung program pengembangan dan penempatan ulama Indonesia di luar negeri. Kerjasama ini dapat mencakup penyediaan dana, pelatihan, dan jaringan informasi yang dibutuhkan.
Kelima, Indonesia perlu memperkuat diplomasi keagamaan untuk mempromosikan citra positif Islam Indonesia di dunia internasional. Hal ini dapat dilakukan melalui kerjasama dengan berbagai organisasi internasional, partisipasi dalam forum-forum keagamaan global, dan penyebaran informasi yang akurat dan positif tentang Islam Indonesia.
Kesimpulan:
Permintaan global terhadap ulama Indonesia merupakan sebuah kebanggaan sekaligus tanggung jawab besar. Indonesia perlu memanfaatkan momentum ini untuk memperkuat peran dan pengaruhnya di kancah internasional, sekaligus memastikan bahwa ulama Indonesia mampu menjadi duta bangsa yang membawa nilai-nilai Islam yang moderat, toleran, dan damai ke seluruh dunia. Namun, keberhasilan ini membutuhkan komitmen dan kerja keras dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, lembaga pendidikan keagamaan, dan masyarakat luas. Dengan pengelolaan yang tepat dan strategi yang efektif, fenomena ini dapat menjadi pendorong bagi kemajuan pendidikan keagamaan di Indonesia dan penguatan citra positif Indonesia di dunia internasional.