Kiai Ageng Hasan Besari, nama yang tak lekang oleh waktu, merupakan figur sentral dalam sejarah perkembangan Islam di Jawa, khususnya pada abad ke-18. Lebih dari sekadar ulama, beliau adalah arsitek pendidikan, pemimpin kharismatik, dan tokoh kunci yang berhasil menyelaraskan ajaran Islam dengan kearifan lokal Jawa, sehingga menciptakan akulturasi yang harmonis dan diterima luas oleh masyarakat. Jejak kepemimpinannya yang panjang dan pengaruhnya yang mendalam masih terasa hingga kini, terutama melalui Pesantren Tegalsari di Ponorogo, lembaga pendidikan yang ia pimpin dan kembangkan hingga mencapai puncak kejayaannya.
Silsilah dan Latar Belakang Keluarga Ulama
Lahir di Tegalsari, Ponorogo, pada tahun 1729, Kiai Ageng Hasan Besari merupakan putra kedua Kiai Muhammad Ilyas dari istri pertamanya. Silsilah keluarganya yang terhubung langsung dengan pendiri Pondok Pesantren Gebang Tinatar, Kiai Ageng Muhammad Besari, menunjukkan warisan keilmuan dan keagamaan yang kuat. Ia bukan hanya mewarisi tradisi keulamaan keluarga, tetapi juga membangunnya lebih jauh, menjadikan Pesantren Gebang Tinatar (yang kemudian lebih dikenal sebagai Pesantren Tegalsari) sebagai pusat pendidikan Islam yang berpengaruh di Nusantara. Kegemilangan Pesantren Tegalsari di bawah kepemimpinannya menjadi bukti nyata dari dedikasi dan kemampuannya dalam memimpin dan mengembangkan lembaga pendidikan tersebut.
Lebih jauh lagi, penelitian Fuad Fitriawan dalam "Peran Kyai Muhammad Hasan dalam Proses Penyebaran Agama Islam Di Desa Karanggebang" (Jurnal Dialogia, Vol. 15 Nomor 2, Desember 2017) mengungkap silsilah agung Kiai Hasan Besari yang terhubung dengan Nabi Muhammad SAW melalui jalur keturunan Sayyid Zainal Abidin dan Sayyid Husein. Koneksi keluarga ini bahkan menjangkau dua tokoh Walisongo yang berpengaruh, yaitu Sunan Giri dan Sunan Ampel. Keterkaitan ini bukan hanya menegaskan legitimasi keulamaannya, tetapi juga menunjukkan bagaimana beliau menjadi bagian integral dari jaringan keilmuan dan spiritual yang luas di Nusantara. Bahkan, salah satu keturunannya, seperti yang dicatat Agus Salim dalam "Ensiklopedi Tokoh Nasional: Haji Oemar Said Cokroaminoto", adalah Raden Mas Cokroaminoto, figur penting dalam sejarah pergerakan nasional Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh Kiai Ageng Hasan Besari melampaui batas geografis dan waktu, terpatri dalam sejarah bangsa. Kakeknya, Kiai Ageng Muhammad Besari, juga memiliki sembilan anak, salah satu keturunannya bahkan menjadi Sultan di Selangor, Malaysia, menunjukkan pengaruh keluarga ini yang meluas hingga ke luar negeri.
Pendidikan dan Pembentukan Karakter
Didikan pesantren sejak dini membentuk Kiai Ageng Hasan Besari menjadi pribadi yang alim, sabar, cerdas, dan tekun dalam beribadah. Kehidupan di lingkungan pesantren yang sarat dengan nilai-nilai agama tidak hanya mengasah kecerdasannya, tetapi juga membentuk karakternya yang kuat dan berwibawa. Ia dikenal sebagai sosok yang bijaksana, dengan penampilan gagah dan kharismatik yang mampu memikat hati dan menghormati banyak orang. Kombinasi keilmuan yang mendalam dan kepribadian yang unggul inilah yang menjadi kunci keberhasilannya dalam mendidik dan memimpin.
Peran Kiai Ageng Hasan Besari dalam Bidang Pendidikan
A. Aziz Masyhuri dalam "99 Kiai Kharismatik Indonesia Jilid 1" menyebut Kiai Ageng Hasan Besari sebagai tokoh kunci yang membawa Pesantren Tegalsari ke puncak kejayaannya. Setelah ayahnya, KH Ilyas Besari, wafat pada tahun 1800, beliau memimpin pesantren selama lebih dari enam dekade, hingga tahun 1862. Di bawah kepemimpinannya, Tegalsari menjelma menjadi pusat pendidikan Islam yang terkemuka, menarik santri dari berbagai penjuru Nusantara, dari Banten dan Cirebon di barat hingga Yogyakarta, Surakarta, Madiun, dan Karawang di tengah dan timur Jawa.
Kiai Ageng Hasan Besari tidak hanya meneruskan warisan pendidikan yang telah diletakkan oleh pendahulunya, tetapi juga mengembangkannya secara signifikan. Ia berhasil menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, mengasah kemampuan intelektual dan spiritual para santrinya. Kurikulum pendidikan yang diterapkannya tidak hanya berfokus pada ilmu agama, tetapi juga mencakup berbagai disiplin ilmu lainnya, membentuk generasi santri yang memiliki wawasan luas dan mampu menjadi pemimpin yang tangguh. Kepemimpinannya menandai era keemasan Pesantren Tegalsari, menghasilkan banyak tokoh berpengaruh di berbagai bidang.
Tokoh-Tokoh Besar yang Berasal dari Pesantren Tegalsari
Pesantren Tegalsari di bawah kepemimpinan Kiai Ageng Hasan Besari melahirkan banyak tokoh penting yang berkontribusi besar bagi masyarakat dan bangsa. Beberapa di antaranya adalah Raden Ngabehi Ronggowarsito, pujangga ternama dari Surakarta yang dikenal semasa belajar di Tegalsari dengan nama Raden Burhan; Kiai Haji Abdul Manna, pendiri Pesantren Tremas; dan Kiai Haji Mujahid, pengasuh Pesantren Sidoresmo di Surabaya. Keberadaan tokoh-tokoh ini membuktikan kualitas pendidikan yang diberikan di Pesantren Tegalsari, yang tidak hanya mengajarkan ilmu agama, tetapi juga membentuk karakter kepemimpinan dan kecakapan intelektual para santrinya. Mereka menjadi bukti nyata keberhasilan Kiai Ageng Hasan Besari dalam mencetak generasi penerus bangsa yang unggul.
Wafatnya dan Warisan yang Abadi
Kiai Ageng Hasan Besari wafat pada tanggal 9 Januari 1862 M, dalam usia sekitar 100 tahun (ada perbedaan pendapat mengenai tahun wafatnya). Ia meninggalkan 10 anak dan 44 cucu. Jenazahnya dimakamkan di kompleks pemakaman keluarga di Tegalsari, berdampingan dengan makam kakek dan ayahnya. Makam beliau hingga kini menjadi tempat ziarah yang dihormati, menunjukkan penghormatan dan kenangan yang masih terpatri di hati masyarakat.
Setelah wafatnya, terjadi perubahan struktur kepemimpinan di Tegalsari dan sekitarnya. Desa Karanggebang dan Pohlima dipisahkan dari Tegalsari. Raden Hasan Ripangi, anak Kiai Ageng Hasan Besari dari pernikahannya dengan Raden Ayu (salah satu putri Paku Buwono IV), diangkat menjadi kepala perdikan. Kepemimpinan Pesantren Tegalsari dilanjutkan oleh putra sulungnya, Kiai Hasan Anom, dari istri pertamanya, kemudian diteruskan oleh adiknya, Kiai Hasan Kalipo, setelah Kiai Hasan Anom wafat pada tahun 1873.
Meskipun telah berpuluh-puluh tahun berlalu, nama Kiai Ageng Hasan Besari tetap dikenang dan dihormati. Ia bukan hanya seorang ulama besar, tetapi juga seorang pendidik, pemimpin, dan tokoh masyarakat yang berpengaruh. Warisannya berupa Pesantren Tegalsari dan generasi santri yang ia didik terus memberikan kontribusi positif bagi perkembangan Islam dan masyarakat Indonesia. Kisah hidupnya menjadi inspirasi bagi generasi muda untuk terus belajar, berjuang, dan mengabdi kepada bangsa dan agama. Beliau merupakan contoh nyata bagaimana seorang ulama dapat berperan aktif dalam membangun peradaban dan memajukan masyarakat. Pengaruhnya yang luas dan mendalam menjadikan Kiai Ageng Hasan Besari sebagai salah satu tokoh penting dalam sejarah Islam di Indonesia yang patut dikenang dan dipelajari.