Yogyakarta, 9 Desember 2024 – Jagat media sosial, khususnya platform X (sebelumnya Twitter), diramaikan oleh tagar #Santri dan seruan aksi demonstrasi yang menentang pengunduran diri KH. Miftah Maulana Habiburrahman, atau yang lebih dikenal sebagai Gus Miftah, dari posisi Utusan Khusus Presiden Bidang Kerukunan Umat Beragama dan Pembinaan Sarana Keagamaan. Aksi yang digagas oleh kelompok yang menamakan diri "Aliansi Santri Jalanan" ini dijadwalkan berlangsung di Tugu Nol Kilometer Yogyakarta pada pukul 10.00 WIB pagi ini.
Sebuah poster digital yang beredar luas di X, yang diunggah oleh akun @titiknol_jogja, menyerukan partisipasi publik dalam aksi tersebut dengan narasi yang tegas: "Santri Jalanan Melawan! Menolak keras atas pengunduran diri Miftah Maulana Habiburrohman dari Utusan Khusus Presiden." Unggahan tersebut telah menjangkau audiens yang luar biasa, dengan lebih dari 950 ribu tayangan dan dibagikan oleh lebih dari 2 ribu akun. Hal ini menunjukkan meluasnya dukungan dan simpati terhadap Gus Miftah di kalangan santri dan masyarakat luas.
Aksi ini muncul sebagai respons atas keputusan Gus Miftah untuk mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Utusan Khusus Presiden. Pengunduran diri tersebut diumumkan pada Jumat, 6 Desember 2024, di Pondok Pesantren Ora Aji Sleman, Yogyakarta. Dalam pernyataan resmi yang disampaikannya, Gus Miftah menyatakan keputusan tersebut diambil setelah melalui perenungan yang mendalam dan didasari atas kesadaran penuh akan konsekuensi dari tindakannya. Ia menekankan kesungguhan hati dan kerendahan hatinya dalam pengambilan keputusan tersebut.
Namun, pengunduran diri Gus Miftah ini bukanlah tanpa sebab. Ia menjadi sorotan publik setelah video yang memperlihatkan dirinya mengolok-olok seorang penjual es teh bernama Sunhaji viral di media sosial. Insiden tersebut terjadi di sebuah acara sholawatan yang diisi oleh Gus Miftah. Video tersebut memicu reaksi beragam dari masyarakat, dengan sebagian besar mengecam tindakan Gus Miftah yang dinilai tidak pantas dan merendahkan martabat seorang pedagang kecil.
Menyadari kesalahannya, Gus Miftah kemudian melakukan langkah perbaikan dengan mengunjungi rumah Sunhaji di Grabag, Magelang, Jawa Tengah pada Rabu, 4 Desember 2024, untuk menyampaikan permintaan maaf secara langsung. Permintaan maaf tersebut diharapkan dapat meredakan ketegangan dan memperbaiki citra yang telah tercoreng.
Namun, permintaan maaf tersebut rupanya tidak cukup meredam gelombang reaksi publik. Aliansi Santri Jalanan, sebagai salah satu representasi dari kelompok yang mendukung Gus Miftah, menilai bahwa pengunduran diri tersebut merupakan sebuah tindakan yang tidak adil dan prematur. Mereka berpendapat bahwa Gus Miftah telah melakukan permintaan maaf dan telah menunjukkan itikad baik untuk memperbaiki kesalahannya. Oleh karena itu, mereka menganggap pengunduran diri tersebut sebagai sebuah bentuk pengorbanan yang tidak perlu dan tidak sebanding dengan kesalahan yang telah diperbuat.
Aksi di Tugu Nol Kilometer Yogyakarta ini bukan hanya sekadar demonstrasi biasa. Aksi ini mencerminkan solidaritas yang kuat di kalangan santri terhadap salah satu tokoh agama yang dianggap representatif. Aksi ini juga menjadi cerminan dari kompleksitas dinamika sosial dan politik di Indonesia, di mana isu agama dan tokoh agama seringkali menjadi sorotan publik dan memicu perdebatan yang luas.
Perlu dianalisa lebih lanjut, apakah aksi ini murni sebagai bentuk dukungan terhadap Gus Miftah, atau juga sebagai bentuk protes terhadap apa yang dianggap sebagai tekanan berlebihan terhadap tokoh agama. Aksi ini juga bisa diinterpretasikan sebagai bentuk perlawanan terhadap apa yang dianggap sebagai upaya untuk menyingkirkan tokoh agama yang dianggap kritis atau vokal.
Lebih jauh lagi, aksi ini menimbulkan pertanyaan tentang peran dan tanggung jawab tokoh agama di ruang publik. Bagaimana seharusnya tokoh agama bersikap dan bertindak di tengah arus informasi dan opini publik yang dinamis dan seringkali penuh kontroversi? Apakah permintaan maaf sudah cukup untuk menebus kesalahan yang telah diperbuat, atau ada mekanisme lain yang lebih tepat untuk menyelesaikan konflik yang melibatkan tokoh publik?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut perlu dikaji secara mendalam dan komprehensif. Aksi Aliansi Santri Jalanan ini menjadi momentum untuk merefleksikan peran tokoh agama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, serta bagaimana masyarakat dapat merespons kesalahan yang dilakukan oleh tokoh publik dengan bijak dan proporsional.
Di sisi lain, aksi ini juga menyoroti pentingnya literasi digital dan bijak dalam menggunakan media sosial. Viralitas video Gus Miftah dan reaksi publik yang beragam menunjukkan betapa cepatnya informasi dapat tersebar dan berpotensi menimbulkan dampak yang signifikan, baik positif maupun negatif. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk selalu kritis dan bijak dalam menerima dan menyebarkan informasi di media sosial.
Ke depan, peristiwa ini diharapkan dapat menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak, baik bagi tokoh agama maupun masyarakat luas. Perlu adanya peningkatan kesadaran akan pentingnya etika dan tanggung jawab dalam berkomunikasi, terutama di ruang publik. Selain itu, perlu juga dikembangkan mekanisme yang lebih efektif untuk menyelesaikan konflik dan perbedaan pendapat dengan cara yang damai dan konstruktif.
Aksi Aliansi Santri Jalanan di Yogyakarta hari ini menjadi titik fokus perhatian publik. Bagaimana aksi ini akan berlangsung dan apa dampaknya terhadap dinamika sosial dan politik ke depan, akan menjadi perhatian dan pengamatan yang menarik untuk dikaji lebih lanjut. Apakah aksi ini akan memicu reaksi lanjutan dari berbagai pihak, atau justru akan mereda seiring berjalannya waktu, hanya waktu yang akan menjawabnya. Yang jelas, aksi ini telah menunjukkan betapa kuatnya solidaritas dan peran santri dalam menjaga dan mempertahankan nilai-nilai agama dan kehidupan berbangsa dan bernegara. Peristiwa ini juga menjadi pengingat akan pentingnya kesadaran bersama untuk membangun komunikasi yang lebih bijak dan bertanggung jawab di era digital saat ini.