Ramadan, bulan suci penuh berkah bagi umat Muslim, mewajibkan setiap individu yang mampu untuk menjalankan ibadah puasa. Namun, berbagai halangan dapat menyebabkan seseorang meninggalkan puasa Ramadan. Bagi mereka yang terpaksa meninggalkan puasa karena alasan syar’i, terdapat kewajiban untuk mengqadha, yaitu mengganti puasa yang telah ditinggalkan tersebut. Pertanyaan mengenai hukum dan tata cara mengqadha puasa Ramadan, khususnya pada hari Kamis, seringkali muncul di tengah umat Islam. Artikel ini akan mengulas secara mendalam hukum niat puasa qadha Ramadan di hari Kamis, kemungkinan penggabungannya dengan puasa sunnah, serta pandangan berbeda di kalangan ulama.
Kewajiban Qadha Puasa Ramadan
Sebelum membahas lebih lanjut mengenai niat puasa qadha di hari Kamis, penting untuk memahami dasar hukum kewajiban qadha. Secara ringkas, kewajiban mengqadha puasa Ramadan didasarkan pada prinsip syariat Islam yang menekankan pentingnya memenuhi kewajiban ibadah. Al-Qur’an dan Hadits secara tegas menyebutkan kewajiban puasa Ramadan, dan meninggalkan puasa tanpa alasan yang dibenarkan merupakan pelanggaran. Oleh karena itu, mengganti puasa yang ditinggalkan merupakan bentuk tanggung jawab seorang muslim untuk memenuhi kewajiban tersebut.
Buku "Rahasia Puasa Menurut 4 Mazhab" karya Thariq Muhammad Suwaidan menjelaskan bahwa jumlah hari qadha harus sama dengan jumlah hari puasa yang ditinggalkan. Jika seseorang sengaja membatalkan puasa selama tiga hari, maka ia wajib mengqadha selama tiga hari pula. Hal ini berlaku pula bagi mereka yang meninggalkan puasa karena alasan sakit, perjalanan jauh, atau halangan syar’i lainnya yang dibenarkan. Ketetapan ini menegaskan pentingnya konsistensi dan komitmen dalam menjalankan ibadah puasa Ramadan.
Bacaan Niat Puasa Qadha Ramadan
Niat merupakan rukun utama dalam ibadah puasa. Meskipun niat puasa qadha Ramadan dan niat puasa Ramadan biasa memiliki perbedaan dalam lafal, waktu pelaksanaan niat tetap sama, yaitu antara Maghrib hingga sebelum Subuh. Buku "Tata Cara dan Tuntunan Segala Jenis Puasa" karya Nur Solikhin mencantumkan bacaan niat yang umum digunakan:
Arab: نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ قَضَاءِ فَرْضِ رَمَضَانَ لِلَّهِ تَعَالَىٰ
Latin: Nawaitu shauma ghadin ‘an qadhaai fardhi ramadhaana lillahi ta’aalaa.
Artinya: "Aku niat puasa esok hari sebagai ganti fardhu Ramadan karena Allah Ta’ala."
Bacaan niat ini berlaku baik untuk puasa qadha di hari Kamis, Senin, atau hari lainnya. Tidak ada perbedaan bacaan niat berdasarkan hari pelaksanaan qadha. Yang penting adalah keikhlasan dan kesungguhan dalam niat tersebut, mengarahkan seluruh ibadah hanya kepada Allah SWT.
Hukum Puasa Qadha Ramadan di Hari Kamis
Pertanyaan mengenai keistimewaan atau hukum khusus melakukan qadha puasa Ramadan di hari Kamis seringkali mengemuka. Apakah ada keutamaan tertentu? Apakah diperbolehkan menggabungkan niat qadha dengan puasa sunnah seperti puasa Kamis atau puasa Senin? Jawaban atas pertanyaan ini memerlukan penelusuran lebih lanjut pada pendapat para ulama.
Pandangan Ulama yang Membolehkan Penggabungan Niat
Sebagian ulama, termasuk beberapa ulama mazhab Syafi’i dan Lembaga Fatwa Mesir, berpendapat bahwa menggabungkan niat puasa qadha dengan puasa sunnah diperbolehkan. Pendapat ini didasarkan pada beberapa dalil dan ijtihad. Imam as-Suyuthi dalam kitabnya, Al-Asybah wa An-Nadzhair, menyatakan bahwa menggabungkan niat qadha dengan puasa sunnah seperti puasa Arafah akan menghasilkan dua pahala, yaitu pahala wajib (qadha) dan pahala sunnah. Imam Ar-Ramli as-Syafi’i dalam Nihâyatul Muhtāj juga berpendapat serupa, bahwa qadha di bulan Syawwal atau di hari Asyura tetap mendapatkan pahala puasa sunnahnya.
Meskipun diperbolehkan, para ulama ini tetap menganjurkan pemisahan niat antara puasa wajib dan sunnah agar lebih afdhal (lebih utama). Pemisahan niat ini bertujuan untuk lebih fokus dan khusyuk dalam menjalankan masing-masing ibadah.
Pandangan Ulama yang Menolak Penggabungan Niat
Di sisi lain, terdapat ulama yang berpendapat sebaliknya. Syaikh bin Baz, Syaikh Dr. Abdurrahman Ali Al-Askar, dan Syaikh Dr. Muhammad bin Hassan berpendapat bahwa menggabungkan niat qadha dengan puasa sunnah tidak diperbolehkan. Mereka berpegang pada kaidah fiqhiyah yang menyatakan bahwa niat yang lebih besar akan mengalahkan niat yang lebih kecil. Dalam konteks ini, niat qadha (wajib) akan mengalahkan niat puasa sunnah, sehingga niat puasa sunnah menjadi tidak sah.
Dengan demikian, menurut pandangan ini, meskipun seseorang berniat menggabungkan kedua niat, hanya niat qadha yang akan terhitung, sementara niat puasa sunnah menjadi batal. Pendapat ini menekankan pentingnya memisahkan niat untuk setiap ibadah agar tidak terjadi kerancuan dan agar setiap ibadah dijalankan dengan fokus dan keikhlasan yang maksimal.
Kesimpulan
Hukum niat puasa qadha Ramadan di hari Kamis pada dasarnya sama dengan hari lainnya. Tidak ada perbedaan hukum khusus terkait hari pelaksanaan qadha. Namun, mengenai penggabungan niat qadha dengan puasa sunnah, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama. Sebagian ulama membolehkannya, sementara sebagian lainnya melarangnya. Perbedaan ini menunjukkan keragaman ijtihad dalam memahami dan menerapkan hukum Islam.
Bagi umat Islam, penting untuk memahami berbagai pendapat ulama dan memilih pendapat yang dirasa paling kuat dalilnya dan sesuai dengan pemahaman masing-masing. Yang terpenting adalah niat yang ikhlas dan komitmen untuk menjalankan kewajiban qadha puasa Ramadan sebagai bentuk ketaatan kepada Allah SWT. Memilih untuk memisahkan niat qadha dan puasa sunnah merupakan pilihan yang lebih aman dan dianjurkan untuk menghindari keraguan dan memastikan sahnya ibadah. Konsultasi dengan ulama atau ahli fiqih yang terpercaya dapat membantu dalam mengambil keputusan yang tepat dan sesuai dengan syariat Islam.