Sebuah riwayat menarik dari Ibnu Abbas RA, yang termaktub dalam Sunan at-Tirmidzi dan Musnad Ahmad, mengungkap peristiwa luar biasa: Rasulullah SAW menyaksikan perdebatan sengit di kalangan malaikat. Perdebatan yang berpusat pada dua hal fundamental dalam kehidupan seorang hamba: kafarat (pelebur dosa) dan derajat di sisi Allah SWT. Kisah ini bukan sekadar cerita, melainkan jendela yang membuka pandangan kita tentang betapa pentingnya amal perbuatan kecil namun berdampak besar dalam meraih ridho Ilahi.
Riwayat tersebut menggambarkan Rasulullah SAW dalam keadaan yang istimewa. Beliau didatangi oleh Tuhan Yang Maha Esa dalam rupa yang paling indah, sebuah manifestasi keagungan dan kasih sayang yang tak terbayangkan. Awalnya, Rasulullah SAW tidak mengetahui perihal perdebatan di alam malaikat, sebuah dunia yang tersembunyi dari pancaindra manusia biasa. Namun, atas izin dan kuasa Allah SWT, Rasulullah SAW dianugerahi pengetahuan ilahi.
Hadits tersebut menuturkan sabda Rasulullah SAW: "Malam ini, aku didatangi Tuhanku dalam wujud yang paling indah, kemudian Dia bertanya, ‘Wahai Muhammad, apakah engkau tahu apa yang diperdebatkan oleh al-Mala’ al-A’la?’ Aku menjawab, ‘Tidak.’"
Pertemuan sakral ini menandai dimulainya penyingkapan rahasia Ilahi. Allah SWT meletakkan tangan-Nya di pundak Rasulullah SAW, sebuah sentuhan yang terasa dingin hingga ke dada Beliau. Sentuhan tersebut bukan sekadar sentuhan fisik, melainkan transfer pengetahuan dan pemahaman yang luar biasa. Seketika itu juga, Rasulullah SAW mampu mengetahui segala sesuatu yang terjadi di langit dan di bumi, sebuah karunia tak terhingga yang hanya diberikan kepada utusan-Nya.
Allah SWT kembali bertanya, "’Wahai Muhammad, apakah engkau tahu apa yang diperdebatkan oleh al-Mala’ al-A’la?’" Kali ini, Rasulullah SAW menjawab, "Iya. Mereka berdebat tentang kafarat (pelebur dosa) dan derajat."
Jawaban Rasulullah SAW mengungkap inti perdebatan malaikat. Kafarat, yang dalam konteks ini merujuk pada tindakan-tindakan yang mampu menghapus dosa dan mendekatkan diri kepada Allah SWT, menjadi fokus utama perdebatan. Malaikat-malaikat yang mulia, dengan pengetahuan dan pemahaman mereka yang luas, ternyata masih memperdebatkan hal ini, menunjukkan betapa pentingnya memahami dan mengamalkan kafarat dalam kehidupan manusia.
Rasulullah SAW kemudian menjelaskan hasil perdebatan tersebut: "Kafarat adalah tetap berada di masjid sesudah salat, berjalan kaki menuju salat berjamaah, dan menyempurnakan wudhu pada waktu yang tidak menyenangkan."
Tiga amalan sederhana ini, yang seringkali dianggap sepele, ternyata memiliki bobot yang sangat besar di sisi Allah SWT. Tetap berada di masjid setelah salat, bukan sekadar menunggu, melainkan menunjukkan keikhlasan dan kerinduan akan kehadiran Allah SWT. Berjalan kaki menuju salat berjamaah, meskipun lelah dan sulit, menunjukkan kesungguhan dan komitmen dalam menjalankan ibadah. Menyempurnakan wudhu pada waktu yang tidak menyenangkan, seperti saat dingin atau lelah, menunjukkan kesabaran dan ketaatan yang tinggi.
Allah SWT kemudian menegaskan kebenaran penjelasan Rasulullah SAW: "’Engkau benar wahai Muhammad. Siapa yang melakukan semua ini maka ia akan hidup dengan baik dan mati dengan baik. Ia bebas dari kesalahan seperti hari ketika ia dilahirkan oleh ibunya.’"
Janji Allah SWT ini sungguh luar biasa. Amalan-amalan sederhana tersebut, jika dijalankan dengan ikhlas, mampu membersihkan dosa dan memberikan kehidupan yang baik di dunia dan akhirat. Kebebasan dari kesalahan seperti saat dilahirkan menandakan kesucian jiwa dan hati yang terbebas dari beban dosa.
Hadits ini juga menjelaskan tentang perdebatan mengenai derajat. Rasulullah SAW menjelaskan: "’Wahai Muhammad, … Adapun derajat adalah menyebarkan salam, memberikan makanan, dan salat pada malam hari ketika orang-orang sedang tidur.’"
Menyebarkan salam, tindakan yang sederhana namun penuh makna, ternyata juga menjadi penentu derajat di sisi Allah SWT. Salam bukan sekadar ungkapan, melainkan simbol persaudaraan dan kasih sayang. Memberikan makanan, terutama kepada orang yang membutuhkan, merupakan wujud kepedulian dan berbagi yang sangat dihargai oleh Allah SWT. Salat malam, saat kebanyakan orang tertidur lelap, menunjukkan ketaatan dan kedekatan yang istimewa dengan Allah SWT.
Rasulullah SAW juga mengajarkan doa yang dapat diamalkan: "Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepadamu (kemampuan untuk) melakukan kebaikan, meninggalkan kemungkaran, mencintai kaum miskin, Engkau ampuni aku dan kasihi aku lalu Engkau terima tobatku. Jika Engkau menghendaki fitnah terhadap hamba-Mu, ambillah nyawaku aku kepada-Mu tanpa mengalami fitnah." Doa ini merupakan inti dari permohonan seorang hamba yang ingin selalu berada dalam ridho Allah SWT.
Hadits ini dinukil oleh Umar Sulaiman Abdullah Al-Asyqar dalam bukunya ‘Alam al-Mala’ikah al-Abrar dan Alam al-Jinn wa asy-Syayathin’, dan diterjemahkan oleh Kaserun AS. Rahman. Imam Ibnu Katsir, seorang muhaddits terkemuka, menilai hadits ini sebagai hadits tentang mimpi yang populer, menekankan bahwa pemahaman yang benar adalah bahwa ini merupakan penglihatan Rasulullah SAW dalam mimpi. Beliau berkata, "Siapa yang menganggapnya sebagai cerita dalam keadaan jaga maka ia salah."
Meskipun demikian, hadits ini diriwayatkan dari berbagai jalur dan oleh para ulama terkemuka, seperti Imam at-Tirmidzi dan Al-Hasan yang menyatakannya sebagai hadits shahih. Al-Hasan juga menjelaskan bahwa perdebatan malaikat dalam hadits ini bukanlah perdebatan yang bersifat perselisihan pendapat seperti yang tertuang dalam Al-Quran (QS. Sad: 69-70), melainkan lebih kepada perbincangan dan pertukaran pandangan yang mendalam tentang hal-hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia.
Kesimpulannya, kisah Rasulullah SAW menyaksikan perdebatan malaikat tentang kafarat dan derajat merupakan pelajaran berharga bagi kita semua. Amalan-amalan sederhana yang seringkali kita anggap sepele, ternyata memiliki bobot yang sangat besar di sisi Allah SWT. Hadits ini mendorong kita untuk senantiasa meningkatkan kualitas ibadah, memperbanyak amal kebaikan, dan mendekatkan diri kepada Allah SWT melalui berbagai cara, sekecil apapun amalan tersebut. Kehidupan yang baik di dunia dan akhirat, serta derajat yang tinggi di sisi Allah SWT, bukanlah sesuatu yang mustahil diraih jika kita senantiasa berpegang teguh pada ajaran agama dan mengamalkannya dengan ikhlas dan istiqomah. Semoga kisah ini menjadi inspirasi dan motivasi bagi kita semua untuk senantiasa berlomba-lomba dalam kebaikan.