Jakarta – Sejarah Islam mencatat sebuah peristiwa luar biasa yang dialami Nabi Muhammad SAW: pingsannya beliau setelah menyaksikan wujud agung Malaikat Jibril. Peristiwa ini bukan sekadar kisah biasa, melainkan gambaran betapa dahsyatnya pertemuan dengan makhluk Allah yang mulia dan bertugas menyampaikan wahyu Ilahi. Hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad dalam Musnad Ahmad, dan diterjemahkan oleh Anshari Taslim, mengungkapkan detail pengalaman spiritual yang menggetarkan ini. Sanad hadits ini melalui jalur Abdurrazzaq, Ma’mar, Az-Zuhri, Abu Salamah bin Abdurrahman, hingga akhirnya sampai kepada Jabir bin Abdullah yang menjadi saksi atas penuturan langsung Rasulullah SAW.
Jabir bin Abdullah, salah satu sahabat Nabi yang mulia, mengisahkan bagaimana Rasulullah SAW menggambarkan proses penerimaan wahyu. Nabi SAW mendengar suara yang menggema dari langit. Mendengar suara tersebut, beliau menengadah, dan pandangannya tertuju pada sosok yang telah pernah menemuinya di Gua Hira: Malaikat Jibril. Namun, kali ini, penampakan Jibril jauh lebih dahsyat dan melampaui pengalaman sebelumnya.
Rasulullah SAW menggambarkan Jibril duduk di atas kursi yang terbentang di antara langit dan bumi – sebuah gambaran yang menunjukkan kebesaran dan keagungan malaikat tersebut yang melampaui batas persepsi manusia biasa. Wujud Jibril yang maha agung ini melampaui kemampuan daya tangkap panca indra Nabi SAW, sehingga beliau pun pingsan karena tak kuasa menahan ketakutan dan kekaguman yang luar biasa. Begitu hebatnya pengalaman tersebut, sehingga Rasulullah SAW menyatakan kepada istrinya, “Selimuti aku, selimuti aku!”, menunjukkan betapa beliau sangat terguncang oleh peristiwa tersebut.
Reaksi Rasulullah SAW yang pingsan bukan sekadar reaksi ketakutan biasa. Ini merupakan manifestasi dari kebesaran dan keagungan Allah SWT yang terpancar melalui utusan-Nya, Jibril. Kejadian ini menunjukkan betapa manusia, sehebat apapun, akan tetap merasa kecil dan tak berdaya di hadapan kebesaran Sang Pencipta. Allah SWT kemudian menurunkan ayat sebagai penghiburan dan sekaligus perintah bagi Nabi SAW untuk melanjutkan tugas kenabiannya. Ayat tersebut terdapat dalam surah Al-Mudatsir ayat 1-5: "Hai orang-orang yang berkemul (berselimut), bangunlah, lalu berilah peringatan! Dan Tuhanmu agungkanlah! Dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa tinggalkanlah!" Ayat ini menjadi penegasan atas tugas suci yang diemban Rasulullah SAW, bahkan setelah mengalami pengalaman spiritual yang begitu dahsyat.
Deskripsi mengenai wujud Malaikat Jibril dalam berbagai riwayat hadits dan tafsir Al-Qur’an semakin memperkuat gambaran betapa agungnya makhluk Allah ini. Dalam kitab "Alam al-Mala’ikah al-Abrar & Alam al-Jinn wa asy-Syayathin" karya Umar Sulaiman Abdullah Al-Asyqar (yang diterjemahkan oleh Kaserun AS. Rahman), dijelaskan bahwa kebesaran Jibril begitu luar biasa hingga tubuhnya meliputi ruang antara langit dan bumi. Rasulullah SAW sendiri bersabda, "Aku melihat Jibril turun dari langit. Besarnya tubuh Jibril menutupi antara langit dan bumi." (Sunan at-Tirmidzi dengan sanad shahih). Gambaran ini bukan hanya sekadar metafora, melainkan ungkapan yang menggambarkan kebesaran dan kekuasaan Jibril yang melampaui batas persepsi manusia.
Tidak hanya itu, riwayat lain juga menyebutkan bahwa Jibril memiliki 600 sayap. Imam Ahmad meriwayatkan dalam Musnad-nya dari Ibnu Mas’ud, yang berkata, "Rasulullah SAW pernah melihat Jibril AS dalam wujud aslinya. Jibril memiliki 600 sayap dan setiap satu sayap mampu menutupi cakrawala." Ibnu Katsir dalam Al-Bidayah menilai sanad hadits ini sebagai sanad jayyid (baik). Jumlah sayap yang begitu banyak ini semakin menegaskan kekuasaan dan keagungan Jibril sebagai malaikat yang ditugaskan untuk menyampaikan wahyu Allah SWT. Bayangan cakrawala yang tertutup oleh setiap sayapnya menggambarkan betapa luas dan dahsyatnya jangkauan kekuasaan Jibril.
Al-Qur’an sendiri juga memberikan gambaran tentang keutamaan dan keagungan Jibril. Allah SWT berfirman dalam surah At-Takwir ayat 19-21: "(yaitu) Al-Quran yang mulia, (diturunkan) kepada seorang yang mulia, (Jibril) yang memiliki kekuatan dan kedudukan tinggi di sisi (Allah) yang memiliki Arasy, yang di sana (Jibril) ditaati lagi dipercaya." (Terjemahan bebas). Ayat ini menegaskan kedudukan Jibril yang mulia dan dipercaya oleh Allah SWT, sekaligus menguatkan gambaran tentang kekuatan dan keagungannya. Kata "mulia" yang digunakan untuk menggambarkan Jibril menunjukkan kemuliaan dan kesuciannya sebagai malaikat Allah. Ungkapan "yang memiliki kekuatan dan kedudukan tinggi" menunjukkan kekuasaan dan otoritasnya dalam menyampaikan wahyu. Dan ungkapan "yang di sana (Jibril) ditaati lagi dipercaya" menunjukkan kepatuhan dan kepercayaan penuh yang diberikan Allah SWT kepada Jibril.
Pengalaman Rasulullah SAW pingsan saat menyaksikan wujud Jibril bukanlah sebuah cerita yang bertujuan untuk menakut-nakuti, melainkan untuk mengingatkan kita akan kebesaran dan keagungan Allah SWT. Peristiwa ini menunjukkan betapa manusia harus selalu merendahkan diri di hadapan Allah SWT dan menghargai kebesaran ciptaan-Nya. Kisah ini juga menunjukkan betapa berat amanah yang dietapkan kepada Rasulullah SAW dalam menyampaikan wahyu Ilahi. Kejadian ini menjadi pengingat bahwa iman bukanlah hanya sekadar ucapan lisan, melainkan perasaan dan pengalaman spiritual yang mendalam.
Lebih dari itu, kisah ini mengajarkan kita tentang kebesaran dan keagungan malaikat Allah SWT. Jibril, sebagai malaikat yang dipercaya untuk menyampaikan wahyu, merupakan gambaran dari kekuasaan dan kemahakuasaan Allah SWT. Kisah ini juga mengajarkan kita untuk selalu berusaha mendekati Allah SWT dengan keikhlasan dan ketaatan. Dengan memahami kisah ini, kita akan lebih mengerti tentang kebesaran Allah SWT dan betapa kecilnya manusia di hadapan-Nya.
Sebagai penutup, peristiwa Rasulullah SAW pingsan saat melihat wujud Jibril merupakan bagian dari sejarah Islam yang penting dan bermakna. Kisah ini bukan hanya sekedar cerita biasa, melainkan gambaran dari kebesaran Allah SWT dan kekuasaan malaikat-malaikat-Nya. Semoga kisah ini dapat memberikan inspirasi dan hikmah bagi kita semua untuk selalu mengingat Allah SWT dan berusaha untuk menjalani hidup sesuai dengan petunjuk-Nya. Wallahu a’lam bishawab.