Jakarta – Kehidupan manusia, sebagai makhluk sosial, tak lepas dari ketergantungan dan interaksi antar sesama. Rintangan dan kebutuhan hidup kerap menuntut bantuan dan kolaborasi. Islam, sebagai agama yang holistik, tak hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, namun juga menekankan pentingnya membangun relasi sosial yang harmonis dan saling menguntungkan. Konsep taawun, yang secara harfiah berarti saling menolong, menjadi pilar utama dalam membangun masyarakat yang adil, sejahtera, dan bermartabat. Pemahaman mendalam tentang taawun, meliputi definisi, landasan hukum, dan implementasinya dalam kehidupan sehari-hari, menjadi krusial untuk merealisasikan nilai-nilai luhur ajaran Islam.
Definisi dan Landasan Hukum Taawun
Secara bahasa, taawun merujuk pada tindakan saling membantu dan bergotong royong. Namun, dalam konteks ajaran Islam, taawun memiliki makna yang lebih luas dan mendalam. Ia bukan sekadar tindakan membantu secara fisik, namun juga mencakup dukungan moral, intelektual, dan spiritual. Taawun merupakan manifestasi dari rasa kasih sayang, kepedulian, dan tanggung jawab sosial yang diilhami oleh nilai-nilai keimanan.
Buku "Aqidah Akhlaq" karya Taofik Yusmansyah mendefinisikan taawun sebagai sikap membantu sesama manusia. Keberadaan taawun dalam suatu masyarakat akan menciptakan lingkungan yang nyaman, harmonis, dan sejahtera. Manusia, sebagai makhluk sosial yang memiliki keterbatasan, senantiasa membutuhkan bantuan orang lain untuk memenuhi kebutuhan hidup, baik material maupun non-material. Keadaan ini menciptakan dinamika saling ketergantungan yang positif, di mana orang kaya dapat membantu orang miskin secara finansial, sementara orang miskin dapat berkontribusi dengan tenaga dan keahliannya.
Bentuk bantuan dalam taawun sangat beragam. Ia tak terbatas pada bantuan materi, namun juga meliputi dukungan tenaga, ilmu pengetahuan, dan nasihat. Namun, penting untuk diingat bahwa taawun hanya dibenarkan dalam konteks kebaikan dan ketaatan kepada Allah SWT. Allah SWT melarang keras taawun dalam perbuatan dosa dan kejahatan. Hal ini ditegaskan dalam firman-Nya dalam Surat Al-Maidah ayat 2:
“…dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.”
Ayat ini dengan tegas membatasi ruang lingkup taawun. Bantuan hanya dibolehkan dalam konteks kebaikan dan ketaqwaan, bukan untuk mendukung tindakan yang melanggar hukum agama dan moral. Menolong teman berbohong, mencontek, mencuri, dan berbagai bentuk kejahatan lainnya termasuk perbuatan terlarang.
Taawun dalam Menghadapi Kezaliman
Buku "Quran Hadist" karya Muhaemin menambahkan dimensi penting dalam pemahaman taawun. Ia menjelaskan bahwa taawun tidak hanya ditujukan kepada mereka yang lemah dan teraniaya, namun juga kepada mereka yang melakukan kezaliman. Namun, bentuk bantuan dalam kasus ini bukan untuk mendukung tindakan zalim, melainkan untuk mencegahnya dan membimbing pelaku ke jalan yang benar.
Hadits dari Anas bin Malik RA meriwayatkan sabda Rasulullah SAW: "Tolonglah saudaramu yang sedang melakukan kezaliman atau yang sedang dizalimi." Ketika para sahabat bertanya bagaimana cara menolong orang yang berbuat zalim, Rasulullah SAW menjawab: "(Tolonglah dia) dengan mencegah dan melarangnya untuk melakukan perbuatan zalim (lagi), maka demikianlah kamu telah menolongnya." (HR Imam Ahmad dan Syaikhan)
Hadits ini menunjukkan bahwa taawun juga mencakup upaya pencegahan kejahatan dan pembinaan moral. Menolong orang yang melakukan kezaliman berarti mencegahnya dari perbuatan buruk dan membimbingnya menuju jalan yang benar. Ini menuntut kebijaksanaan dan kehati-hatian dalam memberikan bantuan, agar tidak justru mendukung tindakan yang salah.
Rasulullah SAW juga bersabda: "Permudahlah oleh kalian dan janganlah kalian mempersulit. Buatlah oleh kalian (mereka) tenang dan janganlah kalian membuat (mereka) berlari." (HR Bukhari)
Hadits ini menekankan pentingnya sikap ramah, empati, dan membantu dalam setiap interaksi sosial. Islam mengajarkan umatnya untuk berlaku adil dan baik kepada seluruh umat manusia, tanpa memandang latar belakang suku, agama, atau status sosial. Setiap individu berhak mendapatkan perlakuan yang baik dan adil, kecuali dalam hal akidah dan ibadah, yang merupakan hak individu untuk memilih dan menjalankan kepercayaannya sendiri.
Teladan Rasulullah SAW dan Para Sahabat
Sejarah Islam kaya akan contoh nyata penerapan taawun. Peristiwa hijrah Rasulullah SAW ke Madinah menjadi contoh yang inspiratif. Langkah pertama yang dilakukan Rasulullah SAW adalah mempersaudarakan para Muhajirin (pendatang dari Mekkah) dan Anshar (penduduk Madinah) melalui proses muakhkhat atau taakhkhi. Langkah ini menjadi fondasi kuat bagi tumbuhnya budaya taawun di antara para sahabat.
Hadits dari Abi Musa meriwayatkan sabda Rasulullah SAW: "Seorang mukmin bagi mukmin yang lain bagaikan satu bangunan yang saling mengokohkan antara satu bagian dan bagian lainnya." (HR Bukhari)
Hadits ini menggambarkan betapa pentingnya taawun dalam membangun persaudaraan dan kekuatan umat Islam. Seperti sebuah bangunan yang kokoh, umat Islam akan kuat dan teguh jika setiap individu saling mendukung dan membantu satu sama lain.
Penerapan Taawun dalam Kehidupan Sehari-hari
Penerapan taawun dapat dimulai dari hal-hal kecil dan sederhana dalam kehidupan sehari-hari. Di lingkungan sekolah, misalnya, membantu teman yang kesulitan memahami pelajaran, meminjamkan alat tulis, atau memberikan dukungan moral merupakan bentuk taawun yang sederhana namun bermakna. Begitu pula dalam membantu teman yang sakit atau membutuhkan bantuan finansial.
Dalam konteks masyarakat yang lebih luas, taawun dapat diwujudkan melalui berbagai kegiatan sosial, seperti membantu masyarakat miskin, memberikan pelatihan keterampilan, membersihkan lingkungan, dan membangun fasilitas umum. Bantuan tidak selalu berupa materi, namun juga dapat berupa dukungan moral, informasi, dan pengetahuan.
Rasulullah SAW bersabda: "…dan Allah akan menolong seorang hamba ketika si hamba tersebut (suka) memberikan pertolongan kepada saudaranya (yang lain)…" (HR Muslim)
Hadits ini menegaskan bahwa Allah SWT akan memberikan pertolongan kepada hamba-Nya yang gemar menolong sesama. Taawun bukan hanya tindakan sosial yang mulia, namun juga merupakan investasi spiritual yang akan mendatangkan pahala dan keberkahan dari Allah SWT.
Kesimpulan
Taawun merupakan ajaran Islam yang sangat penting dalam membangun masyarakat yang adil, sejahtera, dan bermartabat. Ia bukan sekadar tindakan saling membantu, namun juga manifestasi dari nilai-nilai keimanan, kasih sayang, dan tanggung jawab sosial. Penerapan taawun harus dilakukan secara bijak dan sesuai dengan syariat Islam, dengan menghindari segala bentuk bantuan yang mendukung perbuatan dosa dan kejahatan. Dengan mengamalkan nilai-nilai taawun, kita dapat membangun kehidupan yang lebih harmonis, saling mendukung, dan penuh keberkahan. Teladan Rasulullah SAW dan para sahabat menjadi inspirasi bagi kita untuk senantiasa mengamalkan nilai-nilai taawun dalam kehidupan sehari-hari.