Kota Al-Ula, sebuah kawasan bersejarah di Arab Saudi yang terletak sekitar 400 kilometer di utara Madinah, menyimpan misteri dan peringatan yang disampaikan langsung oleh Rasulullah SAW. Meskipun kini menjadi daya tarik wisata karena situs-situs bersejarahnya, termasuk Madain Saleh—peninggalan peradaban Kaum Tsamud Al-Hijr, kaum Nabi Shaleh AS—Al-Ula memiliki riwayat kelam yang diabadikan dalam hadits-hadits Nabi. Riwayat ini bukan sekadar kisah masa lalu, melainkan pesan moral dan peringatan bagi umat Islam hingga kini.
Berbagai sumber, termasuk buku "Panduan Haji & Umrah untuk Wanita" karya Waway Qodratullah dan "Sirah Nabawiyah" karya Shafiyurrahman Al-Mubarakfuri (terjemahan Suchail Suyuti), serta "Muhammad The Messenger: Periode Futuh Mekah" karya Samih Athif Az-Zain, mencatat peringatan Rasulullah SAW terkait Al-Ula. Peringatan ini bukan larangan mutlak memasuki wilayah tersebut, namun lebih menekankan pada sikap hati-hati dan refleksi atas nasib Kaum Tsamud yang telah dibinasakan karena kezaliman mereka.
Peristiwa yang melatarbelakangi peringatan tersebut terjadi saat Rasulullah SAW memimpin pasukan besar, sekitar 30.000 prajurit, dalam perjalanan menuju Tabuk. Dalam perjalanannya, pasukan melewati Al-Ula, sebuah kawasan bebatuan yang merupakan bekas permukiman Kaum Tsamud. Di sini, Rasulullah SAW memberikan instruksi tegas yang termaktub dalam hadits-hadits sahih.
Salah satu hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari Ibnu Umar, menggambarkan bagaimana Rasulullah SAW merespon keberadaan Al-Ula. Hadits tersebut berbunyi, "Pada saat Rasulullah melewati Al-Hajar (bangunan bebatuan), beliau bersabda, ‘Janganlah kalian memasuki tempat tinggal orang-orang yang telah berbuat zalim terhadap diri mereka, (karena) dikhawatirkan musibah yang dialami oleh mereka itu akan menimpa kamu pula kecuali dalam kondisi menangis.’ Lalu Rasulullah menundukkan kepalanya sambil berjalan dengan cepat hingga melewati lembah tersebut."
Hadits ini mengandung makna yang mendalam. Rasulullah SAW tidak sekadar melarang masuk ke Al-Ula, tetapi mengajarkan sebuah pelajaran berharga tentang konsekuensi kezaliman dan pentingnya mengambil hikmah dari sejarah. Peringatan "kecuali dalam kondisi menangis" menunjukkan bahwa memasuki tempat tersebut hanya dibenarkan jika diiringi penyesalan mendalam atas dosa-dosa dan kezaliman yang pernah dilakukan oleh penduduknya. Sikap Rasulullah SAW yang menundukkan kepala dan berjalan cepat juga menggambarkan rasa hormat dan kehati-hatian yang patut dicontoh.
Lebih lanjut, hadits-hadits lain menguraikan larangan Rasulullah SAW terkait penggunaan sumber daya alam di Al-Ula. Beliau melarang pasukannya meminum air dari sumur-sumur di kawasan tersebut dan menggunakannya untuk berwudhu. Rasulullah SAW bahkan memerintahkan agar adonan yang telah dibuat diberikan kepada unta dan tidak dikonsumsi oleh manusia. Instruksi ini menunjukkan keprihatinan Rasulullah SAW akan potensi bahaya yang mungkin mengintai, baik secara fisik maupun spiritual. Air yang dilarang tersebut mungkin tercemar atau mengandung energi negatif yang terkait dengan azab yang menimpa Kaum Tsamud.
Dalam riwayat lain, Rasulullah SAW secara eksplisit menyebut Al-Ula sebagai tempat kaum yang telah di azab. Beliau bersabda, "Janganlah kalian memasuki tempat tinggal orang-orang yang zalim, kecuali sambil menangis. Karena apa yang menimpa mereka bisa menimpa kalian. Janganlah mengambil airnya untuk minum, jangan berwudhu dengannya untuk salat, dan janganlah kalian keluar pada malam hari kecuali bersama temannya."
Peringatan ini tidak hanya terkait dengan potensi bahaya fisik, seperti angin kencang dan tertimbun pasir, tetapi juga menekankan aspek spiritual. Rasulullah SAW ingin melindungi para sahabatnya dari pengaruh negatif yang mungkin ditimbulkan oleh tempat tersebut, tempat yang menyimpan kenangan akan azab Allah SWT atas kezaliman Kaum Tsamud. Larangan keluar malam kecuali bersama teman juga menunjukkan perhatian terhadap keselamatan fisik dan psikologis para sahabat.
Anjuran untuk tidak memasuki Al-Ula kecuali dalam keadaan menangis dan larangan minum air atau berwudhu dengan air dari sumur-sumur di kawasan tersebut bukanlah larangan yang bersifat absolut dan permanen. Peringatan ini lebih bersifat nasihat dan ajakan untuk berintrospeksi diri, mengambil pelajaran dari sejarah, dan menghindari perilaku yang dapat mengundang murka Allah SWT. Rasulullah SAW tidak ingin umatnya mengulangi kesalahan Kaum Tsamud, yang akhirnya dibinasakan karena keangkuhan dan kezaliman mereka.
Peringatan Rasulullah SAW tentang Al-Ula dapat dimaknai sebagai sebuah pelajaran berharga tentang pentingnya:
- Menghindari kezaliman: Kisah Kaum Tsamud menjadi bukti nyata bahwa kezaliman akan berbuah malapetaka. Rasulullah SAW mengingatkan umatnya agar selalu berbuat adil dan menghindari segala bentuk kezaliman.
- Menghormati sejarah: Al-Ula sebagai saksi bisu atas azab Allah SWT mengingatkan kita akan pentingnya menghargai sejarah dan mengambil hikmah dari peristiwa masa lalu.
- Berhati-hati dalam bertindak: Peringatan Rasulullah SAW menunjukkan perlunya kehati-hatian dan pertimbangan matang sebelum melakukan sesuatu, terutama yang berkaitan dengan tempat-tempat yang memiliki riwayat kelam.
- Bertawakkal kepada Allah SWT: Meskipun ada peringatan, kita tetap harus bertawakkal kepada Allah SWT dan memohon perlindungan-Nya dari segala macam bahaya.
Kesimpulannya, peringatan Rasulullah SAW tentang Al-Ula bukanlah sekadar larangan geografis, melainkan pesan moral yang sarat makna. Peringatan ini mengajak umat Islam untuk merenungkan sejarah, menghindari kezaliman, dan selalu bertawakkal kepada Allah SWT. Al-Ula, dengan segala sejarah dan misterinya, menjadi pengingat akan kuasa Allah SWT dan konsekuensi dari perbuatan manusia. Sebagai umat Islam, kita hendaknya mengambil hikmah dari kisah ini dan menjadikan Al-Ula sebagai pelajaran berharga dalam menjalani kehidupan.