Surat Al-Furqan, surat ke-25 dalam Al-Qur’an yang diturunkan di Makkah (Makkiyah) dan terdiri dari 77 ayat, menyimpan sebuah permohonan tulus yang dipanjatkan hamba kepada Tuhannya. Ayat ke-74 surat ini, mengupas sebuah doa yang mengungkap cita-cita luhur seorang mukmin yang tak hanya mementingkan kebahagiaan duniawi, namun juga merupakan refleksi dari kesadaran spiritual yang dalam. Ayat ini menunjukkan kualitas "ibadurrahman," sebutan bagi hamba Allah yang dimuliakan, yang terus-menerus bermunajat dan mengharapkan rahmat Tuhannya.
Ayat 74 Surat Al-Furqan dalam tulisan Arab berbunyi: "وَالَّذِينَ قَالُوا رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا" dan terjemahannya menurut Departemen Agama Republik Indonesia (Kemenag) adalah: "Dan orang-orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa."
Ayat ini bukan sekadar permohonan akan keturunan, melainkan sebuah doa yang mengarah pada cita-cita yang lebih besar. Permohonan "istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami)" bukan hanya bermakna keinginan akan keluarga yang harmonis dan bahagia secara duniawi. Lebih dari itu, ungkapan "qurrata a’yun" (penyenang hati) mengindikasikan harapan akan keturunan yang saleh dan bertakwa, yang menjadi sumber kebanggaan dan ketenangan bagi orang tuanya di dunia dan akhirat. Keturunan yang saleh bukan hanya menjadi penyejuk mata orang tua, namun juga merupakan kelanjutan dari amal saleh orang tua itu sendiri.
Lebih jauh lagi, ayat ini mengungkapkan sebuah cita-cita yang luar biasa: "dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa." Permohonan untuk menjadi "imam" di sini tidak hanya berarti menjadi pemimpin dalam arti kata harfiyah, seperti imam dalam shalat. Lebih luas lagi, permohonan ini menunjukkan hasrat untuk menjadi teladan dan pemimpin spiritual bagi umat yang bertakwa. Mereka ingin menjadi suara kebenaran dan keadilan, membimbing orang lain menuju jalan Allah SWT.
Tafsir Kemenag RI menjelaskan bahwa ayat ini menunjukkan sifat hamba Allah yang selalu bermunajat dan memohon kepada-Nya. Mereka tidak hanya meminta untuk diri sendiri, namun juga untuk keluarga dan generasi penerus. Doa ini menunjukkan kesadaran akan tanggung jawab terhadap keluarga dan umat. Mereka ingin agar keturunan mereka menjadi orang-orang yang bertakwa dan menegakkan keadilan di muka bumi.
Perlu digarisbawahi bahwa keinginan untuk menjadi "imam bagi orang-orang yang bertakwa" bukanlah sebuah ambisi akan kedudukan atau kekuasaan. Sebaliknya, ini merupakan sebuah niat yang tulus untuk memperbanyak jumlah orang-orang yang beriman dan bertakwa di muka bumi. Mereka ingin agar generasi penerus melanjutkan perjuangan dalam menegakkan keadilan dan kebenaran.
Hal ini sejalan dengan hadis Rasulullah SAW dari Abu Hurairah RA yang berbunyi: "Apabila seseorang mati, maka putuslah segala amalnya kecuali dari tiga macam: sedekah yang dapat dimanfaatkan orang, ilmu pengetahuan yang ditinggalkannya yang dapat diambil manfaatnya oleh orang lain sesudah matinya, anak yang saleh yang selalu mendoakannya." (HR Muslim). Hadis ini menunjukkan bahwa pahala akan terus mengalir kepada orang yang telah meninggal dunia jika ia meninggalkan keturunan yang saleh yang selalu mendoakannya.
Tafsir Ibnu Katsir menawarkan perspektif yang sedikit berbeda. Ibnu Katsir menafsirkan ayat ini dalam konteks nabi dan rasul Allah SWT. Mereka meminta agar ibadah mereka berhubungan dengan ibadah generasi penerus, yaitu anak dan cucunya. Mereka juga menginginkan agar hidayah yang mereka miliki juga mengurai kepada generasi selanjutnya. Ini menunjukkan kesinambungan dakwah dan misi kenabian yang diharapkan terus berlanjut melalui generasi penerus.
Secara keseluruhan, ayat 74 Surat Al-Furqan merupakan sebuah doa yang mengungkapkan cita-cita luhur seorang mukmin yang saleh. Doa ini bukan hanya meminta kebahagiaan duniawi, namun juga meliputi harapan akan keturunan yang saleh dan bertakwa, serta keinginan untuk menjadi teladan dan pemimpin bagi umat yang bertakwa. Doa ini mengajarkan kita tentang pentingnya mendidik keturunan dengan akhlak yang baik dan menanamkan nilai-nilai keimanan dan ketakwaan di dalam diri mereka. Lebih dari itu, ayat ini juga menginspirasi kita untuk terus berjuang dalam menegakkan keadilan dan kebenaran, serta menjadi teladan bagi orang lain dalam menjalani hidup yang berlandaskan iman dan takwa. Doa ini juga mengingatkan kita akan kesinambungan amal saleh yang akan terus memberikan pahala kepada kita meskipun kita telah meninggal dunia, asalkan kita meninggalkan keturunan yang saleh dan terus menjalankan amal saleh yang kita wariskan. Dengan demikian, ayat ini memberikan gambaran yang jelas tentang tujuan hidup seorang mukmin yang sejati, yaitu mencari keridaan Allah SWT di dunia dan akhirat, serta meninggalkan warisan yang bermanfaat bagi generasi penerus. Ayat ini juga mengajarkan kita tentang pentingnya berdoa dan bermunajat kepada Allah SWT untuk memperoleh rahmat dan hidayah-Nya.