Jakarta – Praktik sedekah, amal mulia yang dianjurkan dalam ajaran Islam, hadir dalam berbagai bentuk. Salah satu yang menarik perhatian dan sering menjadi perdebatan adalah sedekah sirriyyah, atau sedekah sembunyi-sembunyi. Amalan ini, yang dilakukan tanpa niat untuk diketahui orang lain, menimbulkan pertanyaan mendasar: benarkah sedekah sirriyyah lebih utama daripada sedekah yang dipublikasikan? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, perlu dilakukan pengkajian mendalam terhadap landasan agama, konteks sosial, dan hikmah di balik kedua jenis sedekah ini.
Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 271 memberikan petunjuk penting terkait hal ini. Ayat tersebut berbunyi: "Jika kamu menampakkan sedekah(mu), maka itu adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu. Dan Allah akan menghapuskan dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu; dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan." (Terjemahan Kementerian Agama RI).
Ayat ini dengan jelas tidak secara eksplisit menyatakan sedekah sirriyyah lebih utama secara mutlak. Justru, ayat ini menunjukkan bahwa kedua bentuk sedekah tersebut memiliki keutamaan masing-masing. Sedekah yang ditampakkan memiliki nilai kebaikan tersendiri, berpotensi menginspirasi orang lain untuk bersedekah, dan dapat memberikan dampak sosial yang lebih luas. Sementara itu, sedekah sirriyyah, yang disembunyikan dari pandangan publik, dianggap lebih utama dalam konteks tertentu, khususnya jika diberikan kepada fakir miskin.
Lebih lanjut, penekanan ayat ini terletak pada niat dan tujuan di balik sedekah. Allah SWT Maha Mengetahui segala niat dan perbuatan hamba-Nya. Oleh karena itu, keutamaan sedekah tidak semata-mata diukur dari cara penyampaiannya, melainkan juga dari keikhlasan dan niat yang mendasari tindakan tersebut. Jika sedekah yang ditampakkan dilandasi oleh riya’ (pamer), maka nilainya akan berkurang bahkan bisa menjadi sia-sia. Sebaliknya, sedekah sirriyyah yang dilakukan dengan ikhlas, tanpa pamrih, akan mendapatkan ganjaran yang lebih besar di sisi Allah SWT.
Pandangan ini diperkuat oleh hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh sahabat Abu Hurairah: "Salah satu kelompok hamba Allah SWT yang mendapat naungan-Nya di hari Kiamat kelak adalah seseorang yang memberi sedekah dengan tangan kanannya, lalu ia sembunyikan seakan-akan tangan kirinya tidak boleh tahu apa yang telah diberikan oleh tangan kanannya." (Muttafaq ‘alaih). Hadits ini secara tegas memuji sedekah sirriyyah dan menempatkan pelakunya sebagai salah satu dari tujuh golongan yang akan mendapatkan naungan Allah SWT di hari kiamat. Hadits ini menekankan pentingnya kesungguhan dan kerahasiaan dalam bersedekah, menunjukkan bahwa keutamaan sedekah tidak hanya terletak pada jumlahnya, tetapi juga pada cara dan niat pelakunya.
Namun, perlu dipahami bahwa hadits ini tidak serta-merta membatalkan keutamaan sedekah yang dipublikasikan. Konteks hadits ini lebih menekankan pada pentingnya menghindari riya’ dan menjaga keikhlasan dalam bersedekah. Dalam beberapa kasus, sedekah yang dipublikasikan justru dapat memberikan manfaat yang lebih luas, seperti menginspirasi orang lain untuk beramal, menunjukkan contoh yang baik, dan mempermudah penggalangan dana untuk proyek-proyek sosial yang lebih besar.
Buku "Mukjizat Sedekah Lipat Ganda Sampai 700 Kali" karya Aleeya Syaquila dan "Amalan Pembuka Rezeki" karya Haris Priyatna, menawarkan perspektif yang menarik. Kedua buku tersebut menekankan keutamaan sedekah sirriyyah, khususnya dalam konteks pemberian kepada fakir miskin. Sedekah sirriyyah, menurut kedua buku tersebut, memiliki hikmah untuk menutupi aib saudara kita yang membutuhkan, menghindari rasa malu dan menjaga harga diri mereka. Hal ini sejalan dengan ajaran Islam yang menekankan pentingnya menjaga kehormatan dan martabat setiap individu.
Namun, kedua buku tersebut juga tidak sepenuhnya menafikan keutamaan sedekah yang dipublikasikan. Mereka mengakui bahwa sedekah untuk kepentingan umum, seperti pembangunan masjid, sekolah, jembatan, atau sumur, memiliki nilai kebaikan tersendiri dan bahkan perlu dipublikasikan agar dapat menarik partisipasi lebih banyak orang. Oleh karena itu, penting untuk memahami konteks dan tujuan dari setiap jenis sedekah.
Perbedaan antara sedekah sirriyyah dan sedekah yang dipublikasikan juga dapat dijelaskan dari perspektif psikologis dan sosiologis. Sedekah sirriyyah dapat memberikan kepuasan batin yang lebih mendalam bagi pemberi, karena dilakukan murni karena keikhlasan dan rasa empati tanpa mengharapkan pujian atau pengakuan dari orang lain. Sementara itu, sedekah yang dipublikasikan dapat memberikan dampak sosial yang lebih luas, meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya berbagi, dan menciptakan ikatan sosial yang lebih kuat.
Kesimpulannya, perdebatan mengenai mana yang lebih utama antara sedekah sirriyyah dan sedekah yang dipublikasikan merupakan perdebatan yang tidak perlu. Kedua jenis sedekah tersebut memiliki nilai kebaikan dan keutamaan masing-masing, tergantung pada konteks, niat, dan tujuannya. Yang terpenting adalah keikhlasan dan niat yang tulus dalam memberikan sedekah, karena Allah SWT Maha Mengetahui segala niat dan perbuatan hamba-Nya. Baik sedekah yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi maupun yang dipublikasikan, selama dilandasi oleh keikhlasan dan niat yang baik, akan mendapatkan pahala dan ridho dari Allah SWT. Lebih jauh lagi, penting untuk memahami bahwa sedekah bukanlah sekadar pemberian materi, melainkan juga perwujudan dari kasih sayang, empati, dan kepedulian terhadap sesama. Oleh karena itu, setiap bentuk sedekah yang dilakukan dengan tulus dan ikhlas akan memberikan dampak positif, baik bagi pemberi maupun penerima. Yang perlu dihindari adalah riya’ atau pamer, karena hal tersebut akan mengurangi bahkan menghilangkan nilai kebaikan dari sedekah itu sendiri. Pada akhirnya, pilihan antara sedekah sirriyyah dan sedekah yang dipublikasikan tergantung pada kebijaksanaan dan pertimbangan individu masing-masing, sesuai dengan kondisi dan situasi yang dihadapi. Yang paling penting adalah konsistensi dalam bersedekah dan menjaga keikhlasan dalam setiap tindakan amal kebaikan.