Jakarta, [Tanggal Publikasi] – Sejarah Islam menyimpan kisah-kisah ajaib yang melampaui batas nalar manusia. Salah satunya adalah kisah Abdullah bin Amr bin Haram, sahabat Nabi Muhammad SAW yang gugur syahid dalam Pertempuran Uhud. Keutamaan beliau sebagai sahabat Nabi terpatri abadi, tak hanya dalam catatan sejarah, tetapi juga dalam keajaiban yang menyelimuti jasadnya: keutuhan fisik yang terjaga selama 46 tahun pasca kematiannya. Kisah ini bukan sekadar catatan sejarah, melainkan sebuah bukti nyata akan kedekatan dan ridho Allah SWT kepada hamba-Nya yang setia.
Prahara Uhud dan Praduga Syahid
Abdullah bin Amr, salah satu dari 73 kaum Anshar yang setia membaiat Rasulullah SAW dalam Baiat Aqabah II, tercatat sebagai sosok pilihan dari Bani Salamah. Sejak awal pengabdiannya kepada Islam, ia telah menyerahkan segenap jiwa, raga, harta, dan keluarganya untuk membela agama Allah. Keberaniannya teruji dalam Pertempuran Badar dan Uhud, menunjukkan komitmen tanpa batas terhadap perjuangan Islam.
Namun, sebelum peperangan di Uhud, Abdullah bin Amr merasakan firasat kuat akan kematiannya. Bukan rasa takut yang mencengkeramnya, melainkan kebahagiaan yang meluap. Seperti yang diceritakan dalam biografi 60 Sahabat Rasulullah SAW karya Khalid Muhammad Khalid, Abdullah memanggil putranya, Jabir bin Abdullah, dan berwasiat: "Wahai anakku, aku merasa yakin akan gugur dalam perang ini. Mungkin aku akan menjadi muslim pertama yang syahid. Demi Allah, tak ada yang lebih kucintai setelah Rasulullah selain dirimu. Bayarlah hutangku dan berbuat baiklah kepada saudara-saudaramu!"
Wasiat tersebut bukan sekadar ungkapan, melainkan sebuah keyakinan yang terpatri dalam hati seorang pejuang sejati. Dan benarlah firasatnya. Abdullah bin Amr termasuk di antara syuhada pertama yang gugur dalam pertempuran dahsyat tersebut, jasadnya menjadi saksi bisu kekejaman kaum musyrik yang memperlakukan para syuhada dengan brutal.
Tangis dan Sabda Nabi
Setelah pertempuran, Jabir bin Abdullah, dengan hati yang bercampur duka dan bangga, mencari jasad ayahnya di antara para syuhada. Ia menemukannya di tengah tumpukan jasad yang mengenaskan, mengalami perlakuan kejam yang sama seperti para pahlawan Islam lainnya. Tangis Jabir dan keluarga lainnya mengiringi pencarian dan pengenalan jasad para syuhada.
Rasulullah SAW, menyaksikan kesedihan mereka, mengucapkan sabda yang menenangkan sekaligus menguatkan: "Kalian tangisi atau tidak, ia telah berada dalam naungan sayap-sayap para malaikat." Sabda tersebut menjadi penghiburan sekaligus penegasan akan kedudukan mulia para syuhada di sisi Allah SWT.
Doa dan Ayat Suci
Keimanan Abdullah bin Amr yang teguh dan kerinduannya yang mendalam untuk syahid di jalan Allah merupakan puncak cita-citanya. Bahkan, Rasulullah SAW pernah menyampaikan kabar gembira yang menggambarkan kedekatan Abdullah dengan Allah SWT. Suatu hari, Rasulullah SAW bersabda kepada Jabir: "Wahai Jabir, Allah tidak pernah berfirman kepada seorang pun kecuali dari balik tabir. Namun, Dia telah berfirman kepada ayahmu secara langsung. Dia berfirman kepada ayahmu: ‘Wahai hamba-Ku, mintalah kepada-Ku, Aku pasti memberimu!’"
Abdullah bin Amr pun memanjatkan doa: "Ya Tuhan, aku memohon kepada-Mu agar Engkau mengembalikan aku ke dunia untuk sekali lagi berperang di jalan-Mu."
Allah SWT menjawab: "Sesungguhnya, Aku telah berfirman bahwa mereka tidak akan dikembalikan ke dunia."
Abdullah bin Amr kemudian melanjutkan doanya: "Kalau begitu, sampaikanlah nikmat yang Engkau anugerahkan kepada kami kepada orang-orang sesudahku!"
Sebagai jawaban atas doa tersebut, Allah SWT menurunkan ayat suci Al-Quran, Surat Ali Imran ayat 169-170, yang memberikan penghiburan dan penegasan akan kehidupan abadi bagi para syuhada: "Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezeki. Mereka dalam keadaan gembira disebabkan karunia Allah yang diberikan-Nya kepada mereka dan mereka bergirang hati terhadap orang-orang yang masih tinggal di belakang yang belum menyusul mereka bahwa tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati."
Keajaiban di Makam Uhud
Setelah pengenalan jasad para syuhada, keluarga Abdullah bin Amr membawa jasadnya, bersama jasad saudara laki-lakinya yang juga syahid, menuju Madinah untuk dimakamkan. Namun, utusan Rasulullah SAW menyusul dan menyampaikan perintah Nabi: "Makamkanlah para korban yang gugur di tempat mereka gugur!" Maka, setiap keluarga kembali ke medan perang Uhud untuk memakamkan para syuhada di tempat mereka gugur. Rasulullah SAW sendiri memimpin pemakaman para sahabatnya yang mulia ini.
Makam Abdullah bin Amr dan Amr bin Jamuh, dua sahabat yang dikenal saling mencintai dan setia, dimakamkan dalam satu liang kubur sesuai perintah Nabi. Lokasi pemakaman mereka, seperti yang dijelaskan dalam buku Kisah Karomah Para Wali Allah karya Abul Fida’ Abdurraqib bin Ali Al-Ibi, terletak di area yang rawan banjir.
Suatu ketika, banjir besar menerjang area pemakaman tersebut, membongkar beberapa kuburan, termasuk makam Abdullah bin Amr dan Amr bin Jamuh. Yang mengejutkan, jasad mereka ditemukan masih utuh! Kain kafan mereka masih sempurna, bahkan luka di wajah Abdullah bin Amr masih terlihat jelas. Jabir, putra Abdullah, mencoba menggeser tangan ayahnya dari luka tersebut, dan darah segar mengalir deras. Namun, saat tangannya dikembalikan ke posisi semula, pendarahan berhenti. Jasad Abdullah bin Amr tampak tenang, seperti sedang tertidur lelap. Kain kafan dan mantel yang membalut jasadnya masih utuh, padahal sudah 46 tahun berlalu sejak kematiannya.
Jabir sempat berniat memindahkan makam ayahnya, namun para sahabat Rasulullah SAW melarangnya, mengatakan bahwa lokasi pemakaman tersebut tidak boleh diganggu karena alasan keamanan.
Kesaksian Para Sejarawan
Kisah keajaiban ini bukan hanya cerita lisan, melainkan terdokumentasi dalam catatan beberapa sejarawan terkemuka. Ibnu Sa’ad mencatat kesaksian Amr bin Al-Haitsam Abu Qathan, yang mendengar dari Hisyam Ad-Dastawa’i, dari Abu Az-Zubair, dan akhirnya dari Jabir Radhiyallahu Anhu, tentang pembongkaran kuburan para syuhada Perang Uhud saat Khalifah Mu’awiyah membangun saluran air. Mereka menemukan jasad-jasad tersebut masih utuh meskipun sudah 40 tahun berlalu.
Ibnu Ishaq juga mencatat kisah serupa dari beberapa tetua kaum Anshar, yang menceritakan pembongkaran makam Amr bin Al-Jamuh dan Amr bin Abdullah Al-Anshari saat pembangunan saluran air di masa Khalifah Mu’awiyah. Mereka menemukan jasad keduanya masih utuh, dengan kain kafan yang sederhana, seolah baru saja dimakamkan.
Kisah Abdullah bin Amr bin Haram dan keajaiban yang menyelimuti jasadnya merupakan bukti nyata akan keagungan Allah SWT dan keistimewaan para syuhada yang gugur di jalan-Nya. Kisah ini menjadi inspirasi dan pengingat bagi kita akan pentingnya keimanan, keberanian, dan pengabdian tanpa batas kepada Allah dan Rasul-Nya. Keutuhan jasadnya selama 46 tahun bukanlah sekadar fenomena alamiah, melainkan sebuah mukjizat yang menunjukkan betapa besarnya ganjaran bagi mereka yang berjuang dan syahid di jalan Allah SWT.