Jakarta – Perjalanan Islam di Indonesia, yang kini menjadi agama mayoritas, diwarnai oleh misteri dan perdebatan seputar asal-usulnya. Sejumlah teori dan bukti peninggalan sejarah bersaksi tentang proses masuknya Islam ke Nusantara, melibatkan peran beragam pihak dan jalur.
Teori-Teori yang Bersaing:
Para sejarawan telah mengidentifikasi tiga teori utama yang menjadi pusat perdebatan, yaitu:
1. Teori Gujarat:
Teori ini menempatkan pedagang dari Gujarat, India, sebagai aktor utama dalam penyebaran Islam ke Indonesia pada abad ke-13 Masehi. Jalur perdagangan yang ramai antara Gujarat dan wilayah Indonesia menjadi pintu masuk bagi ajaran Islam.
Bukti Pendukung:
- Kurangnya bukti konkret yang menunjukkan peran bangsa Arab dalam penyebaran Islam awal di Indonesia.
- Jalinan perdagangan yang intens antara India dan Indonesia melalui jalur perdagangan Indonesia-Cambay-Timur Tengah-Eropa.
- Penemuan inskripsi tertua tentang Islam di Sumatera pada 1297 Masehi, berupa batu nisan Sultan Samudra Pasai, Malik as-Saleh, yang memiliki corak khas Gujarat.
2. Teori Makkah:
Teori ini menantang teori Gujarat dengan mengusulkan bahwa Islam pertama kali dibawa ke Indonesia oleh para pedagang Arab pada abad ke-7 Masehi. Pedagang Arab dari kaum Alawiyyin dan Hadramaut diyakini membawa ajaran Islam ke pesisir Sumatera dan membentuk koloni perdagangan di wilayah tersebut.
Bukti Pendukung:
- Berita Tiongkok menyatakan bahwa sejak abad ke-7, sekitar 674 M, pedagang Arab telah membangun perkampungan di Pantai Barat Sumatera, menguatkan keberadaan komunitas Muslim Arab di wilayah tersebut sejak abad ke-4.
- Samudra Pasai, kerajaan Islam pertama di Indonesia, menganut mazhab Syafi’i yang dominan di Mesir dan Makkah pada masa itu, berbeda dengan Gujarat yang lebih banyak dipengaruhi oleh mazhab Hanafi.
- Gelar Al-Malik yang digunakan oleh para raja di Samudra Pasai, sebenarnya berasal dari tradisi Mesir.
3. Teori Persia:
Teori Persia menjadi alternatif lain yang diusulkan oleh para sejarawan. Teori ini menyatakan bahwa Islam masuk ke Indonesia melalui pengaruh Persia (Iran) sekitar abad ke-13. Meskipun waktu kedatangan Islam dalam teori ini mirip dengan teori Gujarat, teori Persia menekankan peran Persia sebagai pembawa awal Islam ke Indonesia.
Bukti Pendukung:
- Tradisi peringatan 10 Muharram untuk mengenang kematian Hasan dan Husein, cucu Nabi Muhammad, di beberapa wilayah di Indonesia, khususnya upacara Tabuik atau Tabut di Sumatera Barat, yang merupakan ciri khas tradisi Syiah dari Persia.
- Ajaran Siti Jenar di Jawa memiliki kemiripan dengan ajaran sufi Iran, Al-Harraj.
- Penggunaan istilah-istilah dalam bahasa Iran di Indonesia untuk mengeja bahasa Arab.
- Penemuan makam Maulana Malik Ibrahim di Gresik yang wafat pada 1419.
- Bukti adanya perkampungan Leran di daerah Giri, Gresik.
4. Teori Tiongkok:
Teori Tiongkok menawarkan perspektif yang berbeda, berpendapat bahwa Islam dibawa ke Indonesia oleh para perantau Tionghoa.
Bukti Pendukung:
- Bukti perpindahan masyarakat Islam dari Canton (Tiongkok) ke Asia Tenggara, khususnya dari Kedah hingga Palembang, sekitar 879 Masehi.
- Raden Patah, raja pertama Kesultanan Demak, diyakini merupakan keturunan Tionghoa dari garis ibunya yang berasal dari Campa, sekarang Vietnam. Dalam tradisi Tiongkok, Raden Patah dikenal dengan nama Jin Bun.
- Hikayat Hasanuddin dan Sejarah Banten mencatat banyak nama-nama bergaya Tiongkok, seperti "Cek Ko Po," "Jin Bun," dan "Cun Ceh," dalam kisah tentang raja-raja Demak dan Banten.
- Beberapa masjid tua di Indonesia menampilkan ciri arsitektur khas Tionghoa, seperti Masjid Jami’ Angke di Jakarta, yang dibangun pada 2 April 1761 oleh keturunan Tionghoa Muslim.
Tahun Masuknya Islam ke Indonesia:
Perdebatan mengenai tahun masuknya Islam ke Indonesia juga mewarnai sejarah. Tiga teori utama muncul:
1. Abad ke-7:
Teori ini didukung oleh sejumlah tokoh yang berpendapat bahwa kontak perdagangan antara bangsa Arab dan penduduk Indonesia sudah terjadi pada masa ini. Interaksi dengan masyarakat Tiongkok juga terjalin, membuka jalan bagi masuknya ajaran Islam ke Indonesia.
2. Abad ke-11:
Teori ini memiliki sedikit bukti kuat, namun penemuan batu nisan Fatimah binti Maimun di Leren, Gresik, Jawa Timur, yang tertulis tahun 1028, dan cap jimat kaca di Barus dengan tulisan "Demi Allah, Muhammad" yang diperkirakan berasal dari abad ke-19 atau mungkin ke-11, menjadi dasar pemikiran para pendukungnya.
3. Abad ke-13:
Teori ini memiliki sejumlah bukti yang lebih kuat. Catatan perjalanan Marco Polo yang menyebutkan singgahnya di Perlak pada 1292 Masehi dan bertemu dengan komunitas Muslim di sana, serta penemuan nisan makam Raja Samudra Pasai, Sultan Malik as-Saleh, dengan tanggal 1297 Masehi, menjadi bukti utama.
Jalur Masuknya Islam ke Indonesia:
Penyebaran Islam di Indonesia melibatkan berbagai jalur dan strategi:
1. Jalur Perdagangan:
Para pedagang muslim dari berbagai daerah, seperti Arab, Gujarat, dan Persia, membawa ajaran Islam sambil berdagang. Interaksi dagang ini memungkinkan penyebaran Islam secara bertahap kepada penduduk pribumi.
2. Jalur Perkawinan:
Pernikahan para pedagang muslim dengan putri bangsawan setempat memperkuat hubungan mereka dengan penduduk lokal. Mereka yang menikahi putri bangsawan umumnya menetap di kota pelabuhan dan membentuk komunitas yang dikenal sebagai Pekojan.
3. Struktur Sosial:
Ulama Islam mengislamkan kaum bangsawan dan para raja, yang kemudian diikuti oleh rakyat mereka. Metode ini menyebarkan Islam secara menyeluruh karena pengaruh pemimpin lokal.
4. Pendidikan:
Ulama mendirikan pondok pesantren yang menjadi pusat pendidikan Islam. Pondok pesantren menjadi tempat pembelajaran dan pembinaan calon ulama, guru agama, dan kiai, sehingga berperan besar dalam penyebaran Islam di Indonesia.
5. Seni dan Budaya:
Wali Songo menggunakan seni dan budaya, seperti wayang, untuk menyebarkan ajaran Islam di Jawa. Wayang yang digemari masyarakat Jawa menjadi media dakwah yang efektif, dengan nilai-nilai Islam disisipkan dalam pertunjukan.
6. Ajaran Tasawuf:
Tasawuf menjadi metode yang efektif karena masyarakat Indonesia memiliki kepercayaan kuat pada hal-hal magis. Pendekatan ini diterapkan oleh ulama seperti Syekh Siti Jenar, yang menyebarkan Islam dengan pendekatan yang menyesuaikan dengan kepercayaan lokal.
Kesimpulan:
Perjalanan Islam di Indonesia adalah proses yang kompleks dan multi-dimensi. Meskipun perdebatan mengenai asal-usul dan tahun masuknya Islam masih berlanjut, fakta yang tak terbantahkan adalah bahwa Islam berkembang pesat dan mengakar di Indonesia, hingga menjadi agama dengan jumlah penganut terbesar saat ini.