Jakarta, 11 November 2024 – Rapat Komisi VIII DPR RI yang dijadwalkan membahas pendahuluan biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) tahun 2025 ditunda. Penundaan ini dipicu oleh ketidaksinkronan antara dua Peraturan Presiden (Perpres) yang mengatur penyelenggaraan haji, yaitu Perpres Nomor 152 Tahun 2024 dan Perpres Nomor 154 Tahun 2024.
Anggota Komisi VIII DPR dari Fraksi PDI-P, Selly Andriany Gantina, menjadi salah satu yang menyuarakan kekhawatiran ini. Ia menilai kedua Perpres tersebut memiliki pertentangan dalam hal kewenangan penyelenggaraan ibadah haji.
"Perpres Nomor 154 Tahun 2024 seolah bertolak belakang dengan Perpres Nomor 152 Tahun 2024, terutama pada pasal 16, 17, 18, dan 19 yang mengatur tugas dan fungsi penyelenggara haji," ujar Selly dalam rapat yang disiarkan langsung melalui kanal YouTube Komisi VIII RI.
Selly mempertanyakan secara tegas siapa yang berwenang menyelenggarakan ibadah haji 2025. Ia meminta agar Kementerian Agama (Kemenag) memberikan kejelasan sebelum rapat dilanjutkan.
Perpres Nomor 154 tentang Badan Penyelenggara Haji, yang dikeluarkan oleh Presiden Prabowo, menyebutkan bahwa Badan Penyelenggara Haji bertugas memberikan dukungan penyelenggaraan haji sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Namun, Perpres Nomor 152 Tahun 2024 tentang Kementerian Agama justru mencantumkan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang penyelenggaraan haji dan umrah sebagai tugas Kementerian Agama melalui Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Dirjen PHU).
"Kami tidak ingin terjebak dalam situasi di mana DPR tidak mengetahui secara pasti siapa yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan ibadah haji. Mohon dipastikan terlebih dahulu, apakah Kementerian Agama atau Badan Penyelenggara Ibadah Haji yang berwenang," tegas Selly.
Senada dengan Selly, anggota Komisi VIII DPR dari Fraksi Demokrat, Achmad, juga menyoroti ketidakjelasan ini. Ia menilai bahwa kedua Perpres tersebut seolah saling bertentangan dalam mengatur penyelenggaraan haji.
"Ada dua aturan yang mengatur hal yang sama. Paparan yang disampaikan oleh Menteri seolah mengesampingkan peran Badan Penyelenggara Haji (BPH), sementara Perpres Nomor 154 merupakan aturan terakhir yang dikeluarkan," jelas Achmad.
Achmad mendesak Kemenag untuk menyelesaikan masalah ini secara internal. Ia menilai rancunya kedua Perpres ini, termasuk dalam hal teknis, dapat menimbulkan kebingungan dan masalah di kemudian hari.
Aprozi Alam, anggota Komisi VIII DPR dari Fraksi Golkar, juga meminta Menteri Agama Nasaruddin Umar untuk memberikan kepastian terkait kewenangan penyelenggaraan haji. Ia meminta agar Menteri Agama segera melaporkan kepada Presiden Prabowo Subianto terkait Perpres Nomor 152 dan 154.
"Sebelum rapat dilanjutkan, Pak Menteri harus memberikan kepastian kepada Presiden. Apakah penyelenggara haji adalah badan atau Kementerian Agama?" tegas Aprozi.
Menanggapi situasi ini, Ketua Komisi VIII DPR Marwan Dasopang memutuskan untuk menunda rapat. Ia menyatakan bahwa Komisi VIII DPR akan menunggu kejelasan resmi dari pemerintah mengenai pihak yang berwenang menyelenggarakan haji pada 2025.
"Hari ini kita tunda dulu, tidak memberi kesempatan kepada Pak Menteri untuk membacakan paparannya. Jika paparan dibacakan, berarti kami memberi ruang, kecuali jika ada sebutannya tentang Badan Penyelenggara Haji dan Badan tersebut hadir di sini," jelas Marwan.
"Jika sebutan Badan tidak ada dalam paparan dan Badan tidak hadir, berarti kami tidak akan memberi kesempatan kepada Pak Menteri untuk menjelaskan usulannya. Karena jika disampaikan, berarti kami mengesahkannya. Kami tidak ingin terjebak dalam masalah ini," tegas Marwan.
Penundaan rapat ini menunjukkan bahwa Komisi VIII DPR sangat serius dalam memastikan bahwa penyelenggaraan ibadah haji 2025 berjalan lancar dan sesuai dengan aturan yang jelas. Ketidaksinkronan antara kedua Perpres ini berpotensi menimbulkan masalah serius, sehingga perlu diselesaikan dengan segera.