Jakarta – Kematian adalah kepastian yang akan dihadapi setiap manusia. Namun, kepergian seseorang tak lantas membebaskan mereka dari kewajiban duniawi, termasuk utang. Dalam Islam, utang bukan sekadar transaksi finansial, melainkan cerminan etika, tanggung jawab, dan amanah yang harus dipenuhi. Pertanyaannya, bagaimana hukum membayar utang orang yang telah meninggal dunia?
Hutang, Penghalang Menuju Surga
Islam sangat memperhatikan masalah utang. Dalam kitab "Ilmu Faroidh" karya Mokhamad Rohma Rozikin, disebutkan bahwa utang bisa menjadi penghalang seseorang yang mati syahid untuk masuk surga. Hal ini dijelaskan dalam sebuah hadits riwayat Ahmad, yang menceritakan seorang lelaki yang bertanya kepada Rasulullah SAW tentang tempatnya di akhirat jika ia mati syahid. Rasulullah SAW menjawab, "Surga." Namun, setelah lelaki itu pergi, Rasulullah SAW memanggilnya kembali dan berkata, "Kecuali (jika masih memiliki) utang (karena hutang akan menghalangimu masuk surga), Jibril baru saja membisikiku."
Kewajiban Membayar Utang Jenazah
Hukum membayar utang orang yang telah meninggal dunia adalah wajib dilakukan untuk memenuhi hak-haknya sebagai jenazah. Dalam kitab "Fiqhul Islam Wa Adillatuhu" karya Wahbah Az-Zuhaili, dijelaskan bahwa setelah perawatan jenazah, utang-utang jenazah wajib dibayarkan dari semua hartanya yang tersisa. Bahkan, pembayaran utang lebih didahulukan sebelum menjalankan wasiat. Hal ini ditegaskan dalam hadits riwayat Tirmidzi, yang menceritakan bahwa Ali melihat Rasulullah SAW mengurus utang mayit sebelum mengurus wasiat.
Prioritas Pembayaran Utang
Pembayaran utang merupakan kewajiban orang yang berutang, yang diperintahkan untuk membayarnya saat masih hidup. Sementara wasiat adalah ibadah sunnah. Karena fardhu (kewajiban) lebih kuat daripada sunnah, maka pembayaran utang didahulukan.
Utang-utang yang menjadi tanggungan jenazah harus dibayarkan dari ra’sul mal (harta si jenazah sebelum dibagi-bagi), baik si jenazah mengizinkan pembayarannya atau tidak. Ini merupakan kewajiban terhadap Allah SWT atau manusia, karena utang tersebut adalah hak-haknya yang harus dipenuhi.
Urutan Prioritas Pembayaran Utang:
- Utang kepada Allah SWT: Utang yang berkaitan dengan kewajiban kepada Allah SWT seperti zakat, kafarat, dan haji harus didahulukan daripada utang kepada sesama manusia.
- Utang yang berkaitan dengan barang peninggalan: Utang ini didahulukan daripada biaya perawatan jenazah, seperti zakat mal yang menjadi kewajibannya. Hal ini karena harta yang dimiliki jenazah dianggap tergadaikan untuk membayar zakat tersebut, dan barang gadaian memiliki hubungan dengan hak orang yang menerima gadai.
- Utang kepada manusia: Utang ini dibayarkan setelah utang kepada Allah SWT dan utang yang berkaitan dengan barang peninggalan.
Macam-Macam Utang
Utang terdiri dari beberapa macam, yang juga harus dibayar ketika orang telah meninggal dunia:
1. Utang-utang yang Berkaitan dengan Benda
Utang ini berkaitan dengan barang yang digadaikan, jika si jenazah tidak mempunyai apa-apa selain barang gadaiannya itu. Menurut Hanafiyyah, pembayaran utang ini harus didahulukan sebelum pengafanan dan perawatan jenazah. Namun, dalam undang-undang, pembayaran utang diutamakan dibayar setelah perawatan jenazah.
2. Utang-utang kepada Allah SWT
Utang yang berkaitan dengan kewajiban kepada Allah SWT seperti zakat, kafarat, dan nadzar ini dianggap gugur setelah seseorang meninggal dunia. Para ahli waris pun tidak memiliki kewajiban untuk membayar utang ini, kecuali si jenazah berwasiat agar utangnya dibayarkan dari harta peninggalannya. Dalam hal ini, utang tersebut dibayarkan dari sepertiga hartanya saja. Mayoritas ulama berpendapat bahwa utang-utang ini tetap wajib dibayarkan dan harus diambil dari peninggalan si jenazah, meskipun jenazah tidak berwasiat.
3. Utang-utang Jenazah saat Sehat
Utang yang dimiliki jenazah saat dia sehat harus didahulukan dibandingkan utang saat dia sakit. Utang pada waktu sehat memiliki posisi yang sama, meskipun penyebabnya berbeda, seperti utang, mahar, sewa, dan tanggungan lain yang harus dibayar sebagai pengganti dari sesuatu yang lain.
Utang pada saat sehat adalah utang yang didukung oleh bukti atau pengakuan ketika seseorang masih dalam keadaan sehat. Pembuktian adanya utang ini dapat dilihat dari bukti yang jelas, seperti berupa struk atau kertas pembayaran, serta biaya lain yang diketahui oleh banyak orang.
4. Utang-utang Jenazah saat Sakit
Utang saat jenazah sakit adalah kewajiban yang diakui oleh jenazah, namun tidak diketahui oleh orang lain. Utang ini diutamakan dibayar setelah utang-utang pada masa sehat.
Hal ini dikarenakan pengakuan utang saat sakit sering kali dianggap sebagai sedekah sunah atau pilih kasih. Oleh karena itu, utang ini juga dianggap sebagai bagian dari wasiat yang dilaksanakan dalam batas sepertiga dari harta yang ditinggalkan, dan utang ini dibayar di akhir setelah pembayaran utang-utang yang lain.
Kesimpulan
Membayar utang orang yang telah meninggal dunia merupakan kewajiban yang tidak boleh diabaikan. Hal ini merupakan bentuk penghormatan terhadap hak-hak almarhum dan tanggung jawab moral yang harus dipenuhi oleh keluarga dan ahli waris. Pembayaran utang harus dilakukan dengan prioritas yang jelas, dengan mendahulukan utang kepada Allah SWT, kemudian utang yang berkaitan dengan barang peninggalan, dan terakhir utang kepada manusia.
Semoga penjelasan ini dapat memberikan pemahaman yang lebih baik tentang hukum membayar utang orang yang telah meninggal dunia dalam Islam.