Jakarta, 1 November 2024 – Peraturan baru tentang sertifikasi halal yang berlaku mulai 18 Oktober 2024 telah memicu beragam pertanyaan di masyarakat. Tak semua produk di Indonesia diwajibkan memiliki sertifikat halal. Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), Haikal Hassan, atau yang akrab disapa Babe Haikal, memberikan penjelasan lengkap terkait hal ini.
Produk Non-Halal Tetap Boleh Beredar dengan Label Khusus
Babe Haikal menegaskan bahwa produk yang mengandung bahan non-halal, seperti produk yang berasal dari babi, tetap diperbolehkan beredar di Indonesia. Namun, produk tersebut harus diberi label khusus yang mencantumkan keterangan "tidak halal" atau "non-halal". Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 42 Tahun 2024 Pasal 2 Ayat 2 dan 3, yang menyatakan bahwa produk dari bahan haram dikecualikan dari kewajiban sertifikasi halal, tetapi wajib diberi label non-halal.
"Yang nggak halal gimana? Ya boleh banget (beredar) asal dikasih label nonhalal, tidak halal," tegas Babe Haikal dalam jumpa pers di Kantor BPJPH, Jakarta.
Sebagai contoh, penjual sate babi tetap diperbolehkan menjual produknya dengan syarat mencantumkan label "non-halal" atau "mengandung babi" dengan jelas.
"Itu boleh, jadi silahkan. Tidak apa-apa dan dilindungi oleh negara, dilindungi undang-undang," jelasnya.
Menjawab Kecemasan Masyarakat: Kasus Kuas Bulu Babi
Babe Haikal juga menanggapi pertanyaan yang muncul di media sosial terkait seorang penjual kuas yang menggunakan bulu babi. Ia menilai bahwa hal tersebut sudah sesuai prosedur, karena penjual tersebut telah mencantumkan keterangan "dari bulu babi" pada produknya.
"Saya dapat pesan di media sosial, ada yang jual kuas, dan kuasnya bertuliskan ‘dari bulu babi’. Itulah yang seharusnya dilakukan, karena sudah sesuai prosedur," ungkap Babe Haikal.
Sertifikasi Halal: Melindungi Masyarakat dan Menjamin Ketersediaan Produk Halal
Babe Haikal menjelaskan bahwa UU Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal mewajibkan sertifikasi halal untuk produk makanan, minuman, kosmetik, dan obat. Hal ini dilakukan secara bertahap, dengan tujuan untuk melindungi masyarakat dan menjamin ketersediaan produk halal di Indonesia.
"Yang dimaksud dengan produk (yaitu) makanan, minuman, kosmetik, obat, bertahap tapi harus. Itulah maksud produk dan yang diedarkan di Indonesia, didistribusikan, diperjualbelikan, harus bersertifikat halal," jelasnya.
Sertifikasi halal merupakan salah satu bentuk perlindungan yang diberikan negara kepada masyarakat Indonesia.
"Tugas negara adalah melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, itu tugas dan tujuan negara. Untuk melindungi masyarakat dari (produk) yang halal ada BPJPH," lanjutnya.
Pentingnya Label Halal sebagai Jaminan bagi Konsumen
Babe Haikal menekankan bahwa jaminan terhadap produk halal merupakan tugas negara, agar masyarakat dapat memilih, mengonsumsi, dan menggunakan produk yang terjamin status halalnya. Sertifikat halal menjadi bukti bahwa produk tersebut telah memenuhi standar halal dan layak dikonsumsi oleh masyarakat Muslim.
"Salah satu yang dilindungi adalah makanan karena kita bangsa yang beketuhanan Yang Maha Esa, makanan harus halal," sambung Babe Haikal.
Produk yang telah tersertifikasi halal akan mencantumkan label halal sebagai tanda bahwa produk tersebut telah memenuhi standar halal. Label halal ini menjadi jaminan bagi konsumen bahwa produk tersebut aman dan halal untuk dikonsumsi.
Kesimpulan
Peraturan baru tentang sertifikasi halal bertujuan untuk melindungi masyarakat dan menjamin ketersediaan produk halal di Indonesia. Namun, tidak semua produk diwajibkan memiliki sertifikat halal. Produk yang mengandung bahan non-halal tetap diperbolehkan beredar dengan syarat diberi label khusus yang mencantumkan keterangan "tidak halal" atau "non-halal".
Dengan demikian, masyarakat dapat memilih produk sesuai dengan keyakinan dan kebutuhannya. Sertifikasi halal dan label halal menjadi jaminan bagi konsumen bahwa produk tersebut telah memenuhi standar halal dan layak dikonsumsi.