Jakarta, 1 November 2024 – Prof. KH. Nasaruddin Umar, Menteri Agama yang baru dilantik, tetap memegang kendali sebagai Imam Besar Masjid Istiqlal. Keputusan ini merupakan permintaan langsung dari Presiden Prabowo Subianto, seperti yang diungkapkan Nasaruddin sendiri.
Usai pertemuan dengan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka di Kementerian Agama (Kemenag) dan dilanjutkan di Masjid Istiqlal, Nasaruddin menjelaskan bahwa pertemuan tersebut awalnya berfokus pada pembahasan program unggulan Kemenag dan target jangka pendek.
"Alhamdulillah, kami mendapatkan kunjungan dari Bapak Wakil Presiden. Awalnya di kantor kami, di Kementerian Agama, kami mendiskusikan beberapa program unggulan dan quick-win Kementerian Agama. Kami membahas berbagai target yang akan kami kerjakan dalam waktu singkat di Kementerian Agama," ungkap Nasaruddin di Masjid Istiqlal Jakarta, Jumat (1/11/2024).
Namun, pembicaraan beralih ke Masjid Istiqlal ketika pertemuan berlanjut di kompleks masjid tersebut. Nasaruddin menegaskan bahwa Presiden Prabowo secara langsung meminta dirinya untuk tetap menjabat sebagai Imam Besar.
"Kemudian kami menyeberang ke sini di Masjid Istiqlal, karena Presiden minta saya masih tetap menjadi imam besar," tambah Guru Besar UIN Jakarta tersebut.
Pertemuan tersebut juga membahas agenda-agenda di Kemenag, termasuk agenda internasional untuk menindaklanjuti Deklarasi Istiqlal dengan Paus Fransiskus pada Kamis (5/9/2024) lalu. Deklarasi tersebut merupakan tonggak penting dalam hubungan antaragama dan menjadi fokus utama bagi Kemenag di masa mendatang.
Menag Nasaruddin: Tantangan dan Harapan di Tengah Peran Ganda
Peran ganda Nasaruddin sebagai Menteri Agama dan Imam Besar Masjid Istiqlal tentu saja menghadirkan tantangan tersendiri. Di satu sisi, ia harus memimpin Kementerian Agama dalam menjalankan program-program strategis untuk memajukan kehidupan beragama di Indonesia. Di sisi lain, ia juga harus menjalankan tugas sebagai Imam Besar, memimpin sholat dan kegiatan keagamaan di Masjid Istiqlal, masjid nasional yang menjadi simbol toleransi dan persatuan umat.
"Tentu saja ini adalah tantangan yang besar, namun saya yakin dengan dukungan dari semua pihak, baik di Kementerian Agama maupun di Masjid Istiqlal, saya dapat menjalankan kedua tugas ini dengan baik," ujar Nasaruddin.
Ia juga menekankan bahwa kedua peran tersebut saling melengkapi dan dapat saling mendukung. Sebagai Menteri Agama, ia dapat memanfaatkan posisi tersebut untuk memperkuat peran Masjid Istiqlal sebagai pusat kegiatan keagamaan dan pusat dialog antaragama. Sementara itu, sebagai Imam Besar, ia dapat lebih memahami kebutuhan umat dan mengarahkan program-program Kementerian Agama agar lebih relevan dengan kebutuhan masyarakat.
Masjid Istiqlal: Simbol Toleransi dan Persatuan Umat
Masjid Istiqlal, yang dibangun atas inisiatif Presiden Soekarno, merupakan simbol toleransi dan persatuan umat di Indonesia. Masjid ini menjadi tempat ibadah bagi umat Islam, namun juga terbuka bagi umat beragama lain untuk berkunjung dan belajar tentang Islam.
Deklarasi Istiqlal dengan Paus Fransiskus pada September lalu semakin menegaskan peran Masjid Istiqlal sebagai pusat dialog antaragama. Deklarasi ini menjadi bukti nyata bahwa Islam dan Kristen dapat hidup berdampingan dengan damai dan saling menghormati.
"Masjid Istiqlal adalah simbol toleransi dan persatuan umat di Indonesia. Kita harus terus menjaga dan mengembangkan nilai-nilai toleransi dan persatuan ini agar Indonesia tetap menjadi negara yang damai dan harmonis," tegas Nasaruddin.
Harapan untuk Masa Depan
Kepemimpinan Nasaruddin sebagai Menteri Agama dan Imam Besar Masjid Istiqlal diharapkan dapat membawa angin segar bagi kehidupan beragama di Indonesia. Ia diharapkan dapat memperkuat peran Kementerian Agama dalam memajukan kehidupan beragama dan meningkatkan toleransi antarumat beragama.
"Saya berharap di bawah kepemimpinan Pak Nasaruddin, Kementerian Agama dapat menjalankan tugasnya dengan baik dan dapat menjadi mitra strategis bagi semua umat beragama di Indonesia," ujar salah seorang tokoh agama di Jakarta.
Kepemimpinan Nasaruddin di tengah peran ganda ini menjadi tantangan sekaligus peluang. Ia diharapkan dapat menjadi jembatan antara pemerintah dan umat, serta dapat memperkuat peran Masjid Istiqlal sebagai pusat kegiatan keagamaan dan pusat dialog antaragama. Keberhasilannya dalam menjalankan kedua peran ini akan menjadi bukti nyata bahwa Islam dapat menjadi agama yang toleran, damai, dan harmonis.