Jakarta, Republika.co.id – Seorang mantan kolonel militer Israel dan pakar keamanan nasional, Kobi Marom, telah mengungkapkan kenyataan pahit tentang kemampuan Israel dalam menghadapi Hizbullah. Dalam wawancara dengan Saluran 12 Israel pada hari Jumat, Marom dengan tegas menyatakan bahwa Israel tidak akan mampu membubarkan atau mengalahkan Hizbullah. Ia menekankan bahwa pendudukan Israel tidak memiliki kapasitas untuk mencapai tujuan tersebut.
Marom, yang telah malang melintang di medan perang, memberikan analisis mendalam tentang tantangan yang dihadapi militer Israel dalam menghadapi Hizbullah. Ia mengakui bahwa Israel tengah menghadapi masa-masa sulit di wilayah utara, dengan pertempuran sengit yang terjadi melawan kelompok perlawanan Islam di Lebanon.
"Israel tengah mengalami hari-hari sulit di Utara, dengan pertempuran sengit melawan Perlawanan Islam di Lebanon," ujar Marom.
Ia mencatat peningkatan kekuatan senjata dan kemampuan kepemimpinan Hizbullah, yang semakin kuat bahkan saat negosiasi diplomatik sedang berlangsung. Hal ini menunjukkan bahwa Hizbullah telah belajar dari pengalaman masa lalu dan telah memperkuat diri secara signifikan.
Marom juga mengingatkan tentang potensi respons Iran, yang menjadi faktor penting dalam perhitungan strategis Israel. Ia mencatat kegagalan berulang pendudukan Israel selama setahun terakhir untuk menilai secara akurat niat musuh-musuhnya. Hal ini menunjukkan bahwa Israel masih kesulitan memahami dinamika konflik yang kompleks dan penuh dengan ketidakpastian.
"Israel tengah bergulat dengan dampak signifikan di seluruh militer, cadangan, dan ekonomi," kata Marom, menggambarkan dampak perang yang berkepanjangan.
Marom kemudian merinci dampak perang terhadap militer Israel. Ia menunjuk pada beban berat yang dibebankan pada pasukan reguler dan kekurangan amunisi yang terus meningkat. Ia juga mengakui tekanan berat pada pasukan cadangan, yang menjadi tulang punggung kekuatan militer Israel.
"Setiap hari perang menghabiskan biaya sekitar satu miliar shekel, yang merupakan beban berat bagi Israel," ujar Marom, menggambarkan dampak ekonomi perang.
Dalam siaran yang sama, mantan komandan pertahanan udara Israel, Brigadir Jenderal (Purn.) Zvika Haimovich, juga memberikan analisis kritis terhadap pernyataan Menteri Keamanan Israel, Yoav Gallant. Gallant sebelumnya mengklaim bahwa Hizbullah telah menderita "kerugian besar akibat roket dan drone."
Haimovich menepis klaim tersebut dengan tegas, menyebutnya sebagai "tidak akurat." Ia menegaskan bahwa Hizbullah memiliki cukup sumber daya untuk mempertahankan operasi dalam jangka waktu yang lama.
"Perang ada biayanya," kata Haimovich, mengingatkan bahwa perang akan selalu membawa konsekuensi yang berat bagi semua pihak yang terlibat.
Koresponden utara Channel 12, Adar Gitsis, melaporkan bahwa Hizbullah telah melancarkan "serangan yang tak terhitung jumlahnya" dan tetap mampu menembakkan roket meskipun ada upaya untuk menengahi penyelesaian politik. Hal ini menunjukkan bahwa Hizbullah memiliki kemampuan yang kuat dan tidak mudah dikalahkan.
Analisis para mantan petinggi militer Israel ini memberikan gambaran yang suram tentang kemampuan Israel dalam menghadapi Hizbullah. Mereka menunjukkan bahwa Israel menghadapi tantangan yang kompleks dan sulit diatasi, baik dari segi militer maupun ekonomi.
Pernyataan mereka juga menunjukkan bahwa Israel masih belum memahami sepenuhnya kekuatan dan kemampuan Hizbullah, yang telah berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir.
Kegagalan Israel dalam menilai secara akurat kekuatan Hizbullah dapat berujung pada konsekuensi yang fatal bagi Israel. Hal ini menunjukkan bahwa Israel perlu meninjau kembali strategi dan taktiknya dalam menghadapi Hizbullah.
Perang yang berkepanjangan akan membawa dampak yang sangat merugikan bagi Israel, baik dari segi ekonomi maupun sosial.
Oleh karena itu, Israel perlu mencari solusi damai untuk menyelesaikan konflik dengan Hizbullah.
Namun, solusi damai tidak akan mudah dicapai. Kedua belah pihak memiliki kepentingan yang berbeda dan sulit untuk menemukan titik temu.
Perang di Lebanon telah berlangsung selama beberapa dekade dan telah menelan banyak korban jiwa.