Artikel ini mengulas analisis tentang eksistensi Israel yang semakin terancam, berdasarkan pandangan sejumlah sejarawan dan pemikir, termasuk Abraham Burg, Ilan Pappé, dan Noam Chomsky.
"Generasi Zionis Terakhir"
Pada tahun 2003, di tengah upaya Israel untuk meredam Intifada Al-Aqsa, Abraham Burg, mantan Ketua Knesset Israel, menyatakan bahwa "Ada kemungkinan besar bahwa generasi kita akan menjadi generasi Zionis terakhir." Burg meyakini bahwa proyek kolonial Zionis yang dimulai pada abad ke-19 akan berakhir dan tidak memiliki tempat di abad ke-21.
Lebih dari dua dekade kemudian, spekulasi serupa diungkapkan oleh sejarawan anti-Zionis Israel, Ilan Pappé, di awal agresi Israel terhadap Jalur Gaza pada Oktober 2023. Pappé menyatakan, "Israel bukan hanya sebuah negara, melainkan sebuah proyek kolonial pemukim, dan saat ini kita sedang menyaksikan awal dari akhir proyek ini."
Pappé mengakui bahwa akhir dari proyek ini tidak akan terjadi dalam waktu dekat, tetapi ia menganggapnya sebagai takdir yang tak terelakkan. Ia kemudian merinci beberapa indikator yang ia anggap sebagai pendahulu keruntuhan Zionisme, yang juga dibahas oleh sejarawan dan pemikir lain seperti Dr Abdelwahab El-Messiri.
7 Indikator Kehancuran Zionisme
Berikut adalah 7 indikator yang dijabarkan oleh Pappé, El-Messiri, dan para pemikir lainnya:
1. Perang Saudara Israel:
Pada bulan-bulan menjelang perang Gaza, ratusan ribu pemukim Israel turun ke jalan dalam demonstrasi besar-besaran menentang pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu. Demonstrasi ini dipicu oleh upaya Netanyahu untuk melakukan amandemen konstitusional yang akan membatasi kekuasaan lembaga peradilan demi kepentingan cabang eksekutif.
Pemerintahan sayap kanan Netanyahu, yang dianggap sebagai salah satu pemerintahan paling ekstremis dalam sejarah Israel, muncul di saat partai-partai Zionis di dalam Israel semakin terpecah belah. Konflik antara Zionisme sekuler dan Zionisme religius semakin memanas, dan Pappé melihatnya sebagai elemen penting yang akan menandai akhir proyek Zionis.
2. Perpecahan Internal:
Persatuan yang tampak dari masyarakat Israel akan mulai hancur dengan berakhirnya perang Israel di Gaza, dan konflik agama-sekuler di Israel akan segera berkobar lagi. Munculnya partai-partai sayap kanan semakin memperburuk situasi ini.
3. Kemiripan dengan Apartheid di Afrika Selatan:
Pada tahun 2015, Ilan Pappé dan Noam Chomsky menerbitkan buku bersama, "On Palestine," di mana mereka menganalisis rezim apartheid di Afrika Selatan dan rezim apartheid di Palestina. Chomsky mencatat bahwa sepuluh tahun terakhir di Israel telah menyaksikan perubahan politik yang besar, di mana mentalitas Israel telah condong ke arah nasionalis kanan ekstrem. Situasi ini, menurut Chomsky, mirip dengan hari-hari terakhir rezim apartheid di Afrika Selatan.
4. Kehilangan Dukungan Internasional:
Dukungan internasional untuk Israel semakin berkurang, terutama di kalangan negara-negara Barat. Hal ini disebabkan oleh tindakan Israel yang semakin agresif dan pelanggaran hak asasi manusia terhadap warga Palestina.
5. Krisis Ekonomi:
Israel menghadapi krisis ekonomi yang serius, yang dipicu oleh perang yang berkepanjangan dan biaya militer yang tinggi. Krisis ini semakin memperburuk kesenjangan sosial dan ekonomi di Israel.
6. Kehilangan Moral: