Jakarta, Republika.co.id – Kewajiban sertifikasi halal bagi produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di Indonesia, khususnya bagi barang gunaan, kembali menjadi sorotan. Muncul pertanyaan, apakah busana muslim seperti jilbab dan mukena juga termasuk dalam kategori yang wajib disertifikasi halal?
Bukan Kewajiban, Tapi Opsional
Founder Indonesia Halal Watch (IHW), KH Ikhsan Abdullah, menjelaskan bahwa Pasal 4 Undang-Undang Jaminan Produk Halal (UU JPH) memang mengatur tentang kewajiban sertifikasi halal bagi barang gunaan. Namun, menurut Kiai Ikhsan, fokusnya terletak pada barang gunaan yang terbuat dari kulit, seperti tas, sepatu, jaket kulit, ikat pinggang, dompet, dan aksesoris lainnya.
"Pasal 4 UU JPH berbunyi: ‘Produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal’. Akan tetapi, yang dimaksud adalah barang gunaan yang terbuat dari kulit," tegas Kiai Ikhsan kepada Republika.co.id, Jumat (1/11/2024).
Kiai Ikhsan menambahkan bahwa busana muslim seperti jilbab, yang umumnya terbuat dari kain biasa, tidak termasuk dalam kategori wajib sertifikasi halal. "Jilbab dan busana muslim boleh saja disertifikasi halal, tapi bukan kewajiban," jelasnya.
Sertifikasi halal untuk jilbab dan busana muslim, menurut Kiai Ikhsan, lebih bersifat opsional dan cenderung sebagai upaya marketing untuk meningkatkan kepercayaan konsumen. "Contohnya Zoya, yang merupakan pelopor kerudung (jilbab) bersertifikat halal, telah melakukan sertifikasi halal untuk produknya sejak tahun 2016," ujar Kiai Ikhsan, yang juga menjabat sebagai Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (Wasekjen MUI).
Kriteria Barang Gunaan yang Wajib Bersertifikat Halal
Direktur Utama Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika (LPPOM) MUI, Muti Arintawati, memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai kriteria barang gunaan yang wajib bersertifikat halal.
"Ketentuan tentang sandang masuk dalam kategori barang gunaan, yaitu yang berasal atau mengandung bahan asal hewan," ujar Muti kepada Republika, Jumat (1/11).
Muti menjelaskan bahwa barang gunaan yang mengandung bahan asal hewan, seperti kulit, wajib disertifikasi halal karena dikhawatirkan menggunakan hewan atau kulit hewan yang tidak halal. Namun, untuk bahan dasar kain, sertifikasi halal tidak diwajibkan.
"Akan tetapi, meski bahan dasarnya kain, wajib disertifikasi halal jika dalam proses pembuatannya melibatkan bahan asal hewan," tegas Muti.
Contoh Kasus: Jilbab dengan Aksesoris Kulit
Sebagai contoh, jika sebuah jilbab memiliki aksesoris berupa hiasan kulit, maka jilbab tersebut wajib disertifikasi halal. Hal ini dikarenakan aksesoris kulit tersebut berpotensi menggunakan bahan asal hewan yang tidak halal.
Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan dari para ahli, dapat disimpulkan bahwa jilbab dan mukena yang terbuat dari kain biasa tidak wajib disertifikasi halal. Kewajiban sertifikasi halal hanya berlaku untuk barang gunaan yang terbuat dari kulit atau mengandung bahan asal hewan dalam proses pembuatannya.
Sertifikasi halal untuk jilbab dan busana muslim lainnya lebih bersifat opsional dan dapat digunakan sebagai strategi marketing untuk meningkatkan kepercayaan konsumen.
Catatan:
Artikel ini ditulis berdasarkan informasi yang diperoleh dari sumber terpercaya, yaitu Republika.co.id, dan para ahli di bidang halal. Informasi ini bersifat umum dan tidak dapat diartikan sebagai nasihat hukum.