DENPASAR, ERA MADANI – Tragedi bencana alam terus bertambah di awal tahun 2018. Selama dua bulan terkahir telah terjadi sebanyak 513 kejadian bencana di tanah air.
Ratusan kejadian bencana tersebut terdiri dari puting beliung 182, banjir 157, longsor 137, kebakaran hutan dan lahan 15, kombinasi banjir dan tanah longsor 10, gelombang pasang dan abrasi 7, gempa bumi merusak 3, dan erupsi gunung api 2 kali.
Dampak yang ditimbulkan oleh bencana selama kurun waktu 2 bulan tersebut ada sebanyak 72 jiwa meninggal dunia dan hilang, 116 jiwa luka-luka, dan lebih dari 393 ribu mengungsi dan menderita.
Sebanyak 12.104 rumah rusak meliputi 1.566 rumah rusak berat, 3.141 rumah rusak sedang dan 7.397 rumah rusak ringan. Selain itu juga terdapat kerusakan 127 unit fasilitas pendidikan, 123 fasilitas peribadatan dan 13 fasilitas kesehatan serta diperkirakan kerugian dan kerusakan akibat bencana mencapai puluhan trilyun rupiah.
Dari korban 72 jiwa meninggal dan hilang, becana longsor adalah jenis bencana yang paling banyak memakan korban jiwa. Tercatat 45 jiwa meninggal dunia dan hilang akibat longsor, sedangkan banjir 18 jiwa, puting beliung 6 jiwa, banjir dan longsor 2 jiwa, dan gempa bumi 1 jiwa.
Longsor menjadi bencana yang paling mematikan sejak tahun 2014 hingga sekarang. Sekitar 40,9 juta jiwa masyarakat Indonesia tinggal di daerah rawan longsor sedang hingga tinggi.
Mereka tinggal di pegunungan, perbukitan dan lereng-lereng yang curam dengan kemampuan mitigasinya masih minim. Saat musim hujan seperti saat ini longsor marak terjadi.
Longsor sulit dideteksi dan diprediksi secara pasti kapan akan terjadi meski tanah sudah bergerak, merekah hingga lebar mencapai 50 centimeter dengan panjang ratusan meter, namun tidak segera terjadi longsor.
Tidak hanya itu, daerah rawan banjir makin meluas yang semula tidak pernah terjadi banjir tiba-tiba terjadi banjir besar. Pengaruh antropogenik atau ulah manusia lebih dominan daripada faktor alam sebagai penyebab banjir.
Tingginya laju kerusakan hutan, lahan kritis, kerusakan lingkungan, degradasi sungai, lemahnya implementasi tata ruang, masih rendahnya budaya sadar bencana dan lainnya telah menyebabkan kerentanan meningkat.
Perlu upaya keras untuk memulihkan kembali kualitas lingkungan, pengurangan risiko bencana harus menjadi investasi pembangunan dan bagian dari kehidupan berbangsa dan bermasyarakat.
Sayangnya, pengurangan risiko bencana masih terpinggirkan dalam kehidupan kita sehari-hari. Masyarakat dihimbau tetap meningkatkan kewaspadaan menghadapi potensi banjir, longsor dan puting beliung.
Potensi hujan selama Maret 2018 masih akan tetap tinggi. Sesuai prediksi BMKG, curah hujan dengan intensitas tinggi berpotensi terjadi di Jawa Barat bagian tengah hingga timur, Jawa Tengah, DIY dan Jawa Timur.
Kondisi tanah sudah jenuh air sehingga mudah terjadi banjir dan longsor. Sebaliknya, di daerah-daerah yang dilintasi atau berada di sekitar garis khatulistiwa seperti Riau, Sumatera Utara, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah akan makin kering sehingga berpotensi meningkatkan kebakaran hutan dan lahan.
Sedangkan, gempabumi dan tsunami dapat terjadi kapan saja. Untuk itu masyarakat agar terus waspada, kenali lingkungan sekitarnya, jangan lengah, bencana dapat terjadi kapan saja.
Dari sekian banyak bencana mari kita mendekatkan diri kepada Sang Pencipta jalani kewajiban kita sebagai hamba Allah .jagalah alam ini dengan beribadah .sesuai dgn pedoman hidup yang benar .demi kedamaian dan kenyamanan dlm hidup .
amin yarobbal alamin