ERAMADANI.COM DENPASAR – Senator DPD RI H. Bambang Santoso, MA sebagai Komite II melaksanakan kunjungan ke Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali dalam Pengawasan atas Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009.
“Sebagai negara kepulauan, kita memiliki potensi sumber daya ikan yang sangat besar, dan memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi”. ujar Bambang Santoso
Senator H. Bambang Santoso, MA mendorong pemerintah daerah untuk memaksimalkan fasilitas ketersediaan benih ikan yang sering dikeluhkan pembudidaya ikan karena akan berpengaruh pada keuntungan berusaha jika harus membeli benih ikan, disampaikan saat melaksanakan kunjungan ke Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali, (20/12/2022).
Keluhan terhadap persoalan kesejahteraan nelayan yang masih kurang sampai saat ini, tampaknya menjadi salah satu persoalan yang harus diatasi dan juga diperhatikan oleh semua daerah. Ini oleh sebab pendapatan bulanan yang mereka masih di bawah UMR, sehingga hidup dalam ketidakpastian masih menghantui sebagian besar nelayan-nelayan kita, di Indonesia.
Ketidakpastian karena sumber daya nelayan Indonesia kalah dengan kapal-kapal asing dalam hal teknologi dan juga tentu kemampuan teknis mereka. Terkait dengan perintah harus memperhatikan untuk meningkatkan kualitas hidup nelayan dan pembudidaya ikan.
Pemerintah daerah harus mendukung dan memberi fasilitas dalam upaya membentuk kelompok, dan kemudian memberdayakan mereka dalam mengakses bantuan-bantuan bagi para nelayan dan pembudidaya ikan.
Bantuan pemerintah (Pusat dan Daerah) yang berkaitan langsung dengan fasilitasi dan juga bantuan di sektor perikanan harus tepat sasaran. Entah itu berkaitan dengan fasilitas dan sarana usaha (kapal misalnya) atau sarana Pelabuhan Penangkapan Ikan.
Atau bisa jadi juga penyediaan bibit ikan atau benih ikan dan atau fasilitasi kelompok nelayan untuk mengakses bantuan pemerintah melalui connecting ke bank dan sumber pinjaman KUR.
Perikanan sebagai salah satu sektor ekonomi yang memberikan kontribusi besar terhadap kesejahteraan suatu bangsa. Namun faktanya produksi perikanan tangkap dan perikanan budi daya Indonesia, masih berada di bawah negara-negara yang tidak memiliki potensi sumber daya ikan dan bahkan keanekaragaman hayati sebesar Indonesia.
Produksi perikanan tangkap Indonesia berada di bawah Cina, Bangladesh, India, Myanmar, Uganda, dan Kamboja. Sedangkan potensi perikanan budi daya Indonesia, masih di bawah Cina, India, dan Vietnam.
Rendahnya produksi perikanan tangkap dan perikanan budi daya Indonesia tersebut disebabkan oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari sumber daya manusia yang berusaha di sektor perikanan, seperti rendahnya penguasaan teknologi penangkapan dan tentunya pembudidayaan ikan, dan kegiatan pasca panen, serta kegiatan penangkapan dan pembudidayaan ikan yang merusak ekosistem pesisir.
Faktor eksternal berasal dari luar sumber daya manusia, yang berbentuk rendahnya dukungan kebijakan, seperti penganggaran dan sistem informasi, dan meningkatnya kegiatan illegal, unreported and unregulated fishing.
Salah satu terobosan terakhir Kementerian KKP saat ini adalah yang dinamakan Kebijakan Penangkapan ikan Terukur. Ini, merupakan upaya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk mewujudkan ekonomi biru. Konsep tersebut mentransformasikan pengelolaan perikanan yang selama ini sepenuhnya berbasis input control ke dalam pengelolaan berbasis output control.
Dengan pendekatan ini, maka suatu pendekatan yang ramah lingkungan dan sustainable juga menjadi pertimbangan penting, dengan tidaklah mengeruk habis potensi ikan, tetapi memberi jeda dan memberi sela waktu khusus bagi alam, untuk bisa memperbaiki diri.
Untuk mengimplementasikan penangkapan ikan terukur, sejumlah persiapan dan kesiapan dilakukan oleh Kementerian KKP, termasuk Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. Salah satunya adalah melalui peningkatan peran pelabuhan perikanan sebagai garda terdepan pendaratan ikan untuk menerapkan pemungutan PNBP pasca-produksi dan tentu sistem kontrak.
Dalam konteks ini, maka sarana dan tentu prasarana Pelabuhan Perikanan haruslah lebih baik guna mendukung kebijakan ini. Selain sarana dan prasarana Pelabuhan ikan, juga kapasitas SDM dan petugas yang perlu sangat padu, semisal syahbandar perikanan, pengelola data dan verifikator data ikan, khusus pendaratan ikan, termasuk inspeksi mutu di Pelabuhan perikanan.
Termasuk Gerakan Nasional Bulan Cinta Laut (BCL) Kementerian Kelautan dan Perikanan RI yang melibatkan ribuan nelayan berhasil mengangkut 67 ton sampah dari laut selama kurang lebih 1 bulan yaitu sejak awal Oktober 2022.
Jumlah sampah yang diangkut kemungkinan terus bertambah mengingat gerakan nasional itu bakal berlangsung sampai akhir Oktober 2022.
Oleh karena itu, Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) RI Sakti Wahyu Trenggono pada puncak acara Gerakan Nasional Bulan Cinta Laut di Nusa Dua, Bali bakal konsisten menggelar aksi bersih-bersih sampah laut tersebut.
Bulan Cinta Laut mengaktivasi nelayan untuk berperan aktif menjaga laut tetap sehat dengan mengambil sampah di laut. Merupakan aksi tidak mencari ikan selama sebulan penuh dan sebagai gantinya para nelayan dikerahkan untuk mengangkut sampah dari laut. Sampah-sampah yang berhasil dikumpulkan para nelayan itu dipilah berdasarkan jenisnya dan ditimbang sehingga mereka mendapatkan bayaran/insentif dari pemerintah.
Sampah dari laut yang dikumpulkan oleh para nelayan itu selanjutnya diangkut ke tempat daur ulang untuk menjadi produk yang bernilai.
Skema itu merupakan wujud ekonomi sirkular yang saat ini menjadi prioritas Kementerian Kelautan dan Perikanan RI.
Proses ekonomi sirkular ini merupakan pendekatan bagi nelayan bahwa dengan mengumpulkan sampah di laut dapat juga menjadi mata pencaharian alternatif bagi nelayan yang tidak dapat melaut karena cuaca yang tidak baik.