ERAMADANI.COM – Perubahan iklim menjadi salah satu isu yang tengah fokus dibahas oleh berbagai negara di dunia, tidak terkecuali Indonesia. Pasalnya, isu ini berpotensi memberikan dampak terhadap berbagai aspek negara, salah satunya perekonomian.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengatakan, dengan kondisi geografis dan demografis Indonesia, kerugian ekonomi akibat dampak perubahan iklim sangat signifikan.
Hasil studi Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) memperkirakan kerugian tersebut dapat mencapai Rp 115 triliun pada tahun 2024. Oleh karenanya, Wimboh menekankan pentinya implementasi pengurangan emosi karbon, di mana pada saat bersamaan tetap mendukung momentum pemulihan ekonomi nasional.
“Untuk itu, diperlukan pengembangan sumber pertumbuhan ekonomi baru yang berkelanjutan dan ramah lingkungan untuk mendukung akselerasi pemulihan ekonomi nasional melalui pengembangan ekonomi hijau,” ujarnya, dalam Green Economy Outlook 2022, Selasa (22/2/2022).
Dalam rangka mendukung komitmen pemerintah menangani isu perubahan iklim, OJK telah meluncurkan sejumlah peta jalan atau roadmap hingga landasan aturan berkaitan ekonomi hijau, yakni Rodamap Keuangan Berkelanjutan Tahap I dan Tahap II serta Taksonomi Hijau Indonesia.
Melalui Taksonomi Hijau Indonesia, OJK ,memberikan pedoman untuk mengklasifikasikan aktivitas ekonomi untuk mendukung upaya perlindungan lingkungan hidup dan mitigasi serta adaptasi perubahan iklim.
Dilansir dari kompas.com, Taksonomi itu diharapkan dapat menjadi acuan lembaga jasa keuangan, emiten dan perusahaan publik dalam menyamakan bahasa tentang kegiatan usaha yang tergolong hijau.
“Ke depan, OJK akan mengeluarkan berbagai pedoman regulasi OJK untuk keterbukaan informasi, manajemen risiko serta panduan dalam pengembangan produk dan jasa keuangan berkelanjutan yang inovatif, dengan menjadikan Taksonomi Hijau Indonesia sebagai landasan,” tutur Wimboh.
Lebih lanjut Wimboh menyebutkan, OJK akan mengembangkan sistem pelaporan Lembaga Jasa Keuangan yang mencakup green financing dan green instruments serta kerangka manajemen risiko dan pedoman pengawasan berbasis risiko dalam rangka mengantisipasi risiko keuangan terkait perubahan iklim.
“OJK juga mendukung pengembangan bursa karbon nasional yang diharapkan menjadi salah satu pusat perdagangan karbon di dunia yang kredibel, berintegritas dan likuid melalui penyiapan institutional framework seperti kerangka pengaturan,” ucap Wimboh.