ERAMADANI.COM – Pandemi ini sudah berlangsung selama setahun lebih beberapa bulan. Sejak diumumkan kasus pertama di Indonesia oleh Presiden Jokowi bulan Maret tahun 2020 lalu. Dan korban yang berjatuhan pun sudah banyak, baik dari sisi masyarakat umum, pejabat hingga tenaga kesehatan. Tapi kenapa topik perdebatan di lingkungan masyarakat luas masih seputar corona ada atau tidak ? Konpirasi atau tidak? Semua merasa paling benar dengan gagasannya masing – masing, entah sumbernya darimana, kredibel atau tidak, yang terpenting hawa nafsunya terlampiaskan. Seakan kewaspadaan kita berjalan di tempat tak ada kemajuan. Hingga akhirnya banyak yang abai akan pandemi ini.
Saya menghargai kebebasan berpendapat setiap orang, karena ini negara Demokrasi dan undang – undang pun memberikan keluwesan untuk itu. Hanya saja yang sangat disayangkan makin maraknya propaganda hoax yang seakan berjalan secara sistematis, banyak orang awam yang berbicara diluar kapasitas keilmuan yang mereka punya ditengah kondisi kita yang sedang ‘berperang’ melawan musuh yang tak kasat mata. Yang seharusnya kita bahu membahu , mengeratkan persatuan untuk melawan pandemi ini tapi akhirnya tercerai – berai sibuk dengan opininya masing – masing. Terbentuklah ‘banyak komunal’ di masyarakat, ada yang anti – corona, ada yang pro -vaksin, anti vaksin dan sebagainya. Hingga akhirnya mereka bergerak dengan propagandanya masing – masing. Semua sibuk adu argumen sedang pandemi terus bergerak.
Sejujurnya, saya tidak tahu apakah pandemi ini adalah upaya konspirasi dari pihak elit global atau entahlah siapa itu yang disangkakan. Tapi bagi saya, hal itu bukan yang utama untuk jadi bahasan kita sekarang. Justru, yang terpenting dan ada di depan mata kita sekarang adalah kenyataan bahwa pandemi ini sedang terjadi dan dampaknya sudah melebar ke segala aspek kehidupan. Resesi ekonomi, banyak korban yang sudah berjatuhan, kesehatan mental yang terganggu dan hal – hal lainnya. Andaikata, jika pandemi ini adalah perbuatan konspirasi elit global, apakah kepercayaan akan hal itu membuat kita kebal dan terhindar dari virus ini ? Tidak kawan!
Saat ini, tenaga kesehatan sebagai garda terakhir perjuangan melawan pandemi ini sudah banyak yang berguguran. Fasilitas kesehatan sudah banyak yang kolaps, tak kuat lagi menampung banyaknya gelombang pasien yang terus meningkat dari hari ke hari. Varian baru yang menyerang begitu cepat, menambah angka penularan makin pesat. Lantas di waktu yang sama disaat anak bangsa lain berjuang di garis terakhir, masih ada yang sibuk berdebat, “Jangan percaya Covid!, Itu konspirasi!, Itu akal – akalan kaum elit!” hingga membuat mereka abai akan protokol kesehatan dan secara tidak langsung sedang mengajak orang lain untuk melakukan hal yang sama. Kemana nurani kalian kawan ? Untuk kalian para penyuka topik anti pandemi dan sejenisnya yang hingga hari ini masih sehat dan (mungkin) belum terpapar virus, karena bisa saja pernah menjadi OTG tapi tidak merasa, jangan terlalu jumawa. Bukan karena kalian kuat, sehat dan merasa hebat, tapi Tuhan masih menjaga kalian dari virus ini.
Pandemi ini seakan menghilangkan empati kita terhadap sesama manusia dan sesama anak bangsa. Bagi para kaum yang masih tidak percaya akan pandemi ini karena konspirasi dan sejenisnya, setidaknya milikilah “EMPATI” bagi orang – orang yang terpapar covid, yang anggota keluarganya meninggal karena virus ini, empati untuk para nakes yang sudah berkorban baik nyawa dan raga hingga banyak juga yang berguguran. Dengan masih adanya, empati dalam diri kita tandanya kita masih menjadi manusia seutuhnya.
Terakhir, saya bukan orang yang expert dalam bidang kesehatan, tidak punya kepentingan apa – apa, gak di endorse juga bukan campaign covid, hanya anak bangsa yang ingin menyampaikan ‘pesan’ kepada sesama anak bangsa yang lain untuk mari kita berempati, turunkan ego, redam hawa nafsu, sudahi perdebatan pro – kontra yang hanya akan mengurangi waktu – waktu kita untuk fokus melawan pandemi ini. Negara butuh kita, keluarga terdekat butuh kita, maka dari itu mari kita jaga dan lawan pandemi ini bersama – sama. Mari rajut kembali perlahan ‘benang yang terlanjur kusut’ itu. Kita bisa bangkit segera! Taati protokol kesehatan yang sudah diberlakukan.
Salam,
M Ikhwan M