ERAMADANI.COM, JAKARTA – Presiden Jokowi telah meneken Omnibus Law UU Cipta Kerja, meski sejak Oktober berbagai wilayah Indonesia diwarnai aksi unjuk rasa menyerukan penolakan terhadap Omnibus Law ini.
Sementara peraturan ini terundangkan dalam Nomor 11 tahun 2020.
Tebal UU Cipta Kerja yang mencapai 1.187 halaman dan masuk dalam lembaran negara tahun 2020, dengan nomor 245 ini mendapat tanda tangan Jokowi pada 2 November 2020.
Pada tanggal yang sama, Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly, juga menandatangani UU ini.
Sebelumnya, juru bicara Presiden Bidang Hukum, Dini Purwono, mengatakan naskah 1.187 halaman itu adalah perubahan dari naskah 812 halaman yang diterima dari DPR, lantaran ada penyesuaian format Setneg.
Selain itu, terdapat pasal yang belum terhapus berdasarkan keputusan paripurna DPR.
Pasal itu ialah Pasal 46 terkait UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
Juru bicara Presiden Bidang Hukum ini memastikan tak ada penghapusan pasal sepihak dari Setneg.
Menurutnya, Setneg memastikan naskah final adalah yang terketok pada saat paripurna.
Sementara naskah dari DPR ada kesalahan, karena Pasal 46 belum terhapus.
Sementara setelah UU Cipta Kerja berlaku, pemerintah akan menyiapkan aturan turunan berupa 35 Peraturan Pemerintah (PP) dan 5 Peraturan Presiden (Perpres).
Jokowi Meneken, Dua Konfederasi Buruh Ajukan Uji Materi
Melansir dari kumparan.com, dua konfederasi buruh terbesar Indonesia, Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) resmi mengajukan uji materi Omnibus Law ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Presiden KSPSI, Andi Gani Nena Wea menyakini MK akan berpihak pada kebenaran dan keadilan.
Sementara Andi menilai UU Cipta Kerja merampas masa depan buruh Indonesia.
Ia pun menegaskan bahwa buruh akan mengawal sidang gugatan terhadap UU Cipta Kerja.
“Kita akan penuhi setiap sudut Mahkamah Konstitusi setiap sidang. Tentunya dengan damai dan penuh kesejukan. Ini sekaligus membuktikan bahwa masyarakat Indonesia ikut mendukung,” ujarnya. (ITM)