ERAMADANI.COM – Pemerintah DKI Jakarta melalui Gubernur Anies Baswedan mengubah nama Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) menjadi Rumah Sehat untuk Jakarta. Pergantian nama rumah sakit jadi rumah sehat ini bertujuan untuk menyadarkan lebih banyak warga Ibu Kota menjalankan konsep hidup sehat.
Menurut dia, semakin banyak masyarakat yang menyadari konsep itu, maka akan lebih baik. “Upaya promotif preventif akan menurunkan angka kematian dan mengurangi biaya layanan kuratif,” ujarnya.
Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengganti nama 31 RSUD di Jakarta menjadi Rumah Sehat untuk Jakarta.
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil DKI mencatat angka laporan kematian di Ibu Kota mencapai 60.955 pada 2019. Jumlah ini naik 22 persen menjadi 74.310 laporan satu tahun berikutnya.
Pada intinya, pemerintah DKI mengajak masyarakat untuk memiliki konsep hidup sehat. Dengan begitu, warga menyambangi Rumah Sehat untuk menjaga kesehatannya atau mencegah sakit yang diderita memburuk.
Pihaknya telah mendiskusikan perubahan nama ini dengan Asosiasi Dinas Kesehatan (Adinkes), Ikatan Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), dan Asosiasi Rumah Sakit. Dinas juga meminta pendapat beberapa tokoh kesehatan, salah satunya staf senior dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Mengubah nama 31 RSUD menjadi Rumah Sehat untuk Jakarta. Kebijakan penjenamaan Anies ini lalu menuai pro-kontra.
“Jadi rumah sehat ini dirancang untuk benar-benar membuat kita berorientasi pada hidup yang sehat, bukan sekadar berorientasi untuk sembuh dari sakit,” kata Anies.
Pandemi COVID-19 membuatnya belajar pentingnya menjaga kesehatan. Karena itu, dia ingin agar rumah sakit di Jakarta juga berperan dalam aspek preventif atau pencegahan.
Dilansir dari tempo.co, rebranding RSUD Jakarta menjadi Rumah Sehat dinilai tidak mengakar pada masalah kesehatan warga Jakarta. Anggota DPRD DKI Jakarta, Gilbert Simanjuntak, menganggap perubahan nama RSUD tidak menyentuh permasalahan substantif warga.
Menurut dia, tak ada yang dikerjakan Anies untuk rumah sakit di Ibu Kota selama memimpin Ibu Kota. Perubahan nama RSUD pun dia nilai hanya untuk meninggalkan warisan jelang berakhirnya periode jabatan Anies sebagai gubernur DKI Jakarta. “Kesan yang didapat adalah gubernur ingin meninggalkan legacy tanpa berkeringat,” ucap politikus PDIP ini.
Hidup sehat dengan rebranding rumah sakit
Ketua Ikatan Ekonom Kesehatan Indonesia Hasbullah Thabrany menilai mendorong warga untuk hidup lebih sehat tidak bisa hanya dengan rebranding rumah sakit. Pemerintah DKI seharusnya melakukan langkah yang lebih agresif.
Misalnya dengan mengimplementasikan Kawasan Tanpa Rokok guna meminimalisasi perokok aktif. Atau menyosialisasikan hidup sehat saat Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB) atau car free day (CFD) yang digelar setiap Minggu.
Upaya lainnya adalah tetap memberikan pelayanan kesehatan meskipun warga menunggak pembayaran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. “Itu lebih substantif membuat orang sakit menjadi sehat,” papar Hasbullah. “Bukannya rebranding yang tidak ada dampak perubahannya terhadap layanan masyarakat.”
Anggota DPRD DKI dari Fraksi Partai Gerindra, Mohamad Taufik, menganggap tak ada yang salah dengan peluncuran Rumah Sehat untuk Jakarta. Selama tak melanggar aturan, menurut dia, perubahan nama ini seharusnya direspons positif.
Politikus Partai Gerindra ini merasa perubahan nama akan mendorong pihak rumah sakit untuk pro aktif menjaga masyarakat tetap sehat. “Saya kira bagus saja untuk mengubah ke depannya, mungkin lebih praktis juga, tidak sekadar menunggu,” terang dia.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengutarakan bergantinya RSUD menjadi Rumah Sehat untuk Jakarta tidak berdampak secara legal. Legalitas RSUD di Jakarta sebagai rumah sakit tidak serta-merta ikut berganti.
Anies rupanya sempat membicarakan perubahan nama tersebut dengan Budi. “Terus terang sempat bicara dengan saya,” ujar Budi di Istana Wakil Presiden kemarin, seperti dikutip dari Antara.