Jakarta, 3 Maret 2025 – Bulan Ramadan, bulan penuh berkah dan ampunan, menjadi momentum bagi umat Muslim untuk meningkatkan kualitas ibadah, termasuk puasa. Namun, sekadar menahan lapar dan dahaga saja tidaklah cukup. H. Muhammad Faiz, Lc, MA, Anggota Dewan Pengawas Syariah BTN yang akrab disapa Gus Faiz, memberikan peringatan keras tentang pentingnya menjaga lisan selama bulan suci ini, agar ibadah puasa tidak menjadi sia-sia dan bahkan berujung kerugian di akhirat.
Dalam sesi detikKultum detikcom, Gus Faiz menekankan bahwa puasa yang hakiki bukan hanya sekadar menahan hawa nafsu biologis, melainkan juga mengendalikan seluruh anggota tubuh dari perbuatan dosa. Beliau mengutip sabda Rasulullah SAW yang berbunyi, "Berapa banyak orang yang berpuasa namun tidak mendapatkan apapun dari puasa kecuali hanya lapar dan dahaga." Hadits ini, menurut Gus Faiz, merupakan gambaran nyata orang yang menjalankan ibadah puasa secara fisik semata, tanpa disertai penjagaan lisan dan hati.
"Guru saya menjelaskan bahwa hadits ini menggambarkan orang yang berpuasa hanya menahan lapar dan haus, tetapi lalai menjaga indera lainnya dari perbuatan dosa," jelas Gus Faiz. Konsekuensinya, pahala yang diperoleh dari ibadah puasa berpotensi sirna ditelan dosa-dosa yang dilakukan. "Kelak di akhirat, ketika pahala dan dosa dihitung, bisa jadi pahala puasa tergerus habis oleh amalan-amalan yang mendatangkan dosa tanpa disadari," tambahnya.
Gus Faiz kemudian mengupas lebih dalam mengenai dosa lisan yang sering dilakukan tanpa disadari, khususnya di era digital saat ini. Jika di masa lalu gibah dan ghibah memerlukan pertemuan fisik, kini media sosial telah menjadi wahana baru penyebarannya. Kemudahan akses dan anonimitas yang ditawarkan platform digital justru memperparah situasi.
"Hari ini, dengan teknologi, begitu mudahnya orang bergibah dan menggunjing saudaranya di media sosial. Sebuah kejadian di lingkungan kita, yang melibatkan orang tertentu, bisa dengan mudah diumbar untuk menghujat, merendahkan, dan menjatuhkan martabatnya melalui update status atau di grup WhatsApp," papar Gus Faiz. Ia menyoroti betapa mudahnya informasi tersebar dan dampaknya yang merusak reputasi dan kehormatan seseorang.
Gus Faiz mengingatkan bahwa gibah merupakan dosa besar, bahkan beliau menyamakannya dengan memakan daging saudara sendiri. "Banyak di antara kita yang tidak makan saat berpuasa, tidak mengonsumsi daging haram seperti babi, tetapi kita mungkin pernah memakan sesuatu yang jauh lebih kejam, yaitu daging saudara kita sendiri," tegasnya. Metafora ini menggambarkan betapa mengerikannya dampak gibah terhadap sesama manusia. Ia merusak kehormatan, menghancurkan hubungan, dan menimbulkan luka batin yang mendalam.
Lebih lanjut, Ketua Umum MUI DKI Jakarta ini mengajak umat Muslim untuk merenungkan makna puasa yang sebenarnya. Puasa bukan hanya ritual keagamaan semata, melainkan juga proses penyucian diri secara holistik, yang mencakup aspek fisik, mental, dan spiritual. Menjaga lisan merupakan bagian integral dari proses penyucian diri tersebut.
Gus Faiz kembali mengutip sabda Rasulullah SAW yang menggambarkan kondisi orang yang bangkrut di akhirat: "Orang bangkrut sejatinya pada hari kiamat itu adalah orang yang datang ke hadapan Allah membawa begitu banyak pahala kebaikan, pahala sholat, pahala puasa, pahala zakat, pahala haji, tetapi pada saat yang bersamaan dia sering merendahkan orang lain, sering menggunjing orang lain, sering menghina orang lain, maka nanti pahala kebaikannya akan hilang seiring dengan bertambahnya dosa-dosa dari menggunjing orang lain tersebut."
Pernyataan ini menyadarkan kita bahwa akumulasi pahala ibadah tidak menjamin keselamatan di akhirat jika diiringi dengan perbuatan dosa, khususnya dosa lisan seperti gibah dan ghibah. Pahala yang diperoleh dari ibadah formal, seperti sholat, puasa, zakat, dan haji, dapat sirna ditelan dosa-dosa yang dilakukan. Oleh karena itu, penting untuk menjaga keseimbangan antara ibadah vertikal (kepada Allah SWT) dan ibadah horizontal (kepada sesama manusia).
Dalam konteks kekinian, perkembangan teknologi informasi dan komunikasi menuntut kewaspadaan ekstra dalam menjaga lisan. Kemudahan berbagi informasi di media sosial membuat potensi gibah dan ghibah semakin besar. Oleh karena itu, kesadaran diri dan kontrol diri sangat diperlukan untuk menghindari perbuatan tercela tersebut. Sebelum mengunggah sesuatu di media sosial, sebaiknya kita merenungkan terlebih dahulu dampaknya terhadap orang lain. Apakah informasi tersebut benar, bermanfaat, dan tidak merugikan siapapun?
Lebih dari sekadar menahan lapar dan dahaga, puasa sesungguhnya adalah latihan spiritual untuk mengendalikan diri dan membersihkan jiwa. Menjaga lisan dari gibah dan ghibah merupakan bagian tak terpisahkan dari proses penyucian diri tersebut. Dengan demikian, puasa yang dijalankan akan bernilai ibadah yang sesungguhnya dan mendapatkan ridho Allah SWT, bukan hanya sekadar ritual formalitas yang sia-sia. Semoga kita semua dapat mengambil hikmah dari pesan Gus Faiz ini dan menjadikan bulan Ramadan sebagai momentum untuk memperbaiki diri dan meningkatkan kualitas keimanan. Mari kita jadikan bulan Ramadan sebagai bulan penuh berkah, bukan hanya untuk diri sendiri, tetapi juga untuk sesama.
Pesan Gus Faiz ini menjadi pengingat penting bagi kita semua, khususnya di era digital yang serba cepat dan mudah ini. Mari kita sama-sama menjaga lisan dan menghindari perbuatan yang dapat merugikan diri sendiri dan orang lain. Semoga ibadah puasa kita diterima Allah SWT dan menjadi bekal untuk mencapai kehidupan akhirat yang penuh kebahagiaan. Saksikan detikKultum bersama Gus Faiz setiap hari selama Ramadan di detikcom pukul 17.30 WIB untuk mendapatkan pencerahan dan pemahaman lebih lanjut tentang makna puasa dan ibadah lainnya.